Chapter 11 - 11- Menuju Perayaan

Di dalam kereta kuda yang dibawa terbang oleh dua ekor Pegasus, Xander dan juga dua orang gadis yang duduk di sisi kanan di kirinya sedang dalam perjalanan untuk mengunjungi tempat pesat perayaan musim semi berlangsung.

Pesta yang memang rutin diadakan untuk menyambut musim semi selalu saja berlangsung dengan sangat meriah.

"Isy, lihatlah nanti kita akan melihat banyak sekali bunga-bunga yang akan segera bermekaran. Jika Isy mau kita bisa membelinya dan membawa bunga itu ke istana. Isy suka bunga kan?" Xander sedari tadi masih saja menatap Daisy dengan matanya yang begitu lembut.

Putra mahkota SilverDusk itu agaknya melupakan seorang lagi gadis cantik yang duduk di sisi kirinya dengan gaun super indah khas para putri utama di dalam dongeng.

Daisy yang merasa tak enak karena Xander sedari tadi hanya menatapnya, mulai untuk meminta Xander untuk ikut mengajak Livy bicara.

Livy Savrana-- Dia adalah seorang anak dari salah seorang petinggi di kerajaan SilverDusk. Dia merupakan sala satu keturunan dari Neiro Remlard dan juga Crystal Kimy, mereka merupakan klan penyihir sakti dan nymph. Yang mana menghasilkan Livy seorang perpaduan antara mereka, Livy tentu saja sangat cantik.

Wajah Livy begitu putih, dengan sisi-sisi wajah yang sangat tegas dan juga alis yang tajam.

"Prince, Princess Livy ada di sebelahmu, ajaklah dia bicara juga," bisik Daisy dengan sangat pelan.

Xander hanya melirik singkat Livy yang ada di sebelahnya tanpa minat. Lalu kemudian memilih untuk memainkan rambut Daisy yang masih sama, terkepang menjadi satu ke samping.

Benar sekali. Kali ini Xander pergi dengan Livy, tetapi juga dengan Daisy yang ikut menemani dirinya. Tentu saja itu setelah dibujuk ribuan kali oleh Daisy dan juga Valerie.

"Isy, nanti jika kau di sana merasa lelah, kau harus bilang kepadaku ya!" Seolah abai. Xander kembali untuk hanya menatap kepada Daisy.

Daisy menunduk. Bukan ini yang dia mau. Daisy sebenarnya sudah cukup lama memikirkan bagaimana caranya untuk menjauh dari Xander yang kini usianya sudah tujuh belas tahun. Dia tak ingin kembali melihat dan merasakan Xander dengan keposesifan miliknya sama seperti dulu. Jika Daisy boleh memilih, dia ingin hidup sebagai orang biasa di SilverDusk. Dia ingin melihat Xander hidup dan bersama dengan putri ataupun bangsawan lain, ketimbang harus bersama dengan dirinya.

"Isy ...." Xander mengangkat wajah Daisy.

Satu hal lagi. Xander sangat tak menyukai kala maid pribadi ta itu mengabaikannya dan juga menunduk saat ada di hadapannya seperti saat ini.

"Kenapa? Apa Isy merasa lelah? pusing?" tanya Xander dengan agak cemas.

Daisy menggeleng, Daisy lalu mengarahkan matanya kepada Livy yang sedari tadi diam dengan wajah kesal.

"Princess Livy, apa kau mau gula-gula? Aku membawa beberapa di kantongku," ucap Daisy dengan ramah.

Jika Xander tak ingin mengajak Livy bicara, setidaknya Daisy harus mengajak gadis yang seumuran dengan Xander itu berbicara kan?

"Tidak!" Bukannya berterima kasih karena Daisy sudah mau berbicara dengannya, Livy justru membalas Daisy dengan satu kata yang sangat ketus.

Xander rasanya sangat ingin memaki Livy, tapi lagi-lagi Daisy menahannya.

"Jangan, Prince ...." ucap Daisy dengan matanya yang mengkode Xander untuk diam saja.

"Apa Princess Livy tak suka gula-gula?" tanya Daisy yang masih saja manis dan lembut.

