Hamparan bunga dengan warna dominan berwarna merah muda, adalah hal pertama yang menyambut Xander, Daisy, serta Livy di perayaan yang amat meriah.
Echyho. Mereka sudah tiba di tempat di mana ratusan bunga-bunga indah akan mekar bersamaan saat jam menunjukan pukul tujuh malam.
"Wah, indah sekali." Daisy bergumam.
Dia tak bisa mengendalikan mata bulatnya untuk tidak terpesona dengan semua yang ada di Echyho. Jika saja nanti Daisy diizinkan untuk berhenti menjadi maid di SilverDusk,dia akan memilih Echyho sebagai tempatnya untuk menetap.
Xander menatap teduh kepada Daisy yang tangannya masih ia genggam. Xander tahu jika Daisy itu begitu menyukai bunga dan semua hal berwarna. Di istana SilverDusk memang indah, tetapi Echyho adalah tempat terindah di daratan ini.
"Apa Isy suka?" tanya Xander yang mendekatkan wajahnya ke leher Daisy.
Xander sampai sedikit membungkukkan tubuhnya. Dia terlalu tinggi untuk Daisy yang super mungil.
Usia Daisy sepertinya harus dipertanyakan. Dia berusia dua puluh tujuh tahun kan? Tapi tinggi tubuhnya tak pernah berubah sejak usianya empat belas tahun.
Daisy mengangguk. Mata Daisy yang sangat berkilau karena kebahagiaan di dalam dirinya yang memuncak, memandang Xander dengan kebahagiaan.
Daisy sampai lupa jika di sebelahnya masih ada Livy yang menatap interaksi Xander dengan Daisy dengan tatapan iri dengki yang mendarah daging.
Hahaha. Livy memang cantik, kuat, berbakat, tapi dia sangat amat licik. Lihat saja nanti kelicikan dan ulah seperti apa yang akan dilakukan oleh gadis muda itu.
Mereka bertiga semakin memasuki area pesta. Di sini langit seolah memiliki sebuah tudung sehingga membuat daerah di bawahnya terasa redup. Ada banyak sekali makhluk-makhluk imortal yang sangat menawan di mana-mana.
Daisy yang memang mengingat kehidupannya dulu yang hanya manusia biasa menjadi puluhan kali lipat lebih takjub.
'SilverDusk benar-benar indah!' Batin Daisy yang tak henti-hentinya mengamati semua peri kecil dengan sayap indah mereka yang bercahaya.
Lain dengan Daisy. Xander justru sebaliknya. Dia kini memasang raut wajah datar yang dipenuhi oleh wibawa. Xander memang masih berusia tujuh belas tahun. Tapi jangan sampai meragukan pesonanya. Dia adalah calon Raja SilverDusk di masa depan.
"Wah! Selamat datang Prince Xander. Selamat datang di perayaan musim semi Echyho!" Seorang wanita dengan paras cantik rupawan, yang kulitnya berwarna biru cerah menghampiri Xander, Daisy, dan juga Livy.
"Terima kasih atas sambutanmu," ucap Xander.
Daisy hanya tersenyum ramah kepada wanita itu. Dia tak tahu jika si wanita cantik berkulit biru terang adalah pemimpin wilayah Echyho. Wajar saja Daisy tak tahu. Daisy memang sangat jarang keluar dari istana SilverDusk. Dia bahkan tak terlalu tahu seluk beluk wilayah lain yang ada di SilverDusk ini.
Mata kuning menyala milih wanita itu melirik kepada Daisy dan Livy.
"My Prince ... kau membawa dua orang gadis cantik bersamamu. Mana yang akan menjadi calon Ratu SilverDusk nanti?" Pertanyaannya itu tak konyol. Mereka,Daisy dan juga Livy memang cantik.
Livy yang memiliki kepercayaan diri super tinggi lantas mengangkat tangannya. Dia terlalu yakin jika di masa depan dia dan Xander akan menjadi penerus King dan Queen SilverDusk.
"Aku pikir kau tak buta, Lili. Kau tahu mana yang menjadi milikku," ucap Xander.
Lili, benar. Dia adalah Lili Amber. Seorang Nymph cantik penjaga dan pemimpin wilayah Echyho.
Lili tersenyum maklum. Tentu saja dia tahu jika orang yang akan menjadi obsesi besar Xander di masa depan adalah Daisy. Gadis dengan pakaian sederhana, dengan gaya rambut dikepang menyamping, dan dengan wajah polos tanpa Make up.
Pertanyaan Lili barusan memang hanya untuk membuat Livy yang ada di antara Xander dan Daisy menjadi risih.
"Aku sangat paham, Prince ..."
Lili kemudian mengangkat tongkat bintangnya. Dan seketika langit di atas mereka menjadi berwarna cerah, kuning dengan tambahan warna mint, silver dan juga rose gold. Warna itu seolah sengaja dilukis oleh Liki sebagai pembuka acara penyambutan musim semi di Echyho.
