Bertahun-tahun telah berlalu. Bisa dikatakan jika Daisy menghabiskan hampir seluruh hidupnya untuk mengabdi di SilverDusk. Atau yang lebih jelas adalah menjadi satu-satunya wanita selain Ratu Valerie yang bisa leluasa berbicara dan juga berada di sisi Xander yang kini semakin beranjak dewasa.
Xander kecil yang dulu selalu Daisy temani saat bermain bola, Xander kecil yang dulu Daisy bantu untuk berjalan ... kini dia telah tumbuh semakin tinggi, gagah, dan yang pasti berwibawa.
"Isy, apa kau akan ikut denganku? Aku tak mau pergi ke pesta tanpa dirimu," ucap Xander dengan menidurkan kepalanya di paha Daisy.
Saat ini Daisy sedang berada di kamar Xander. Ini adalah salah satu kebiasaannya sejak lama. Xander akan selalu meminta Daisy untuk menemaninya hingga jatuh tertidur. Mungkin jika duku saat usia Xander masih anak-anak tak masalah, tapi sekarang Xander bukan lagi anak-anak. Xander sudah tumbuh, dia tumbuh sangat cepat di usianya yang kini sudah memasuki angka ke tujuh belas tahun.
"Kenapa Prince ingin aku ikut? Aku ini hanya pelayan. Mana pantas aku menemani Prince ke pesta?" Daisy mengatakan semua itu dengan nada bercanda miliknya. Namun semua itu adalah kenyataan.
Daisy belakang ini sering sekali menolak apapun ajakan Xander kepadanya. Bukannya Daisy tak menghargai atau tidak mendengarkan Xander, tapi semakin tahun Daisy semakin bertambah dewasa. Usia Daisy kini dua puluh tujuh tahun. Bukankah sangat tak etis baginya untuk selalu ada di sisi Xander yang kelak akan menjadi pemimpin di kerajaan ini?
"Isy ... aku tak suka jika kau bicara seperti tadi! Tak suka!" Xander merajuk.
Tahu tidak? Xander memang tumbuh dengan dikaruniai paras yang rupawan, wajahnya itu begitu tegas, dengan rahang kokoh yang terbentuk sempurna. Hak itu membuat wajah Xander yang bila tak tersenyum nampak sangat menyeramkan, begitu mengintimidasi. Tapi semua itu akan lenyap seketika saat Xander ada di dekat Daisy. Xander akan berubah menjadi anak anjing kecil yang lugu dan menggemaskan.
"Tapi kan memang seperti itu, Prince. Lagipula, bukankah Queen Valerie sudah meminta salah satu putri dari keluarga bangsawan lain untuk menemani Prince?"
"Tidak! Aku tak mau! Aku hanya mau dengan Isy! Aku tak akan pergi jika tak bersamamu, Isy!"
"Daisy akan ikut dengan Bunda besok, jadi kau tak mau kau harus pergi, Xan." Ternyata sedari tadi Valerie sudah berada di ambang pintu masuk kamar Xander. Ratu SilverDusk itu mendengar semua yang dikatakan oleh Xander dan juga Daisy sedari tadi.
Langkah anggun Valerie membawanya masuk, kini wanita yang menua dengan cantik itu telah ada di sisi ranjang Xander.
Daisy yang paham tempat dan posisinya ingin segera beranjak. Namun sayangnya Xander sama sekali tak membiarkan Daisy untuk menjauh barang satu sentimeterpun pun darinya.
"Ke mana? Bunda mau bawa Isu ke mana?" tanya Xander yang sudah duduk.
Valerie mencoba tersenyum. Walaupun jujur di dalam hatinya dia merasa sangat tak menyukai keberadaan Daisy saat ini. Dulu memang Valerie adalah orang pertama yang berandai-andai agar Daisy menjadi pelayan setia Xander, namun lambat laun ... Valerie merasa jika semua perhatian Xander hanya untuk Daisy yang statusnya hanya seorang pelayan itu.
"Tentu saja ke pertemuan Kerajaan. Kau juga akan ke sana. Kau bilang kau tak akan pergi jika Daisy tak ikut denganmu, kan?" tanya Valerie yang kini membelai rambut putranya yang tumbuh semakin dewasa.
Valerie heran. Dia kerap kali memergoki Xander yang terus berucap manis kepada Daisy. Namun semua ucapan manis dan lembut itu akan menghilang dalam sekejap, jika Xander berhadapan dengan orang lain. Bahkan kepada Valerie pun kini Xander terkesan cuek.
"Apakah benar? Aku akan pergi jika Isy ikut." Xander langsung menatap ke arah Daisy yang ada di sisinya.
Valerie mengangguk kecil.