Kali ini Livy memandang Daisy, dia kemudian memandang kepada Xander yang sangat amat dingin tak tersentuh saat menatap Livy.

"Aku tak suka apapun yang manis!"

"Jika begitu ... apa kau mau keripik ini? Ini adalah keripik daun Archi, ini sangat gurih dan renyah." Daisy membuka bungkusan yang memang sengaja ia bawa dari kerajaan tadi.

Livy sedikit memandang penuh minat apa yang saat ini Daisy perlihatkan kepadanya.

Daisy yang melihat itu semakin melebarkan senyumnya, dia pun segera memberikan kripik daun Archi yang memang sangat terkenal akan kelezatannya di seluruh SilverDusk.

"Ini, makanlah semuanya ... aku bisa membuatkannya lagi untuk Princess Livy," ucap Daisy dengan senyumannya yang tak pernah ketinggalan.

Saat Daisy masih tersenyum, Xan yang sudah tak tahan langsung saja membawa kepala Daisy untuk masuk ke dada bidang remaja itu.

Xan tak mau Daisy memperlihatkan senyumannya itu kepada siapapun. Termasuk Livy yang notabennya adalah wanita, sama seperti Daisy.

"Prince!?"

"Isy tidur saja. Perjalanan ke Celion masih lama."

Jika sudah dipeluk seperti ini akan sulit bagi Daisy untuk lepas dari Xander. Walaupun Daisy sudah berusia dua puluh tujuh tahun, tapi sepertinya fisiknya sama sekali tak berubah. Bahkan jika orang lain yang tak mengetahui Daisy, bisa menganggapnya sebagai seorang gadis kecil berusia lima belas tahun.

"Tapi aku tak enak dengan Princess--"

"Jika Isy tak mau tidur, aku akan mencium bibir Isy sekarang juga!" ancam Xander yang membuat pipi Daisy memerah.

"Prince! Jangan seperti itu," ucap Daisy pelan. Ia takut jika Livy mendengar apa yang Xander katakan barusan.

"Maka dari itu, Isy harus tidur dan menurut."

"Baiklah ... aku akan tidur, bangunkan aku jika kita sudah sampai ya, Prince?"

"Iya ..." Prince menjawab dengan sangat lembut.

Dia lalu membelai rambut Daisy yang lebih tua darinya. Mengamati wajah cantik Daisy yang polos tanpa sentuhan make up apapun. Daisy itu sangat cantik dengan alami. Xander sangat menyukai semua hal alami yang tercipta dengan sendirinya di dalam diri Daisy.

"Prince, sebenarnya dia itu siapa? Mengapa kau hanya melihat kepada dia?" Livy yang melihat bagaimana cara Xander memperlakukan Daisy akhirnya bertanya.

Xander tak menatap Livy. Tak ada hal yang lebih menarik ketimbang wajah tidur Daisy yang begitu terlihat tenang.

"Prince--"

"Jaga bada suaramu! Jangan sampai Isy bangun!" geraman rendah mulai terdengar.

Xander tak ingin ada seseorang yang berani untuk mengusik ketenangan Daisy di dalam tidurnya.

Livy langsung terdiam. Xander memiliki aura yang begitu kuat. Kata-kata dan juga perintah apapun yang keluar dari celah bibir ya seolah tak mampu untuk dipatahkan oleh siapapun.

"Jika kau tak mau kulempar dari atas sini, sebaiknya diam!" Lagi ... Xander melirik Livy yang kini dibuat semakin ingin berteriak marah atas apa yang Xander lakukan kepadanya.

'Ck! Saat nanti aku menjadi Queen di SilverDusk, aku akan langsung melenyapkan Daisy itu! Tunggu saja!' Batin Livy dengan kesal.

Livy memang sudah dijodohkan dengan Xander sejak usia mereka tujuh tahun. Walaupun sebenarnya perjodohan itu belum sama sekali diketahui oleh Xander. Orang tua Xander sengaja merahasiakan semua hal itu

Mereka tahu jika Xander mengetahui itu sudah dipastikan dia akan marah, kemarahan Xander adalah salah satu hal yang tak pernah diinginkan oleh Kerajaan SilverDusk atau bahkan seluruh negeri itu.