"Ketika aku berada dilapisan es yang tipis aku harus mendorong setiap orang yang mendekat agar kami tidak terluka, tapi apa boleh buat niat baik apapun yang aku lakukan mereka selalu berfikiran buruk padaku."- Kiran
Kiran menghela nafasnya panjang. Ia sedang berfikir keras alasan mengapa ia di panggil keruangan Direktur pagi ini. Rasa rasanya dia tidak membuat kesalahan. Apa dia akan dipecat kali ini? Dia sendiri tidak tahu.
Ting! Lift yang dinaiki Kiran berhenti dilantai 10. Itu bukan lantai tujuannya.
"Hai" sapa Juna. Kiran memutar bola matanya malas.
"Kau akan naik kelantai 15? Ruang direktur?" Tanya Juna. Kiran tetap acuh tak acuh.
Keduanya diam. Hening. Hingga sampailah pada lantai yang di tuju.
Keduanya turun dari lift itu. Berbelok kanan menyusuri lorong keruang direktur.
"Kenapa anda mengikuti ku?"- tanya Kiran sinis.
"Keruangan ku lah memangnya apa?" Jawab Juna santai.
Keduanya masuk keruangan direktur. Juna langsung duduk dimejanya yang dihiasi papan nama hitam keemasaan bertuliskan namanya 'Renjuna Swasmita W'.
Kiran memijat pelipisnya. Dan mulai bersikap profesional dan sopan.
"Baiklah pak direktur ada apakah bapak memanggil saya?" Tutur Kiran sopan.
"Mana dompetku? Kau akan mengembalikannya kan? Atau.." ucap Juna terpotong oleh Kiran.
"Saya akan segera mengembalikannya. Ada ditas saya. Saya tidak tahu anda adalah direktur disini. Maafkan saya." Ucap Kiran
Juna membereskan beberapa berkas sementara Kiran berdiri didepannya.
"Aaa benar aku mendapat banyak laporan atas sikapmu pada sesama karyawan." Jelas Juna
"Jadi saya akan dipecat karna sikap yang buruk bukan kinerja yang buruk? Lagi?" Tanya Kiran sedikit emosi.
"Mmm katakan alasannya kenapa kau bersikap begitu?" Tanya Juna
"Saya memang begini adanya. Saya tidak bisa memulai percakapan hangat dengan oranglain. Saya tidak bisa dekat dengan oranglain. Setiap kali dekat, salah satu dari kami akan terluka entah mereka atau saya yang melukai. Entah disengaja ataupun tidak." Jawab Kiran terlampau datar.
"Mungkin kali ini kamu bisa dekat dengan oranglain. Kamu hanya perlu sedikit membuka dirimu dan jangan terlalu membebani pikiranmu." Ucap Juna.
"Jika anda berada dilapisan es yang tipis apa yang akan anda lakukan saat oranglain mendekat? Mendorong mereka menjauh bukan? Saya memiliki banyak kekhawatiran hanya sesekali berhati-hati. Saya sangat insecure dan mudah marah. Untuk melindungi orang lain dan diri sendiri saya, saya memberikan batasan agar kami tidak terluka." Jelas Kiran
"Tapi.." sanggah Juna kata itu terpotong oleh ucapan Kiran.
"Ketika aku berusaha mendekat dan memberikan segala energi dan sikap baik pada mereka, tapi apa yang mereka lakukan? Mereka mengkhianati, menjelek-jelekan saya dan perlakuan buruk lainnya. Kata kata buruk mereka bersarang dan berputar putar dikepala saya. Bukankah kita punya cara tersendiri untuk melindungi diri?"- sambung Kiran.
"Baiklah kau boleh pergi." Ucap Juna.
————————————-//———————————
Sudah pukul 7 malam tapi bus tidak kunjung datang Kiran duduk dihalte dengan tatapan kosong. Lamunannya buyar kala suara yang ia kenal berteriak kearahnya. Juna menawarinya pulang bersama, tapi Kiran menolaknya. Tapi Juna tidak putus asa dia terus membujuk Kiran untuk pulang bersama. Menaiki mobilnya.
"Ini sudah hampir jam 8 tidak baik di halte sendirian seperti ini kita pulang bersama saja ya?." Pinta Juna
"Tidak mau. Aku mau berjalan kaki saja dan menaiki angkot di depan sana. Sebaiknya anda segera pulang atau mobil yang anda parkirkan sembarangan akan dicuri orang. Dan saya sedang tidak ingin bedebat." Balas Kiran dan meninggalkan Juna disana.
Saat ditengah perjalanan yang sepi dan gelap Kiran dihadang dua preman. Kiran gugup dan ketakutan. Tapi dia tetap terlihat tenang.
"Minggir atau aku akan menghajar kalian." Ucap Kiran dingin. Si preman tertawa terbahak-bahak.
"Beraninya kamuuuu..." sambil melayangkan tangannya untuk menampar Kiran, tapi tangan preman itu tertahan lebih tepatnya ditahan Juna.
"Mukul ko ke cewe situ banci?" Dengan gaya nyolotnya Juna.
Terjadilah adegan action yang cukup sengit tapi kiran hanya menontonnya dengan malas dan ekspresi datar.
Tiba tiba salah satu preman mengeluarkan pisau dan itu berhasil melukai lengan Juna. Kiran yang melihat itu reflek berteriak sangat kencang dan kebetulan ada polisi yang berpatroli dan mendengar teriakan keras kiran mereka pun segera menghampiri sumber suara. Dan terjadilah aksi kejar-kejaran antara petugas dengan dua preman itu.
Kiran menghampiri Juna yang memegangi lengannya.
"Kau tidak apa apa?" Tanya Juna
"Bodoh! Harusnya anda melihat keadaan anda sendiri, biar ku lihat luka anda" lalu kiran melihat luka goresan yang cukup dalam dan panjang.
