"Di dunia ku yang begitu gelap aku merasa sendirian. Aku terus menundukkan kepalaku dan mengabaikan segalanya. Sampai akhirnya aku mulai menatap ke atas melihat setitik cahaya terang dan mulai meraihnya. Cahaya itu semakin terang tapi aku mulai ketakutan harus kah aku meraih nya lebih dekat atau membuat dinding untuk menghadangnya?"-Kiran
—————————////——————————————
Seseorang meraih tangannya ia semakin meronta ketakutan.
"Hei hei ini aku Juna. Kiran lihatlah, buka matamu! Kau aman sekarang! Kau akan baik baik saja." Ucap Juna sembari memeluk Kiran.
"Juna... dia akan membunuh ku! Pria iii tuuu gii giii emas dengan pisau." Ucap Kiran terbata bata dan tak lama kesadarannya menghilang.
Kesadarannya mulai kembali. Matanya membulat sempurna saat menyadari ruangan yang sedang dia tempati bukan kamarnya.
Menyadari tangannya Di genggam seseorang atensinya beralih ke tangannya. Juna. Ia pria itu tidur terduduk di kursi tepat di sebelah ranjang Kiran sembari menggenggam erat tangan Kiran.
"Juna!" Pekiknya lalu ia mulai memeriksa tubuhnya dibalik selimut, alangkah terkejutnya ia saat pakaiannya telah berganti.
"JUNA!" Pekik Kiran sambil memukul bahu Juna. Juna terbangun sambil meringis
"Apasi?" Balas Juna yang belum sadar sepenuhnya.
"Kamu! Beraninya kamu! Brengsek kamu Jun!" Teriak Kiran yang berhasil membangunkan Juna sepenuhnya.
Juna berdiri dan menatap Kiran seolah berkata apa.
"Apa yang telah kamu lakukan padaku?" Tanya Kiran sedikit emosi.
"Aku tidak..." ucapan Juna terpotong saat dua pembantunya menghampiri mereka.
"Nona dan Tuan bisa turun kebawah untuk sarapan" Ucap bibi paruh baya itu.
"Ini sudah pagi?" Tanya Kiran dengan nada terkejut.
Kedua pembantu itu mengangguk.
"Oh iya nona maaf lancang tadi saya mendengar nona berteriak, saya hanya ingin meluruskan saja. Bukan tuan Juna yang mengganti pakaian anda tapi saya. Karena semalam anda basah kuyup jadi tuan memerintah saya mengganti pakaian nona." Jelas pembantu itu.
"Benarkah.?" Tanya Kiran menyelidik
"Iya kalau nona masih tidak percaya, nona bisa mengeceknya di cctv. Kamar ini memiliki cctv disana." Jawab pembantu itu sambil menunjuk cctv disudut kamar.
Kiran mengangguk paham kemudian kedua pembantu itu pergi.
"Kenapa ada cctv dikamar ini?" Tanya Kiran
"Ini kamar tamu hanya berjaga saja." Jawab Juna
"Kau pikir tamu itu kriminal ? ini sedikit mengerikan tidak ada privasi tau." Ucap Kiran protes.
"Lagi pula tidak ada pernah ada tamu yang menginap kau orang pertama Kiran." Jawab Juna sambil mengulurkan tanganya.
"Ayok sarapan." Sambung Juna.
Di meja makan begitu hening dan canggung. Pasalnya sudah lama sekali Kiran makan bersama oranglain apalagi dikelilingi pembantu dan chef khusus keluarga yang siap sedia memenuhi kebutuhan mereka.
"Kemana keluarga mu?" Tanya Kiran memecah keheningan.
"Ada pekerjaan di luar negeri, minggu depan mereka baru kembali." Jawab Juna.
Kiran hanya mengangguk.
"Ayo kita pergi bekerja" ajak Juna
Kiran hanya merenyitkan dahinya.
"Sepertinya aku tidak bisa bekerja." Ucap Kiran menolak ajakan Juna.
"Kenapa?" Tanya Juna
"Baju kantor ku mana?" Jawab Kiran dengan ekspresi menggemaskan. Membuat tangan Juna terulur hampir mencubit kedua pipi Kiran.
"Aaa itu aku sudah menyiapkannya, pergilah berganti pakaian di kamar khusus pakaian dan ambil tasmu dikamar tamu. Aku akan menunggu di mobil." Ucap Juna yang diangguki oleh Kiran.
Tak lama Kiran kembali dengan pakaian kantor yang terlihat cantik dan cocok untuknya warna cream dengan sepatu hak yang senada.
Kiran masuk ke mobil Juna.
"Apa aku terlihat aneh?" Tanya Kiran yang sadar akan ekspresi Juna.
Juna menggeleng cepat. Lalu Kiran mulai mengikat rambutnya. Begitu cantik dimata Juna.
"Aku tidak pernah mengikat rambutku ke kantor, apakah aku harus mengikatnya?" Tanya Kiran
Juna yang hendak menyetir menghentikan kegiatannya dan menarik ikat rambut yang telah terpasang manis dikepala Kiran.
