"Dan sebuah kebohongan jika aku tidak jatuh pada pesona mu, tapi goresan takdir berkata lain. Seperti dunia tidak mengizinkan kita."-Juna
—————————-///———————————
Kaca mobil turun perlahan. Menampakkan seorang supir dengan pakaian serba hitam.
"KAMU!" sentak Kiran terkejut dan pria itu juga tak kalah terkejutnya.
Juna merenyitkan dahinya. "Kalian saling mengenal?" Tanya Juna
"Tidak." Ucap keduanya bersamaan.
"Aku lebih baik pulang sendirian dari pada dengan penjahat sepertinya." Ucap Kiran kesal.
"Ada apa sebenarnya jelaskan dulu." Ucap Juna yang kebingungan.
Beberapa waktu lalu pria itu yang tak lain adalah sopir keluarga Juna datang ke rumah Kiran dan tiba tiba saja menarik rambutnya hingga beberapa helai copot. Jelas saja wanita itu syok dan kesal dibuatnya.
Kiran melangkahkan kakinya pergi sebelum akhirnya tangannya diraih oleh Juna.
"Tunggu sebentar." Final Juna.
"Gani!" Panggil Juna pada supir pribadinya.
Gani keluar dari mobil menghampiri tuannya.
"Iya tuan muda?" Sahut Gani
"Minta maaflah pada wanita ini." Titah Juna
"Saya minta maaf nona, saya membuat kesalahan dan menakuti nona. Saya reflek terkejut melihat anda datang memakai kemeja putih jadi saya menarik rambut anda dan berlari begitu saja." Dalih Gani
Kiran terdiam sejenak hingga akhirnya mau memaafkan Gani dan setuju diantarkan pulang.
Sepanjang perjalan hening karena Kiran yang tertidur kearah jendela. Menyadari hal itu Juna mengarahkan kepala Kiran untuk bersandar dibahunya. Ia menatap wajah damai wanita itu dengan hangat.
"Kenapa kamu melakukan itu ?" Tanya Juna pada supirnya itu.
"Apa? Saya tidak melakukan apa apa." Jawab Gani santai.
"Menarik rambutnya. Aku tahu itu disengaja. Apa ini ulah papa?" Tanya Juna mengintimidasi.
Gani terdiam seolah enggan menjawab pertanyaan itu.
"Baiklah kalau kamu tidak mau memberitahu ku. Biar aku mencari tahu sendiri kebenarannya." Ucap Juna.
Sudah 20 menit mobil terparkir di samping gang jalan menuju rumah Kiran. Akhirnya wanita itu terbangun.
"Apa kita sudah sampai?" Ucapnya dengan masih mengantuk. Perlahan membuka mata dan dugh!
"Awww" Ucap keduanya. Kiran terkejut saat menyadari kepalanya bersandar pada bahu Juna dan tepat saat ia bertanya, wajahnya dan wajah Juna begitu dekat. Sehingga benturan antara kepala dan dagu itu tak terelakan.
Merasa bersalah Kiran langsung memeriksa keadaan dagu Juna takut kalau berdarah pasti itu sangat menyakitkan.
Melihat adegan drama romantis itu membuat Gani sang supir berdehem agak kencang.
"Ekhem." Ujar Gani.
Keduanya tersadar lalu sibuk dengan dirinya masing masing.
"Kalau begitu saya pamit pulang. Terimakasih pak Juna dan pak Gani." Ucap Kiran sopan.
Keduanya mengangguk.
Setengah perjalanan Kiran merasakan hawa tidak enak. Ini benar benar malam yang menyeramkan baginya jam 10 malam berjalan di gang gelap dan sepi.
Yang sangat ia takutkan bukanlah hantu, melainkan manusia. Iya manusia bisa sangat lebih menyeramkan di bandingkan dengan makhluk gaib. Mereka bisa benar benar membunuhmu entah itu dengan perbuatan maupun perkataan.
Tiba-tiba saja, puk! Ada yang menepuk bahu Kiran. Reflek ia berteriak kencang.
