"Aku tidak percaya akan adanya cinta. Kurasa aku sedikit mati rasa. Aku tidak mau membuang emosi dan energi untuk hal semacam itu. Tapi ketika pria itu mewarnai hidupku dan bertaruh segalanya untuk ku, aku tidak keberatan jatuh padanya bahkan jatuh teramat dalam akan cintanya." Kiran
————————————///———————————
Karena teriakan Juna, reflek Kiran berfungsi dengan baik dia menghindar setelah mendengar teriakan Juna. Kiran berjongkok, alhasil batu yang cukup besar itu menghantan kaca halte dengan keras. Sebelum banyak pecahan kaca yang mengenai Kiran, Juna telah sigap melindungi wanita itu dengan tubuhnya.
Pecahan kaca itu mengenai punggung Juna.
"Kau tidak apa apa?" Ucap keduanya berbarengan.
"Darah". -"Apa ini sakit?" Sambung Juna lagi.
Kiran menggeleng saat mengetahui pecahan kacanya menggores pipinya tidak begitu parah.
"Sebaiknya kita pulang. Aku akan mengantarmu pulang." Ucap Juna
Kiran hanya mengangguk, ia sekidit tersentak akan insiden tadi.
Keduanya duduk di halte. Asik berperang dengan isi kepala masing masing.
Bus yang datang membuyarkan lamunan mereka.
Karna ini masih pukul 06.00 sore suasana di bus agak ramai. Tidak ada kursi yang tersedia. Keduanya berdiri dan berpegangan pada pegang yang ada di dalam bus.
Juna memperhatikan Kiran yang kerap menggerakan kakinya karena pegal memakai heels. Terlintas ide untuk membuat wanita itu duduk nyaman di bus.
"Tuan bolehkan anda memberikan kursi anda untuk istri saya? Dia sedang hamil muda." Ucap Juna sopan dan lembut.
Mendengar ucapan itu Kiran membulatkan matanya juga atensi penumpang yang langsung melihat kearah mereka, karna keadaan bus yang memang hening.
Untuk memperkuat sandiwaranya Juna menggenggam tangan Kiran lalu merangkulnya bak sepasang suami istri.
Pria yang dimintainya pun bersedia memberikan kursinya. Dengan hati hati dan dramatis Juna membantu Kiran duduk dikursi penumpang.
Belasan pasang mata memperhatikan keduanya sembari berbisik bisik iri juga seolah menyukai interaksi mereka.
Netra keduanya bertemu seolah sedang berbicara. Juna hanya tersenyum dan menggerak gerakan alisnya, seakan berkata
'Sudahlah duduk saja, aku keren kan' namun Kiran memutar bola matanya malas.
Bus berhenti Kiran bersiap turun di halte ini. Dia sudah berjalan lima langkah keluar bus sendirian. Tapi menyadari hal konyol yang dilakukan Juna ia berbalik.
"Suamiku ayo turun kita sudah sampai tujuan." Ucap Kiran lembut. Yang diajak bicara malah terdiam. Karena tidak direspon akhirnya Kiran menarik lengan Juna sambil tersenyum.
Senyum yang tidak biasanya ia jumpai. Sangat cantik pikir Juna. Keduanya telah berdiri di halte setelah turun tadi.
"Ini bukan pemberhentian rumah mu." Ujar Juna mengerutkan dahinya.
"Kita akan pergi kemana?" Tanya Juna
"Bertemu saudara dan saudari ku, mau ikut?" Ujar Kiran yang diangguki Oleh Juna.
Papan nama kusam itu bertuliskan 'panti asuhan marigold' bangunan bercat kuning pastel memudar itu tampak lusuh dan tak terawat.
Grep Juna menahan tangan Kiran yang hendak membuka pagar panti.
Kiran menatap Juna sembari menaikan alisnya.
"Ikut aku dulu." Ucap Juna sambil menarik tangan Kiran menuju suatu tempat.
Disini lah mereka di supermarket yang tak jauh dari panti. Keduanya berjalan beriringan sembari mendorong kereta belanjaan.
"Hanya saja aku berfikir tidak pantas mengunjungi oranglain tanpa buah tangan." Ujar Juna sambil matanya yang beredar mencari sesuatu.
"Tapi aku sudah membawa cookies di paper bag yang aku bawa, ini hanya akan merepotkan mu." Ucap Kiran tidak enak.
"Tidak apa apa aku senang melakukannya. Ayo pilih makanan dan beberapa perlatan sekolah." Ucap Juna.
Keduanya telah selesai berbelanja tak sedikit yang memperhatikan tingkah mereka yang terlihat seperti pasangan serasi. Kemudian mereka kembali menuju panti.
Mereka di sambut dengan ramah oleh pengurus dan penghuni panti disana.
Penghuni disini tidak terlalu banyak, bisa terhitung jari. Mereka semua berlari kearah Kiran dan memeluknya.
