Terjadi
Aku mengepalkan tangan berusaha menyembunyikan rasa gugup di hatiku karena tepat tanggal 1 Agustus 2021 aku harus menikah dengan lelaki yang sebenarnya sama sekali tak mencintai diriku atau ingin bersamaku itu semua hanya lantaran lelaki itu menginginkan uangku saja.
Ananta siap meminangku hari ini juga di depan Pendeta. Sesuai dengan kepercayaanku sebagai umat Hindu seorang pemuka agama yang di sebut Pendande memberkati pernikahan kami. Dan semua orang menjadi saksi acara pernikahan kami berdua secara sah di mata Tuhan maupun negara.
Keyakinan kami sama yaitu sama-sama Hindu itu sebabnya tak ada rintangan apapun dalam menyewa Ananta sebagai pacar sewaanku, meski awalnya Ananta menolak keinginanku untuk menikah hanya 11 hari kemudian berpisah namun pada akhirnya Ananta setuju juga karena imbalan yang akan aku berikan sangat fantastis bisa membuat Ananta sangat kaya raya. Mungkin itu sebabnya Ananta pada akhirnya menyetujui rencanaku untuk menikah hanya sebelas hari saja. Meski tanpa cinta sama sekali.
"Kalila kamu senang sekarang kita sudah sah sebagai suami istri?" tanya Ananta padaku sambil menatap dengan sangat bahagia. Seakan ada sorotan mata yang berbeda di perlihatkan oleh Ananta kali ini aku merasa terpana.
Diam sejenak sambil berpikir tentang selanjutnya. Setelah pernikahan akan ada malam pertama entah aku sebagai istri harus melayani Ananta atau justru tetap dengan perjanjian di awal bahwa Ananta dan aku tak boleh saling menyentuh selayaknya suami istri dan aku masih ingat bagaimana Ananta setuju dengan perjanjian itu padaku.
"Awa saja jika Ananta sampai lupa dengan janjinya padaku dan malah menyentuhku di malam pertama." Ungkapku dalam hati.
"Kamu kenapa bengong Kalila? Aku tanya apa kamu senang sekarang kita sudah menikah secara sah? Bukankah ini yang dari dulu kamu mau denganku? Menikah?" tanya Ananta lagi menegaskan padaku.
"Iya, aku tahu ini semua sudah sah! Kita sudah menikah dan apa peduli kamu tentang hubungan kita Ananta?" tanyaku dengan raut wajah memerah karena kesa entah kenapa, emosiku terasa tak karuan.
"Aku hanya bertanya pada kamu Kalila? Jika memang tak suka aku tanya soal pernikahan kita. Oke! Nggak apa-apa aku paham siapa aku di mata kamu. Hanya seorang yang di sewa dan kemudian kita akan berpisah sesuai dengan kesepakatan." Tutur Ananta padaku, tampak juga di raut wajah Ananta terlihat menahan emosi karena sikapku yang judes padanya.
Seharusnya di momen sebahagia ini aku harus bisa menunjukkan sikap senang di depan banyak tamu yang datang bukan sebaliknya malah emosi tak karuan. Aku sangat bingung harus berbicara pada Ananta seperti apa dan bagaimana karena jujur aku membuat sebuah rencana yang sebenarnya akan menghancurkan hidupku sendiri pada waktunya nanti.
"Intinya jangan ajak aku berbicara dulu Ananta, karena aku sangat bingung dengan semua rencana yang sudah aku buat. Mengertilah posisiku ini, sangat menyulitkan sekali." pungkasku pada Ananta dengan raut wajah bingung bercampur gelisah dan tak menentu detakan jantungku.
Tiba-tiba Ananta menggenggam erat tanganku, ia seolah ingin membuat aku tenang dengan kegelisahan yang sedang aku rasakan saat ini. Sorot mata Ananta sangat teduh seketika bara api di hatiku padam dengan melihat tatapan mata Ananta yang seakan ingin mengajakku berteduh sejenak di saat kegelisahan di hatiku semakin memunjak.
