vvvvv
Hari Keempat Setelah Pernikahan
"Bik, buatkan aku lontong sayur ya. Pagi ini aku ingin makan lontong sayur." Ucapku pada Bik Inah.
"Non, tumben banget minta bibik masakin lontong sayur. Biasanya juga nggak pernah. Jangan Non Kalila ngidam ya?" sahut Bik Inah, sontak saja aku langsung terkejut saat mendengar ucapan dari Bik Inah.
"Nggak Bik. Aku Cuma pingin aja makan lontong sayur. Masa di kira lagi ngidam. Jangan ngomong sembarangan." Tuturku.
"Tapi kalau ngidam Cuma nggak apa-apa kan Non Kalila. Lagi pula Non Kalila sudah menikah. Pantas saja kalau punya anak." Celoteh Bik Inah yang masih saja menggodaku.
"Bik, aku itu nggak akan mungkin punya anak dari Ananta. Karena sejak awal pernikahan kami hanya sandiwara. Cuma sementara aja nikahnya. Tapi Bik Inah janji ya, jangan bilang sama Papa atau Mama. Kalau antara aku dan Ananta hanya settingan aja." Ucapku menegaskan.
"Iya Non Kalila. Bibik janji nggak akan cerita sama siapapun." Celotehnya padaku sambil mengepal tangannya.
"Oke, kalau begitu aku percaya sama Bik Inah. Tapi aku berharap bisa cepat-cepat berpisah dari Ananta. Karena jujur saja, hatiku sudah tidak nyaman bersama Ananta. Rasanya tak ada kebahagiaan apapun di rumah ini." Tuturku.
"Non Kalila harus sabar ya. Bik Inah ikut doakan yang terbaik untuk Non Kalila. Semoga bisa menemukan pengganti suami yang lebih baik untuk kedepannya." Ucapnya padaku.
"Bik, aku merasa ingin sekali cepat-cepat menuju hari ke-11 supaya bisa bercerai dengan Ananta. Setelah itu aku bisa bebas dari lelaki bajingan seperti Ananta. Dia sudah menyiksa jiwa dan batinku." Pungkasku.
"Non, yang tegar ya! Jangan mudah menyerah. Bibik yakin akan ada orang yang lebih baik untuk Non Kalila. Jangan pernah menyerah." Celotehnya lagi menguatkan aku yang sedang terpuruk.
"Iya Bik. Makasih ya, sudah mau mendengarkan segala keluh kesahku. Mungkin tanpa Bik Inah, aku nggak akan punya kekuatan apapun untuk menghadapi masalah ini." Ujarku.
Namun tiba-tiba suara lelaki sedang memanggilku dari atas kamar.
"Kalila, masuk kemari! Aku membutuhkan kamu di sini."ucap Ananta dari atas kamarku.
Hatiku langsung gemetar di buatnya. Rasanya ingin sekali mengusir lelaki yang tak tahu diri itu dari rumahku. Bahkan beraninya ia masuk ke dalam kamarku. Kira-kira mau ngapain dia ke atas kamarku. Dasar brengsek!
"Tunggu saja akan aku beri pelajaran si Ananta!" gurauku dalam hati.
Aku langsung naik ke atas menuju kamarku di lantai dua. Sampai di sana, si lelaki kurang ajar itu duduk di atas ranjangku. Mengangkat tangannya sedang memanggil diriku untuk menuju arahnya.
"Kesini sayangku!" ucap Ananta yang sontak saja membuat darahku sangat mendidih.
"Kamu ngapain di atas kamarku. Duduk di atas ranjangku dengan gaya kurang ajarmu." Celetukku sedikit memekik.
"Ini rumahku juga Kalila. Bukankah aku sudah menjadi suami sahmu. Jadi apa yang kamu punya adalah punyaku juga, termasuk tubuhmu adalah milik ku. Jadi tidak ada masalah jika aku tidur di atas ranjang kamu ini. Mengapa marah melihatku?" ucapnya sambil mentertawakan diriku yang terbakar api kemarahan.
"Ah, brengsek!" celetukku lagi.
"Aku suka jika kamu marah padaku Kalila. Itu artinya kamu sangat mencintaiku. Tapi bilang saja kamu malu untuk mengatakan perasaan kamu padaku." Ucapnya sambil sedikit terkekeh.