"Jangan di ikat digerai saja." Ucap Juna tergagap. Kiran mengerti tidak bagus jika mengekspos leher jenjangnya.
Tiba tiba saja Kiran membetulkan dasi yang dipakai Juna yang terlihat miring.
"Memakai dasi saja tidak bisa." Cibir Kiran.
Juna hanya terdiam memerhatikan setiap inci wajah wanita didepan nya itu.
Cantik begitulah yang dia gumamkan.
"Apa?" Tanya Kiran yang sedikit mendengar gumam an Juna.
"Tidak. Aku akan menyetir sekarang." Gugupnya.
————————————//———————————
Siang ini para karyawan tengah asik menikmati makan siangnya. Kiran yang terbiasa makan sendirian di pojok kafetaria kantor juga sedang menyantap makan siangnya sambil menatap keluar jendela disampingnya.
Tiba tiba terdengar gaduh di kafetaria tapi pandangan nya tidak beranjak juga. Sampai suara pria yang amat ia kenal menyapanya.
"Apakah saya boleh makan disini?" Tanya Juna formal. Professionalisme di kantor adalah hal yang utama.
Kiran hanya mengangguk. Keduanya makan dengan tenang sembari sesekali melempar senyum dan berbincang bincang. Sementara yang lain sibuk mencibir dan menggosipkan hal buruk tentang Kiran.
"Hai Juna! Kangen deh di cariin dari tadi juga." Sapa seorang perempuan blonde yang cantik sambil memeluk Juna dari samping.
"Uhuk" Juna sedikit tersedak dengan perlakuan yang wanita itu berikan.
Wanita blonde itu duduk disamping Juna lalu memberikan pria itu minuman.
"Apa yang membawa mu kesini Jessica?" Tanya Juna
Jessica cemberut lalu memukul manja lengan Juna.
"Masa temen kecilnya dateng ngga boleh sih?" Rengek Jessica. Juna hanya mengangguk saja.
"Kalau begitu permisi pak bu." Ucap Kiran berpamitan sembari berlalu pergi dengan wajah datarnya.
Jam menunjukkan pukul 5 sore. Pegawai berangsur angsur meninggalkan kantor. Usai rapat dengan kepala tim diruangan Juna. Kiran bergegas keruangannya dan membereskan barang-barangnya untuk segera pulang.
"Awww" teriak kiran pelan saat tangannya menyentuh benda tajam di dalam laci meja kerjanya. Lalu ia menarik lacinya dan melihat apa benda yang tajam itu.
Ia terkejut saat dilihatnya pecahan kaca dengan secarik kertas disana.
'Kau harus bertanggung jawab atas segalanya! Nyawa dibayar nyawa!'
Tulisan berwarna merah itu adalah ancaman yang menakutkan.
Kiran tidak habis pikir mengapa hal ini terjadi padanya semenjak ia pindah ke daerah ini. Hal-hal buruk terus mengintainya.
Dibersihkan lacinya dan disimpan kertas itu olehnya. Kiran mengambil selembar tissue dan membungkus jari-jarinya yang terluka dan terus meneteskan darah.
Ia keluar dari gedung kantornya dengan was-was dan kebingungan. Entah kesalahan apa yang telah ia perbuat. Ia bahkan tidak pernah membunuh orang bagaimana bisa mengganti nyawa oranglain? Ia tak habis pikir dengan semua ini.
Bruk! Karna jalan melamun ia tidak sengaja menabrak seseorang hingga kopi yang dibawa pria itu tumpah di pakaiannya.
"Maafkan saya. Saya tidak sengaja. Saya akan ganti biaya penatunya." Ucap Kiran
"Tidak apa-apa. Tidak usah. Lagi pula anda tidak sengaja kan?" Balas pria yang ditabraknya.
"Saya tidak suka berhutang budi. Ini ambilah uang untuk penatunya." Kekeh Kiran sambil mengeluarka beberapa lembar uang.
"Tidak usah, tapi jika anda memaksa ini ambil lah kartu nama saya. Hubungi saya lalu saya akan beritahu jika saya membutuhkan bantuan. Apa boleh?" Tanya pria itu sopan
"Apakah anda bekerja disini?" Tanya pria itu lagi. Kiran hanya mengangguk.
"Baiklah sampai jumpa lagi." Ucap pria itu lagi sambil tersenyum.
——————————//————————————
Dihalte tampak sepi sepertinya bus juga tidak akan datang mengingat hari sudah hampir gelap. Kiran tertinggal bus terakhir. Hujan rintik turun kebumi seolah tidak peduli dengan keadaan sekelilingnya dan dirinya sendiri ia terus berjalan menyusuri jalan setapak.
Hingga akhirnya Kiran sedikit tersentak kala sepatu hal tinggi yang ia kenakan patah. Ia oleng ke samping beruntung dengan sigap Juna menangkapnya. Entah sejak kapan pria itu membuntuti Kiran.
Tanpa aba aba Juna menggendong Kiran dengan ala pengantin ke mobilnya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Hening. Tidak ada pembicaraan antara keduanya.
Mobil behenti tepat di depan toko sepatu milik keluarga Juna.