"Aaaaa" teriaknya sambil mendorong kencang sosok yang menepuk bahunya itu, dan membuat sosok itu terjungkal.
"Awww sakit tahu!" Ringis sosok itu.
Karena gelap Kiran menyalakan lampu handphonenya.
"Aduh silau tahu!" Lagi lagi keluh sosok itu.
"Juna!" Pekik Kiran
"Ngapain?" Sambungnya lagi.
"Bantuin dulu dong sakit nih pantat aku kamu dorong sampai terjungkal." Keluhnya lagi
Kiran lalu membantu Juna berdiri.
"Aku ingin mengantarmu sampai rumah dengan selamat. Lihatlah jalan ini begitu gelap dan menyeramkan." Ucap Juna sambil menatap sekeliling.
"Jalanmu sangat cepat, melelahkan." Gerutunya
"Kenapa sangat gelap ya? Harusnya ada lampu jalan disini." Ocehnya lagi.
"Tidak berfungsi tuh sepertinya." Ujar Kiran yang juga menatap sekeliling.
Keduanya berjalan beriringan hingga sampai ke rumah Kiran.
——————————//————————————
Keesokan harinya pada jam kerja Minah menghampiri Kiran dimejanya. Minah memberikan banyak data yang harus di input manual pada Kiran. Sebenarnya ini tidak adil. Tapi Kiran malas berdebat dan ia berfikir karena ia masih baru jadi tidak apa apa.
Bahkan jam makan siang telah berlalu. Dia masih berkutat dimejanya. Ruanganya yang awalnya ramai dengan dengan cekikikan tim kerjanya berubah hening seketika.
Merasa namanya terpanggil Kiran menoleh kesumber suara. Di dapatinya pria yang menurutnya menyebalkan.
"Ayo ikut keruangan saya." Perintah Juna sang direktur muda itu. Tanpa berlama-lama Kiran mulai mengikuti Juna dibelakangnya.
Saat melewati meja Minah, wanita itu menarik lengan Kiran dan memberikan kode seolah ia bertanya kenapa, lalu Kiran hanya menggelengkan kepalanya.
Sesampainya di ruangan Juna. Ia menyodorkan berkas kepada Kiran.
Kiran mengangkat sebelah alisnya tanda tak paham.
"Ini daftar riset untuk produk sepatu baru kita. Karna sekretaris ku sedang berhalangan. Dan kau teman ku, aku meminta mu untuk menemani ku ke offline store untuk meneliti produk dan mendapatkan ide untuk produk baru. Oke?" Jelas Juna.
Kiran menghela nafas panjang dan mengangguk. Keduanya turun menuju basement parkiran.
Sesampainya diparkiran keduanya masuk ke mobil Juna.
"Apa kau pikir aku ini supir mu? Duduk didepan." Ucap Juna sedikit kesal. Sementara Kiran hanya terkekeh kecil.
Saat diperjalanan perut keduanya berbunyi. Keduanya melewatkan makan siang mereka.
Keduanya tertawa.
"Buku-buku jari mu memerah, ini pegang kaleng kopi dingin ku untuk meredakan bengkaknya." Ucap Juna sambil memberikan kaleng kopi miliknya dan Kiran mengambilnya.
Kiiiiittttt!!! Mobil mengerem mendadak. Dengan sigap Juna menahan kepala Kiran agar tidak terhantuk kedepan.
Juna menggerutu kesal. Entah apa yang menyebabkan mobil didepannya berhenti mendadak.
"Macetnya akan lama mungkin 20-30 menitan. Terjadi kecelakaan didepan sana. Kita tidak bisa memutar arah kita benar-benar terjebak." Ucap Juna sambil memainkan ponselnya.
"Apakah aku boleh makan di mobil mu?" Tanya Kiran disela sela kemacetan panjang.
"Lucunya" gumam Juna.
"Hah?" Tanya Kiran karna tidak jelas yang ia dengar.