"Aku mohon sama kamu Kalila. Jangan buat acara pernikahan kita terkesan sangat buruk ataupun menyedihkan. Aku ingin kita menikmati pernikahan kita dengan baik dan bertahan lama meski kenyataannya suatu saat kamu akan menceraikan diriku sesuai perjanjian kita di awal. Tapi setidaknya sebelum waktuku habis untuk berperan sebagai suami kamu biarkan aku menikmati semua peranku sebagai suami sah kamu Kalila. Please!" tutur Ananta dengan lembut padaku.
Entah mengapa getaran sesuatu yang tak aku mengerti itu apa terjadi. Aku seakan mampu untuk sabar dan menahan emosiku ataupun gelisahku itu. aku dapat sedikit tersenyum pada Ananta dan menarik napas dalam-dalam.
"Terima kasih." Sahutku dengan singkat kemudian fokus pada acara pernikahan kami berdua yang sedang berlangsung.
Aku tak ingin mengecewakan siapapun yang sudah hadir di acara pernikahanku dengan Ananta, aku ingin semuanya turut senang karena setidaknya keinginan dari Papa dan juga Mamaku terwujud.
Sejak aku mengatakan ingin menikah dengan Ananta, Papa dan Mamaku sangat bahagia, raut wajah yang terpancar di sorot mata mereka sangat senang sekali menyambut tamu-tamu yang datang di pernikahan anak semata wayangnya.
Namun seketika aku berpikir keras, jika nanti aku benar-benar bercerai dengan Ananta setelah sebelas hari pernikahan bagaimana dengan ekspresi wajah Papa dan juga Mamaku akankah mereka sanggup mendengar bahwa kenyataannya nanti anak semata wayang mereka bercerai setelah menikah hanya dalam jangaka waktu singkat, hanya 11 hari pernikahan. Mau di taruh di mana wajah Mama dan Papaku menghadapi gunjingan dari tetangga dan juga rekan bisnis mereka.
Sebagai orang terpandang dan juga terkenal sebagai pengusaha kaya raya tak pantas saja jika anak mereka sampai membuat ulah yang memalukan nama keluargaku. Aku yakin nama baik Putra Group akan menjadi korbannya jika aku sampai bercerai dengan Ananta.
Lagi-lagi pikiranku tak terkendali. Aku semakin gelisah dan tak tahu harus melakukan apa dengan semua rencanaku yang bodoh ini. Sekarang aku merasakan bahwa keputusanku untuk menyewa Ananta sebagai suami sementaraku adalah perbuatan yang salah, kini aku terjebak di permainan yang seperti labirin tak ada jalan keluarnya.
"Kalila kamu sangat cantik sekali. Tante senang sekali tahu kabar kalau keponakan Tante yang satu ini akhirnya menikah juga setelah bertahun-tahun lamanya Tante nunggu undangan akhirnya terjadi juga pernikahan kamu Kalila dengan cowok ganteng lagi. Tante kalau masih muda juga mau punya suami ganteng seperti Ananta." Goda Tanteku itu.
"Ah, Tante! Bisa aja kalau godanya. Tenang aja, suami Tante juga ganteng. Nggak kalah sama suaminya Kalila. Makasih ya Tante Rania sudah mau dateng ke acara pernikahan aku." Ucapku dengan menyunggingkan senyum terpaksa.
"Eh, kamu ini bisa juga memuji suami Tante yang pemalas itu. kerjaannya tidur aja dan makan. Coba lihat sekarang Om Rio kamu itu sedang makan lahap banget di pojokan sana. Makanya tubuhnya itu semakin gendut susah terkendali nafsu makannya sekarang. Sampai-sampai Tante Rania sendiri bingung harus menasehati apa lagi sama Om kamu itu Kalila." Pungkas Tanteku dengan sedih.
Tanpa tak langsung Tanteku ini sedang curhat masalah rumah tangganya dengan suaminya yang bernama Om Rio. Aku sangat akrab dengan Tante Rania dan juga Om Rio. Mereka adalah adik sepupu dari Papaku. Mereka juga bekerja di perusahaan milik Papaku yang tak lain adalah Putra Group.
"Aku juga kasihan sama Tante Rania. Tapi ini sudah resiko berumah tangga, jadi aku harap Tante sama Om Rio tetap langgeng ya. Jangan sampai bercerai hanya karena sikap Om Rio yang agak pemalas dan doyan makan." Tuturku menasehati.