"Ayok turun. Tidak biar aku gendong saja lagi" titah Juna
"Aku sedang tidak ingin berbelania." Tolak Kiran malas.
Lagi lagi Juna menggendong paksa Kiran. Yang di gendong hanya terkejut tanpa perlawanan.
Di dudukan nya wanita itu di kursi yang tersedia. Beberapa pelayan toko menghampiri mereka berdua.
"Tunggu disini." Ucap Juna
"Apa yang tuan muda butuhkan?" Tanya salah satu pelayan itu.
"Tidak usah biar aku saja." Tolak Juna berlalu sebelum akhirnya berbalik dan memerintahkan pelayan toko untuk mengambil kotak p3k.
Selang beberapa menit Juna kembali dengan sepasang sepatu beludru warna kuning yang indah.
Juna berjongkok di hadapan Kiran bak pangeran yang hendak memasangkan sepatu kaca. Juna melepas sepatu hak tinggi pada kaki Kiran. Terlihat banyak goresan dan luka yang semakin parah akibat sepatu itu pada kaki Kiran.
"Terakhir kali aku memberikan mu sepatu flat, kenapa tidak dipakai ?" Tanya Juna yang masih fokus membersihkan dan mengobati kaki Kiran. Kiran berdiam diri sambil menatap lamat lamat pria yang ada didepannya itu. Tampan dan baik begitu kira-kira yang terlintas dipikirannya.
"Awww." Ringis Kiran. Juna menatap Kiran sebentar lalu kembali dengan aktivitasnya.
Kini Juna mengobatinya dengan lebih pelan.
Setelah memperban kaki Kiran kini dipasangkannya sepatu itu padanya.
"Kau tahu kita harus pakai sepatu hak tinggi hitam kalau bekerja iyakan? Itu aturannya." Jawab Kiran
"Kenapa tidak membeli yang lebih nyaman?" Tanya Juna
"Kau tahu sepatu yang seperti itu sangat mahal, ada hal yang lebih penting dari itu dalam hidup ku. Alih alih membeli sepatu mahal aku harus membiayai beberapa hal." Jelas Kiran.
"Pesanan ku kemarin sudah ada?" Tanya Juna pada pelayan toko. Wanita yang ditanyai pun mengangguk lalu bergegas pergi membawa pesanan Juna.
Tak butuh waktu lama wanita itu kembali dengan tas kertas yang cantik ditangannya. Lalu menyerahkannya pada Juna.
"Ambil ini." Ucap Juna
"Apa ini? Tapi apapun ini Terima kasih ya Juna." Ucap Kiran lalu mengambilnya sambil tersenyum.
Kiran mengintip isinya itu sebuah kotak sepatu dengan note di kotaknya 'ini adalah sepatu yang cocok untukmu. Nyaman dan lembut dibuat khusus untuk mu dengan ukuran mu sendiri. Ukuran Kiran, bukan ukuran umumnya.'
"Bagaimana kau tahu ukuran kaki ku?" Tanya Kiran penasaran
"Rahasia" Jawab Juna menyebalkan yang kemudia Kiran memajukan bibirnya kesal dan terlihat menggemaskan bagi Juna, lalu pria itu hanya terkekeh.
"Aku bisa berjalan sendiri. Sekarang sudah tidak sakit." Ucap Kiran. Namun Juna tetap laj Juna ia keras kepala tidak mau mendengarkan Kiran. Di gendongnya lagi wanita itu lalu keduanya kembali menuju kediaman masing-masing.
———————————//————————————
Keesokan harinya hari ini Kiran membawa makanan yang telah ia buat pagi ini. Niatnya untuk makan siang bersama Juna.
Ia menaiki lift menuju ruangan Juna. Disana tidak ada sekertaris Juna, seperti biasanya dia tidak pernah sekali pun bertemu dengan entah itu sekertaris ataupun asisten Juna.
Lalu ia memutuskan masuk kedalam tanpa mengetuk pintu, niatnya untuk mengejutkan pria itu sekaligus berterimakasih untuk yang kemarin.
Ia membuka pintu perlahan, pintu terbuka sedikit. Ia sedikit terkejut saat melihat Juna yang sedang asik melahap makan siangnya sambil bercanda ria dengan Jessica.
Aneh, tapi rasanya hati Kiran begitu sakit melihat kebersamaan mereka. Padahal ia tidak punya hak apa-apa dan status apa-apa.
Lalu dengan lemah ia menutup kembali pintu itu mengurungkan niatnya untuk masuk kesana.
Ia akan makan di tempat favorite nya. Biasanya jika ia membawa makanan ia selalu makan di tangga menuju keruangannya. Tangga-tangga itu selalu sepi. Ia sangat suka disana. Karna ia benar-benar tidak punya teman.
Ia menuruni tangga sambil melamun dengan perasaan yang aneh. Saat berada di anak tangga ketiga tiba tiba saja ia terkejut saat ada tangan yang menahan langkah kakinya.
"Apa gedung ini berhantu? Kenapa jadi horror begini?" Ucap Kiran pelan sambil menutup matanya. Lalu ia mulai berhitung untuk memberanikan diri membuka matanya.
1.....2...3....