"Waaah kak Kiran membawa pacarnya kesini."-"pacarnya sangat tampan dan membawa banyak hadiah. Terimakasih kaka kaka." Ucap salah seorang anak panti.
Kiran hanya tersenyum kikuk dan mulai mengalihkan pembicaraan sekedar basa basi dengan pengurus panti.
Juna melihat sisi lain lagi dari Kiran dia lebih periang dan sangat ramah juga kekanak kanakan berbeda sekali dengan ia temui di kantor dingin dan sombong.
Keduanya asik bermain dengan anak anak panti. Sesekali keduanya saling mencuri curi pandang. Kiran tertawa lepas saat anak anak berebutan minta di gendong oleh Juna.
Keseruan dan kehebohan tak terelakan.
Jam menunjukkan pukul 7 malam. Sementara Juna menemani anak anak belajar, Kiran membantu pengurus panti menyiapkan makan malam.
Juna memutuskan pergi ke kamar kecil dan meminta pengurus lainnya menjaga anak anak. Setelah keluar dari toilet. Ia terkejut dengan kehadiran ketua pengurus.
Keduanya mulai mengobrol di ruang tamu.
"Kalau saya boleh tahu apakah hubungan anda dengan nak Kiran?" Tanya ketua pengurus itu, bu Sufi.
"Kami rekan kerja, nama saya Juna bu. Lalu bagaimana ibu bisa mengenal Kiran? Apa dia pernah tinggal disini?" Tanya Juna penasaran.
Bu Sufi menceritakan awal mula bertemu dengan Kiran sekitar sebulan yang lalu. Saat itu salah satu anak panti ditabrak lari. Tidak ada yang mau menolong anak lusuh seperti pengemis, namun Kiran menolongnya, membawanya ke rumah sakit dan membawa pulang ke panti.
Keadaan anak itu memang tidak terlalu parah. Begitu sampai di panti Kiran mulai marah dia bilang jika tidak bisa mengurus anak lebih baik diberikan kepada yang sanggup mengurus. Mukanya terlihat dingin menusuk.
"Mungkin Kiran terlihat jahat dan sombong tapi sebenarnya dia orang yang baik hanya saja sepertinya dia mengalami masalah yang berat hingga membuatnya seperti itu, saya harap nak Juna bisa menjadi penyembuhnya." Ucap bu Sufi.
"Apa ibu tau apa yang membuatnya seperti itu ?" Tanya Juna lagi.
"Saya tidak tahu, nak Kiran bukan tipe orang yang mudah berbagi kesulitannya. Tugas mu untuk mencari tahu. Satu yang pasti sepertinya nak Kiran nyaman berada di sekitar mu."-"oh iya saya tinggal dulu ya." Pamit bu Sufi.
Makan malam siap tersaji. Semuanya makan dengan khidmat setelah itu keduanya berpamitan pulang.
Keduanya duduk di halte bus sesekali tawa nyaring Kiran terdengar saat Juna melontarkan kalimat kalimat random.
"Tau ga kenapa ikan kembung namanya ikan kembung ?" Tanya Juna Dan Kiran hanya menggeleng.
"Karena kebanyakan minum air." Ujar Juna sambil tertawa, yang sebenarnya benar benar tidak jelas tapi karena itulah tawa Kiran pecah.
"Katanya gak boleh makan mie kuah pakai garpu." Ucap Juna serius.
"Kenapa ? Mitos kali ya?" Tanya Kiran
"Karena kuahnya gak ke ambil kalo pake garpu." Lagi lagi pernyataan random meluncur begitu saja.
Angin malam bertiup dengan kencang, menerbangkan rambut panjang Kiran menjadi berantakan. Keduanya tertawa melihat penampakkan Kiran bak hantu itu. Tanpa sadar Juna merapihkan rambut Kiran dan menatapnya dengan hangat.
Jantung Kiran berdegup kencang melihat sosok dihadapannya yang tiba tiba datang dan mewarnai harinya. Kedua mata mereka bertemu beberapa detik seolah dunia terhenti.
"Hmmm... ke kenapa bus belum juga datang ya ?" Ujar Kiran memecah kecanggungan tadi.
Dan malam semakin malam namun bus tak kunjung datang.
"Apa sebaiknya aku jalan kaki saja sepertinya sulit mendapatkan bus atau kendaraan umum di daerah ini, kita tahu itu." Ucap Kiran disertai senyuman kecil.
"Tunggu dulu, aku akan menelpon orang rumahku untuk membawakan mobil untuk kita." Ujar Juna.
Selang beberapa menit mobil hitam menepi tepat didepan mereka.
Kaca mobil turun perlahan. Menampakkan seorang supir dengan pakaian serba hitam.
"KAMU!" sentak Kiran terkejut dan pria itu juga tak kalah terkejutnya.