"Kau boleh makan disini, kita kan teman jangan sungkan." Jawab Juna santai dan mulai bersandar malas pada kursi kemudinya.
Kiran mengeluarkan roti dan susu coklat yang ia beli tadi pagi.
Lagi-lagi perut Juna berbunyi. Sang empu perut sudah misuh menggerutu dalam hati. Memalukan batinnya. Sambil menutup matanya dengan posisi yang sama bersandar pasrah dikursi kemudi.
"Buka mulut mu." Perintah Kiran. Juna hanya menurut saja tanpa membuka matanya. Disuapinya roti untuk Juna. Yang disuapi membuka matanya dan mulai mengunyah roti itu.
"Ini ambil rotinya, makan sendiri. Maaf tadi aku reflek menyuapi mu. Saya pasti sudah kehilangan akal saya sejanak. Maafkan aku." Ucap Kiran canggung.
"Ini karena kebiasaan ku terhadap adik adik panti. Dan anggap saja ini sebagai balas budi untuk kaleng kopi ini" Sambungnya lagi berusaha tidak canggung.
"Tak bisa kah kau menyuapiku lagi? Ah tanganku sakit sekali menyetir satu jam ditambah sekarang macet." Melasnya.
"Modus!" Celetuk Kiran.
———————————-///———————————
Setelah melewati macet itu. Akhirnya mereka sampai di toko utama.
pegawai disana menyambut keduanya dengan ramah.
Kemudian tak lupa sambutan hangat dan sedikit penjelasan dari sang manajer toko telah diberikan. Kini keduanya tengah berkeliling menyusuri setiap etalase sepatu dan sejenisnya.
Kemudia keduanya duduk di sofa pelanggan belakang setelah selesai mengamati produk.
"Apa kau mendapat ide setelah melihat-lihat sepatu?" Tanya Juna.
"Tidak ada, hanya saja aku berfikir untuk membuat sepatu yang nyaman dan pas untuk orang yang memiliki kaki yang pendek dan lebar. Maksudku bentuk sepatu seringkali mengikuti ukuran kaki sempura jenjang pada umumnya. Apalagi heels, aku harap ada heels yang dapat menyesuaikan untuk bentuk kaki yang melebar dan pendek. Itu akan menjadi inovasi yang baru." Jawab Kiran.
"Aku akan mempertimbangkan ide itu." Ucap Juna sambil berdiri.
"Tunggu disini aku akan segera kembali." Sambungnya lagi, dan diangguki oleh Kiran.
Tak lama Juna datang menghampiri Kiran. Berjongkok dihadapannya. Dan mulai memakaikan sepatu flat padanya. Berwarna putih tulang dengan hiasan dua mutiara didepannya sangat cantik dan pas di kaki Kiran.
"Pakai ini saja agar nyaman. Setelah berkeliling dan bekerja pakai heels pasti melelahkan. Jadi pakai ini ya?"Pinta Juna
"Memakai heels adalah bentuk profesionalisme dalam bekerja, aku tidak boleh mengabaikannya tau." Tutur Kiran
"Tidak apa apa pakai saja kalau bersamaku. Aku ingin kau merasa nyaman saat bersamaku." Timpal Juna.
Kiran hanya mengangguk seperti anak kecil yang menggemaskan dimata Juna.
Juna menggelengkan kepalanya cepat.
Suara gaduh terdengar di etalase depan, seorang pelanggan memarahi pegawai toko.
Kiran menghampiri keduanya tepat saat si pelanggan akan menampar pegawai itu.
"Saya bisa melaporkan anda balik atas kekerasan dan perbuatan tidak menyenangkan." Ucap Kiran dingin sambil menghempas tangan pelanggan wanita yang sombong itu.
"Siapa kamu hah? Berani-beraninya sama saya. Saya ini pelanggan VVIP disini tau! Dan pegawai rendahan ini telah menuduh saya mencuri. Huh bagaimana mungkin orang kaya raya seperti saya melakukan itu." Celotehnya.