"Ini pasti sakit dan bisa infeksi kalo tidak segera diobati, ayo ke klinik." Ucap Kiran yang membuat Juna terkekeh gemas.
"Kenapa ketawa? Gara-gara klinik? Ah benar saya lupa bahwa anda adalah pemilik perusahaan besar. Jadi anda mau pergi ke RS saja?" Mendelik kesal
"Tidak usah, luka ini kecil kok diobatin dirumah juga bisa. Yang terpenting kamu tidak apa apa cukup bagiku." Dengan senyum khas Juna.
"Jangan tersenyum! Kau tahu senyummu menjengkelkan." Kiran Merotasikan bola matanya.
"Baiklah mari kerumah ku aku akan mengobatimu, aku tidak suka berhutang budi." Ucap Kiran
"Kenapa kau sangat enggan menerima kebaikan?" Tanya Juna
"Karna kau tahu setiap kali menerima kebaikan atau bantuan dari oranglain itu artinya suatu saat kamu harus melakukan hal yang sama untuknya tidak ada yang benar-benar gratis didunia ini. Dan aku khawatir tidak bisa membayar kebaikan mereka dikelak hari." Jawab Kiran
"Rasanya seperti beban ketika menerima bantuan oranglain. Perasaan tidak enakan yang saya miliki selalu mengganggu saya." Sambungnya.
Mereka pun pergi menuju rumah Kiran.
Kiran menghela nafas panjang. Dia menatap kiri dan kanan akhirnya Bus jam 8 lewat juga, dengan sigap dia memberhentikan bus itu dan menarik tangan Juna untuk menaiki bus.
Hanya ada satu kursi kosong Kiran menyuruh Juna duduk. Juna yang keberatan menolaknya ada sedikit cekcok di bus lalu Kiran mengeluarkan tatapan mautnya. Akhirnya Juna duduk. Sungguh dunia terbalik. Kiran berdiri disampingnya sambil memperhatikan Juna yang asik menatap kedepan.
Yang ditatap sadar "aku tahu aku ganteng kamu jangan segitu terpesonanya dong" ucapnya kepedean Kiran memutar bola matanya malas dan memilih diam walau sebenarnya ingin mites si Juna.
Tiba-tiba bus mengerem mendadak Kiran hampir terpental kedepan kalo saja Juna tidak menarik lengannya dengan sigap alhasil kiran duduk dipangkuan Juna.
"Berat juga ternyata, bilang dong kalo mau dipangku gausah modus mau jatuh segala." Usil Juna sambil terkekeh.
"Padahal jelas-jelas anda yang menarik saya, ah apa anda berniat ingin saya tendang?" Ucap kiran dengan nada sebal.
Kiran berdiri dan memukul tangan Juna. Juna pun meringis kesakitan.
Akhirnya sampai tujuan. Dari halte bus menuju rumah Kiran diperlukan jalan kaki ke gang.
"Kamu tidak takut berjalan digang sepi ini sendirian maksudku lihatlah lampunya saja mati nyala" katanya sambil menyamakan jalannya dengan Kiran
"Emmm sebenarnya aku takut tapi karena harus terbiasa rasanya sepi dan gelap sudah seperti temanku" gumamnya yg masih bisa terdengar oleh Juna.
Heniiing."Ayo masuk biar ku obati setelah itu anda bisa pergi" ucap kiran dingin.
"Woah sungguh aku baru sampai sudah diusir, tuan rumah macam apa kamu ini?" Ucapnya sedikit nggas.
"Silahkan duduk, tunggu biar saya ambil kotak p3k milik saya." Sambil berlalu. Selang beberapa menit kiran datang dan duduk dihadapan Juna.
"Biar saya lihat lengan anda" pinta kiran lalu Juna mengulurkan tangannya.
Kiran membuka lengan kemejanya dan mengobati luka itu dengan telaten "saya akan coba memberikan anda obat merah tapi jika lukanya tidak juga merapat anda harus ke dokter dan dijahit."
Tidak ada respon dari Juna dia malah asik mengamati rumah Kiran. Lalu kiran menekan lukanya Juna "dengar tidak?" Kiran menekankan kata katanya.
Juna hanya mengangguk cengengesan seperti anak SD. Kiran hanya menggeleng tidak percaya.
"Oh iya bagaimana dengan mobil mu?" Tanya Kiran yang baru tersadar mengapa Juna malah mengikutinya naik bus."
"Biarkan saja tidak usah dipikirkan. Oh iya kau bilang tidak suka balas budi kan? Lalu bagaimana balas budi untuk plaster waktu itu?" Tanya Juna.
Kiran menaikan sebelah bibirnya seolah berkata ish. Dia menahan amarahnya dengan menarik nafas.
"Baiklah apa mau anda?" Tanya Kiran acuh
"Jadilah teman ku ya? Aku tidak punya teman." Rengek Juna.
Tapi Juna benar-benar menggemaskan. Kiran sampai tidak bisa berkata-kata.
"Tidak! Saya tidak tertarik." Jawab Kiran datar.
"Ish jahat sekali kau." Ucap Juna sambil memajukan bibirnya.
"Baiklah sampai besok teman." Pamit Juna.
"Tunggu, ini dompetmu." Ucap Kiran sembari memberikan dompet Juna.
"Oh iya terimakasih."
"Cepatlah pergi saya mau tidur. Saya lelah." Usir Kiran. Juna mengangguk kesal sambil berlalu.
Ting! Notifikasi pesan mucul di layar ponsel Juna.
'Kau dimana? Gadis itu berulah lagi! Cepat pulang.'
Juna bergegas pergi dari tempat itu dengan air muka yang panik.