Chereads / Mencari Pria Sempurna / Chapter 9 - wawancara Lagi

Chapter 9 - wawancara Lagi

"Ju, jadi wawancara ulangnya?" Lina menelepon Judith.

"Jadi, besok katanya jam empat sore." Jawab Judith.

"Duh, nanggung banget waktunya ya?" Lina terdengar bingung.

"Loe ada lemburan?" Tanya Judith.

"Iya nih, katanya mau ada perayaan ulang tahun perusahaan. Semua karyawan di undang makan-makan. Gue bingung soal Jodi nihh!" Seperti biasanya, Lina yang single parents selalu kesulitan perihal penitipan anak.

Memang tidak mudah menjadi orang tua tunggal. Selain Lina tak punya saudara dekat yang tinggal di Bandung, semua kebutuhan anaknya, Lina sendiri yang menanggungnya.

Setahu Judith, mantan suami Lina sangat menyebalkan. Selain tukang main perempuan, lelaki itu juga sangat kasar.

Lina pernah menceritakan penyebab dia kabur dan menggugat cerei. Tadinya, semua masalah rumah tangganya, Lina tak pernah buka mulut, apalagi kepada keluarganya.

Suatu malam, apa yang di sembunyikannya terkuak. Pada saat suaminya sedang mabuk, kebetulan Lina meminta uang lebih untuk membeli perlengkapan sekolah Jodi. Dari pada memberikan kebutuhan anaknya, suaminya memaki-maki dan mengatakan bahwa Lina boros.

Tak terima dengan perkataan suaminya, Lina melawan. Saat itu, suaminya hilang kendali dan memukuli Lina hingga berdarah. Jodi yang masih TK menangis melihat kejadian buruk itu. Untunglah, Ayahnya datang karena hendak memberi mainan kuda yang pernah diminta Jodi.

Ayah Lina sangat murka mengetahui putrinya jadi korban kekerasan dalam rumah tangga dan melaporkan suami Lina ke Polisi.

Dari sanalah awal mula Lina menggugat cerei suaminya. Orang tuanya meminta Lina tetap tinggal bersama mereka. Tapi, Lina ingin pindah ke kota lain dan melupakan trauma masa lalunya.

Sedikit banyak, hal itu juga mempengaruhi pandangan Judith soal pernikahan. Karena itulah dia betah menjomblo sampai sekarang.

"Acara loe jam berapa?" Tanya Judith merasa kasihan.

"Jam delapan malam. Sebelumnya gue harus beresin dulu laporan keuangan. Terus reservasi. Jodi nggak ada yang jemput dan nemenin. Loe tahu tempat penitipan anak nggak?" Tanya Lina.

"Wahhh, gue nggak tahu, Lin! Udahlah, ntar aja gue jemput Jodi kalau wawancara selesai. Mudah-mudahan sih, nggak lama." Jawab Judith.

"Ahh, kasihan loe-nya! Nanti nggak tenang saat kerja. Gue mikir-mikir dulu deehh!" Jawab Lina. Dia tak enak hati kalau sampai mengganggu Judith saat mencari nafkah.

Perjuangan Judith juga nggak mudah. Di saat gadis lain sibuk berdandan, perawatan di salon, mencari pria tampan dan kaya buat dijadikan suami, Judith harus rela berkeliling kota Bandung yang semakin sesak untuk sekedar mencari sesuap nasi.

"Loe, Yakin?" Judith merasa kasihan pada Lina.

"Entar dehh, gue telepon loe kalau memang udah buntu!" Jawab Lina.

"Loohh! Bukannya sekarang juga udah buntu? Udahlah, ntar selesai wawancara, gue hubungin loe dulu. Gak apa-apa kalau ada alternatif lain, tapi gue usahain buat nemenin Jodi, Yahh!" Sahut Judith.

"Iya dehhh!" Lina setuju.

Saat Lina bekerja, Jodi bersekolah yang ada fasilitas penitipan anak. Biasanya, Lina menjemput anaknya selepas dia bekerja. Tempat penitipan anak itu, hanya sampai jam lima sore saja waktunya. Karena itu, kalau ada acara dadakan begini, Lina sering kelabakan.

"Tenang bestie! Akan kubuat wawancaranya singkat, padat dan jelas." Judith berjanji dalam hati.

Jam empat lebih lima belas menit, Judith baru sampai di tempat yang di sepakati. Eggi Sang Pencipta Game sudah menunggunya.

"Haii, maaf aku terlambat! Motorku mogok, jadi aku harus naik bis kesini." Judith meminta maaf terlebih dahulu.

"Owhh, kau tidak punya mobil?" Eggi balik bertanya.