"Tapi dia akan ikut bersama Bunda, dan kau pergi bersama Livy, kau akan berangkat dengan dia--"
"Tidak! Bunda sudah tahu kan aku akan pergi jika Daisy ada di sisiku. Aku tak mau meninggalkan Daisy dengan Bunda, lalu aku pergi bersama Livy!" Dengan lantang Xander langsung memotong kalimat Valerie.
"Prince ... jangan emosi, dia Bundamu. Hormati dia!" bisik Daisy yang sungguh merasa sangat tak enak kepada Ratu SilverDusk itu.
Tatapan Xander kembali melembut, dia menatap Daisy dan kemudian tanpa beban langsung mengecup pelipis Daisy dengan sangat pelan. Dan ya! Semua itu Xander lakukan tepat di hadapan Valerie!
"Bunda ... jika kau ingin aku tetap pergi ke pertemuan itu, ke pesta itu. Maka biarkan aku pergi dengan Daisy di sisiku, bukan yang lain." Xander menatap datar sang Bunda.
Valerie bukan tipe yang lemah. Dia tak ingin kali ini Xander menolak permintaannya. Ini adalah masalah yang penting. Xander harus pergi dengan Livy, seorang bangsawan yang sudah Valerie pilihkan sebagai pendamping Xander di masa depan.
"Tapi Bunda sudah memberikan undangan kepada Livy. Besok dia akan ke mari."
"Itu urusan Bunda. Aku tak mau tahu, yang penting aku hanya akan pergi dengan Daisy."
Perkataan Xander membuat Valerie semakin geram. Daripada marah di hadapan anak satu-satunya itu, dia memilih untuk pergi meninggalkan kamar Xan.
Brak.
Pintu itu dibanting oleh Valerie. Xander tak mengambil hati apa yang dilakukan oleh sang Bunda. Tapi berbeda dengan Daisy. Dia kini semakin merasa takut dan bersalah kepada Valerie. Daisy takut jika nanti Valerie akan menganggap Daisy sebagai orang yang telah mempengaruhi Xander.
"Prince, seharusnya kau tak boleh bersikap seperti tadi. Dia itu Bundamu. Kau harus menghormati dia. Sungguh ... kata-kata yang kau ucapkan pasti menyinggung hatinya. Dia sudah memintamu pergi dengan Nona Liv--"
"Shut ...." Xander meletakan jemari panjangnya di depan bibir Daisy.
"Jangan pikirkan apapun, Isy. Selagi kau bersamaku, apapun yang ada di dalam hati dan pikiranmu hanya boleh terisi olehku saja. Kau harus ingat itu mulai dari sekarang," ucap Xander yang matanya tak pernah bosan untuk menatap wajah Daisy yang kian terlihat cantik mempesona.
Kalian benar. Daisy memang sudah memasuki usianya yang kedua puluh tujuh tahun. Tapi hal itu sama sekali tak akan mengurangi kecantikan Daisy. Ketimbang dibilang menua, Daisy lebih terlihat seperti anak-anak.
Pipinya masih sama ... bulat dengan rona merah yang mengiasinya, Daisy seolah sama sekali tak mengenal kata tua. Karena fisiknya yang bahkan tak berubah sejak sepuluh tahun lalu. Tingginya hanya sebatas dada Xander. Tentu saja sangat pendek untuk ukuran perempuan berusia matang seperti Daisy.
"Isy, kau hanya perlu mendengarkan aku, bukan orang lain atau siapa pun. Apa kau mengerti? Jawab aku, Isy!" Xander mengambil dagu Daisy. Membimbingnya agar wajah bulat itu menghadap langsung ke Xander.
Jujur ... semakin tahu Xander menunjukan siapa dirinya yang sebenarnya. Dia semakin pandai mendominasi siapa saja, apalagi Daisy yang lemah itu.
"Prince ... jangan seperti ini, kau tida--"
"Isy ... kau tidak sama sekali memiliki hak untuk menentang apapun yang dikatakan oleh calon raja SilverDusk."
Daisy tak bisa mengelak jika Xander mulai membawa-bawa tentang status.
"Jadi jawab aku ... apa kau sudah paham? Kau paham siapa orang yang harus kau turuti?"
Daisy mengangguk, lalu menjawab dengan suaranya yang terbata-bata.
"Prince ... Prince Xander. "
"Benar, Isy harus selalu menuruti apapun yang aku katakan. Dan satu lagi ... kau juga tak boleh berada jauh dariku, paling tidak kau harus selalu berada lima meter di dekatku."
Daisy menatap mata Xander.
'Ini obsesi yang sama. Xan ... bahkan di kehidupan dan di dalam tubuh serta dunia yang baru ini, kau masih tetap sama. Obsesimu selalu membuatku tak berkutik, Xander." batin Daisy yang tak bisa membohongi dirinya jika dia juga menyukai Xander dengan semua obsesi yang dimiliki oleh lelaki tujuh belas tahun di hadapannya itu.