"Wah!" Daisy hampir saja berlari untuk melihat lebih dekat saat hujan-hujan bunga salju hangat berwarna merah muda berjatuhan di depan sana. Namun sayang sekali, Xander menahan pinggang ramping Daisy agar tetap berada di sisinya.
"Di sini saja, Isy. Di sana terlalu ramai. Aku tak mau kau menarik perhatian mereka semua."
Daisy tahu dan sangat memahami Xander yang begitu posessive kepada dirinya. Tapi kali ini Daisy benar-benar ingin melihat bunga salju hangat merah muda itu dari jarak yang dekat. Bahkan Daisy begitu ingin menyentuhnya.
"Prince. Aku hanya sebentar. Aku sangat ingin melihatnya." Daisy sedang mencoba meminta izin kepada Xander.
Xander tak menghiraukan apa yang Daisy karakan, sebaliknya dia justru semakin mengeratkan tangannya di pinggang kecil Daisy.
Daisy tak menyerah. Dia pasti bisa mendapatkan izin dari Xander.
"Prince, lihat ini ... aku memakai jubah dengan penutup wajah. Aku tak akan membiarkan mereka melihat wajahku. Itu kan yang Prince mau?" Daisy menaikan tudungnya, sehingga kini wajah Daisy sedikit tertutupi.
Xander tak rela. Tapi dia juga tak ingin membuat Daisy sedih dengan melarangnya untuk melihat hujan bunga salju merah muda di depan sana. Jika saja Xander bisa menemani Daisy, dia akan ikut. Namun masalahnya, Xander memang sedang membicarakan beberapa masalah terkait teritorial wilayah yang sangat penting saat itu dengan beberapa pemimpin dari lima penjaga wilayah besar di SilverDusk.
"Baiklah. Tapi kau harus ingat Isy. Jangan sampai ada satu orangpun yang menyentuhmu. Atau kau tahu apa yang akan aku lakukan kan?"
Daisy mengangguk dengan semangat. Lalu dia melirik ke arah Livy yang wajahnya masih masam.
"Nona Livy, apa kau mau ikut denganku juga? Kita bisa melihat hujan salju merah muda dari dekat."
Livy mengangguk. Dia akhirnya ikut pergi dengan Daisy.
Daisy tak henti-hentinya tersenyum. Matanya bahkan sampai menyipit. Dia tak menyangka jika bunga salju yang ada di Echyho ini sangatlah indah. Tentu saja lebih indah dari bunga salju yang ada di SilverDusk saat musim dingin.
Livy yang memang tak terlaku menyukai apa yang Daisy sedang lihat, memilih untuk berjalan di sekitar perayaan pesta ini seorang diri dan meninggalkan Daisy.
Karena Daisy yang begitu kagum, dia bahkan sampai menabrak seseorang di belakangnya.
"Ah! Maaf. Maafkan aku." Daisy langsung bangun dari rerumputan usai terjatuh akibat kerasnya dada bidang seorang pemuda yang ada di belakangnya.
"Tak perlu minta maaf. Aku tak merasa jika kau bersalah." Pemuda itu membantu Daisy berdiri. Daisy membersihkan gaunnya yang sedikit kotor, lalu matanya teralihkan untuk menatap sosok setinggi Xander yang ada di depannya.
Pemuda itu tersenyum ramah ke arah Daisy. Daisy yang merasa tak enak jika tak tersenyum balik, akhirnya ikut tersenyum.
"Namaku Leon Cluster. Aku adalah putra pertama dan penerus Pack GoldenRose." Dia memperkenalkan dirinya dengan sangat apik di hadapan Daisy.
Daisy hanya mengangguk dan tersenyum. Dia ingin segera pergi dari hadapan Leon. Daisy sungguh takut jika Xander menyadari jika saat ini Daisy sedang bercengkrama dengan seorang lelaki lain.
"Dan siapa namamu?" tanya Leon yang bahkan sampai membungkukkan badannya hanya untuk melihat mata Daisy yang menurutnya sangat indah.
"Namaku Da--"
Grep.
Daisy hampir saja berteriak kaget, karena sepasang lengan kekar yang kini melingkari tubuh Daisy.
"Prince Xan ..." gumam Daisy.
Xander menatap datar ke arah Leon.
"Beraninya mendekati milikku!" geram Xander yang mulai mengeluarkan aura kelamnya yang sangat mempengaruhi keadaan di perayaan ini.
Daisy saja sudah ikut takut dan gugup. Sungguh Xander semakin mahir untuk mengontrol apapun dan siapapun hanya dengan aura kelam yang begitu dominan.
"Tak ada satu orangpun yang boleh mendekati, berbicara, ataupun menatap dia! Dia milikku!" Xander meneriakkan kata 'milikku' dengan sangat lantang.