"Nggak! Aku nggak punya mobil!" Jawab Judith sambil mengerutkan keningnya.

Bukannya membalas permintaan maaf Judith, Eggi malah menanyakan kepemilikan kendaraan roda empat.

"Boleh duduk?" Judith bertanya karena Eggi malah mengangguk-angguk saja tanpa mempersilakan duduk.

"Ehh, iya boleh! Silakan!" Jawab Eggi dengan raut wajah seperti baru bangun tidur.

Judith duduk di kursi cafe, tanpa banyak bicara, Judith segera mengeluarkan perlengkapan interview dari dalam tas ranselnya yang udah bolong-bolong di bagian depan.

Kalau ingat tas nya udah minta pensiun, Judith selalu berkata dalam hatinya, kalau saat gajian akan beli tas baru. Tapi nyatanya, uang gajinya cuma sekedar singgah di tangannya, karena Judith harus membayar tagihan rutin bulanan, seperti kamar kost, token listrik dan kasbon-kasbon lainnya.

"Aku sudah pesankan minum. Teh herbal nggak apa-apa kan? Atau mau tambah kopi?" Tanya Eggi ramah.

"Kopi, boleh!" Judith mengangguk.

Saat pelayan membawakan dua cangkir teh, dua cup puding susu dan roti isi keju, Eggi memesan lagi secangkir kopi.

"Santai saja, ya wawancaranya! Nggak usah terlalu formal." Kata Eggi sambil menyesap teh dengan rasa lavender itu.

Judith mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum ikut menyesap teh nya.

Rasanya tehnya hangat dan menenangkan. Tidak terlalu pahit dan juga tidak terlalu manis. Cocok buat yang sedang program diet. Judith lumayan menyukainya walaupun wanginya mirip obat nyamuk lotion.

"Nahh, silakan saja ajukan pertanyaannya." Eggi mempersilakan.

"Baik!" Judith mengangguk dan langsung membuka file dalam laptop yang di bawa olehnya.

Eggi memperhatikan ekspresi Judith saat dia serius dengan pekerjaannya.

"Oke, pertanyaan pertama. Ini dari penggemar! Apa makanan kesukaan Adon?" Judith nyaris tersedak saat mengajukan pertanyaan itu.

"Hmmm, sejujurnya aku tidak tahu. Aku membuatnya tanpa memikirkan makanan apa yang di sukai oleh tokoh itu!" Eggi mengerutkan keningnya.

"Bisa sih, dikira-kira saja kalau memang tidak terpikirkan." Judith menyarankan.

"Nggak apa-apa gitu?" Tanya Eggi.

"Nggak-lah! Lagipula kan Adon itu tokoh fiktif!" Jawab Judith.

"Ya udah dehh! Makanan wajib gue aja! Mie Instan dan Nasi goreng." Jawab Eggi.

"Baik. Nasi goreng itu kuliner favorite masyarakat kita. Kalau mie instan, sepertinya bukan contoh yang tepat buat anak-anak penggemarnya." Judith menjawab sambil terus mengetik.

"Katanya boleh di kira-kira? Memangnya wajib ya, mikirin dampak mie instan buat orang lain?" Eggi protes.

" Iya deh! Udah gue ketik kok!" Jawab Judith.

"Pertanyaan kedua, ciri-ciri tipe wanita kesukaan Adon?" Judith bertanya.

"Owhh, Astaga! Demi Dewa..." Eggi berasa ingin bikin roket dan kabur keluar angkasa mendengar jenis pertanyaan itu.

"Gue nggak tahu! Coz gue sendiri masih jomblo!" Eggi menjawab dengan ketus.

"Kan, bukan aku yang nanya!" Judith juga protes.

"Dikira-kira lagi jawabannya?" Tanya Eggi.

Terpaksa Judith mengangguk.

"Contoh aja salah satu artis yang lagi terkenal." Judith menyarankan.

"Nggak ahhh! Ngayal banget! Mending yang realistis aja." Eggi merengut.

Sebetulnya, Eggi tampan dan manis dengan lesung Pipit di pipi kirinya. Sayangnya, sekarang dia merengut dan melipat bibirnya kayak Bangkong zuma.

"Cantik, manis. Hmmm lucu dan imut!" Jawab Eggi.

"Lebih spesifik dong! Itu sih, jawaban standar para cowo!" Sekarang Judith yang terdengar jengkel.

"Terserah loe deh! Bikin aja standar cewe menurut loe. Gue bener-bener blank kalau soal cewe!" Jawab Eggi.

"Ahhh masa?" Judith membelalak tak percaya.

"Ahhh iya!" Jawab Eggi dengan mata yang hampir melompat dari bingkainya.