"Jaga ucapan kamu itu Ananta. Aku tidak suka dengan semua yang kamu katakan padaku. Aku yakin bahwa yang sebenarnya kamu hanya sedang mengada-ngada cerita supaya pikiran aku tertekan." Ucapku dengan suara yang tinggi.
"Aku sangat tidak suka jika ada yang menghalangi setiap hasratku padamu Kalila, jadi aku mau kamu di dekatku selalu. Melayani apa yang aku minta. Paham!" ucapnya sambil meledekku dengan tatapannya yang sangat muanfik itu.
"Aku ingin sekarang kamu pergi dari kamarku Ananta, jangan datang lagi ke dalam kamarku. Bisa tidak pergi sekarang. Aku tidak suka jika kamu di sini." Ucapku mengomel padanya.
"Hmm, aku akan pergi dari kamar kamu jika kamu mau melayani aku untuk pagi ini. Aku sudah ingin mendekap kamu lagi Kalila. Sudah berapa hari sejak malam pertama kita yang tertunda itu, aku sangat merindukan sentuhan kamu itu. aroma wangi yang kamu keluarkan dari setiap tetes keringatmu, membuat aku selalu terbayang." Jelasnya padaku sambil menatap tajam ke arahku.
"Tidak sudi! Kamu pikir malam itu aku dengan sudi melayani kamu Ananta! Kamu salah besar jika berpikir aku ingin di sentuh kamu. Bagiku malam itu adalah petaka besar. Aku tidak sudi di sentuh kamu lagi. Cukup malam itu saja dan tidak akan pernah terulang lagi, paham!" hardikku dengan keras.
"Oh, jadi kamu menolak diriku. Tapi aku meminta hakku sebagai suami kamu Kalila, jadi mau tidak mau kamu harus melayani aku sekarang juga." Ungkap Ananta yang langsung menarikku tubuhku ke arahnya dengan kasar.
Tubuh kamu sudah menyatu. Aku tak bisa berkutik dengan dekapan dari Ananta yang sangat kuat. Ia berusaha untuk meminta hakknya lagi padaku. Namun jujur saja aku tak suka dengan caranya yang kasar padaku. Membuat aku sangat muak dengannya.
"Ananta lepaskan aku. Aku bilang jangan sentuh aku. Bisa tidak lepaskan aku sekarang juga. Jika tidak aku akan sangat marah padamu." Tuturku lagi.
"Berapa kali aku harus katakan padamu, jika kau minta hakku sebagai suami kamu, jadi layani saja aku sekarang. Kenapa tidak mengerti dengan ucapanku." Celotehku lagi sambil berusaha melepaskan pelukanku dari Ananta.
Namun Ananta terlalu kuat dengan tenaganya yang super, aku tetap berada di pelukan Ananta. Aku benar-benar tak mampu untuk mengatakan tidak, aku sangat benci di sentuh oleh Ananta. Namun di sisi lain aku ingin sekali merasakan nikmatnya belaian dari suami. Walaupun yang menjadi suamiku adalah lelaki bajingan seperti Ananta yang sangat menyebalkan sekali.
Ananta tak banyak bicara ia langsung membukakan bajuku. Melihat setiap helai tubuhku tanpa pakaian apapun. Ia tak lupa mengikat tanganku agar tak bergerak lebih kuat darinya. Dan Ananta berlari menuju ke arah pintu setelah itu menguncinya dengan cepat.
Aku hanya bisa menangis pasrah saat Ananta mulai menyentuhku dengan tangannya, sentuhan itu membuatku sedikit tenang. Dan perlahan-lahan, aku tak dapat berkata apapun lagi selain pasrah saja. Ananta menindih tubuhku. Mencium bibirku, melumat dengan rakusnya dan meraba-raba bagian sensitifku. Aku hanya bisa mendesah kenikmatan. Namun aku mengelijang hebat. Karena sentuhan itu.
Sesuatu yang tak aku inginkan terjadi dan pagi ini aku melayani Ananta selayaknya suami dan istri untuk kedua kalinya. Jujur saja, aku tak ingin di sentuh oleh Ananta namun keadaan masih membuatku tak berdaya. Berkali-kali Ananta menikmati tubuhku tanpa ampun. Ia menjelajahi setiap senti tubuhku dengan liarnya. Aku hanya bisa pasrah saja.