"Baik saya mengerti perasaan anda. Tapi saya juga memperhatikan bahwa pegawai kami menegur anda dengan sopan dan telah meminta maaf. Tapi yang anda lakukan malah merendahkannya, ingin membuatnya dipecat dan menyuruhnya berlutut. Itu kertelaluan." Jelas Kiran datar.
"Pegawai seperti kami mungkin miskin tapi kami juga punya harga diri dan berjuang keras untuk hidup. Saya rasa jika anda benar benar bermoral anda akan menyikapi masalah ini dengan bijaksana. Baiklah disini pegawai lainnya memiliki bukti bahwa anda mencuri."sambung Kiran lagi.
Lalu seorang pegawai yang merekam kejadian pencurian itu menghampiri mereka dan memberikan buktinya. Sang pelanggan itu merasa malu dan meminta maaf kepada pegawai yang ia rendahkan itu.
"Sebaiknya anda cuci muka dan merenungi perbuatan anda nyonya." Sarkas Kiran pada wanita sombong itu.
"Sebaiknya anda segera memasang cctv pak direktur." Bisik Kiran sedikit mengejek. Kantor penjualan ini terbilang baru jadi masih banyak yang harus dipersiapkan.
'Dia luar biasa' gumam Juna.
Kemudian keduanya bergegas kembali ke kantor. Karna pekerjaan telah usai.
———————————//————————————
Mereka kembali ke kantor untuk mengambil barang mereka sebelum akhirnya pulang kerumah masing masing.
Keadaan kantor mulai sepi. Bahkan di ruangan Kiran pun tak ada lagi orang. Setelah memasukan barang-barangnya ke dalam tas serta merapikan meja kerjanya Kiran bergegas pulang.
Tak! Tanpa sengaja kaki Kiran menendang cup coffe yang terisi penuh kopi hitam. Yang entah sejak kapan berada di tengah jalan yang tengah ia lewati.
Kopi itu mengotori pakaian Kiran, mau tidak mau ia harus ke toilet terlebih dahulu.
Hembusan nafas kasar terdengar nyaring darinya. Ia bergegas ke toilet.
Kini Kiran berdiri tepat di depan wastafel, bahkan airnya tidak menyala. Lalu ia masuk ke bilik toilet tengah dan mulai memutar kerannya Itu berhasil
BRAK! Pintu bilik terkunci. Kiran terkejut dan mulai mencoba membuka paksa pintunya.
Nihil tidak terbuka.
"Sial!" Keluhnya sambil mengacak rambutnya.
Ia kembali mencoba membuka pintu dan memukul mukul pintu itu dengan keras.
"Tolong!!! Siapapun tolong buka pintunyaa!!!"
Teriaknya.
Kiran kembali terkejut saat disamping pintu bilik ada cermin dengan tulisan merah darah disana 'JAUHI DIA! DIA MILIK KU! ATAU KAU AKAN MATI!!!!!!!' Tulisan yang tertera dicermin itu.
"Aaa" teriak Kiran berteriak kala lampu toilet ikut padam ditengah krisis yang ia alami.
"Sial sial!!!" Umpatnya lagi.
Tak lama shower menyala sendiri dengan deras membasahi tubuh kiran. Ia tak putus asa. Ia terus membuka pintu bilik dan memukul mukulnya.
Shower berhenti menyala. Terdengar suara suara aneh dari bilik sebelahnya. Ia sedikit ketakutan.
"Aaaaaa" lagi lagi Kiran berteriak saat kepala muncul diatas bilik nya. Ia terduduk dilantai karna terkejut.
Wajahnya menyeringai tampak tak jelas karna gelap.
"Hati hati nona kiran." Ucapnya menyeramkan sambil mengacungkan benda yang mengkilap dikegelapan. Mungkin itu sebilah pisau? Kiran tidak dapat melihatnya dengan jelas.
Kiran menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menangis ketakutan.
BRAK! Pintu bilik terbuka paksa. Kiran lagi lagi berteriak "Jangan membunuhku... tolong..." ucapnya lirih.