Pertunangan
"Ananta, ayo sematkan cincin itu pada jari manis Kalila." Ucap Mamaku dengan sangat antusias.
Ananta menoleh dan hanya tersenyum saat Mamaku berkata seperti itu padanya. Aku sangat gugup di saat Ananta akan menyematkan sebuah cincin untukku. Rasanya ini sangat mustahil sekali, tetapi aku sangat senang bisa mendapatkan cincin dari Ananta.
Perasaan yang mulai ingin aku hempaskan dari hatiku. Aku yakin jika Ananta hanya menjalankan tanggung jawabnya sebagai calon suami sandiwara saja. ini hanya kepura-puraan antara aku dan Ananta. Jadi untuk apa kebawa perasaan.
Kalila mencoba menetralkan perasaannya pada Ananta. Rasanya tak mungkin jika Ananta benar-benar ingin menjadi suaminya. Karena Kalila memberikan perjanjian yang luar biasa untuk Ananta sebagai suami palsunya itu. pernikahan yang berlangsung hanya untuk membuat Papa dan juga Mamaku senang. Lain kali jika harus terlahir lagi kedunia Kalila ingin bersama seseorang yang benar-benar mencintainya bukan hanya menginginkan hartanya saja.
Dan tak terasa cincin itu sudah di sematkan di jari manis Kalila. Semua orang bertepuk tangan sangat senang saat aku telah resmi bertunangan dengan Ananta. Rasanya waktu ini cepat sekali berlalunya sehingga aku sudah bertunangan saja dengan Ananta. Lelaki yang aku sewa hanya 11 hari menjadi suamiku kelak.
Sebenarnya aku tak ingin ada acara tunangan segala, karena terasa sangat ribet sekali itu sebabnya aku menginginkan langsung saja menikah tetapi Papa dan juga Mamaku tak setuju jika acara pertunangan tidak ada di langsungkan.
Karena bagi Papa dan juga Mamaku, acara pertunangan perlu di langsungkan sebelum acara pernikahan karena aku anak semata wayang bagi mereka. Momen sekali seumur hidup kata Papa dan juga Mamaku.
Jadi mau tidak mau aku harus menurut untuk melangsungkan acara pertunangan untuk menyenangkan hati kedua orang tuaku meski sebenarnya aku sendiri tak ingin menikah dengan Ananta karena aku tahu bahwa Ananta tak pernah mencintaiku sedikitpun di hatinya. Karena semua yang terjadi hanya bayaran saja, hanya kepura-puraan yang tidak akan pernah di dasarkan oleh rasa mencintai sedikitpun.
Lamunanku mulai terganggu saat suara Ananta berbisik di telingaku "Kalila, kamu ngapain melamun di saat acara pertunangan kita kamu malah melamun seperti itu. kenapa?" tanya Ananta padaku.
"Tidak, aku tidak melamun. Lagi pula untuk apa memikirkan tentang pendapat orang pada hubungan kita yang palsu ini. Kita bertunangan hanya untuk menyenangkan hati Papa dan juga Mamaku saja. Lagi pula aku sendiri tak ingin menikah dengan siapapun, kecuali dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku. Bukan dengan orang yang hanya mau hartaku saja sebagai bayarannya." Celetukku ketus sambil berpaling wajah.
"Jadi, maksud kamu itu! aku ini hanya ingin harta kamu saja sebagai bayaran atas acara pertunangan palsu kita ini. Kalau begitu aku tak meminta bayaran apapun lagi untuk kamu. Aku ikhlas kok menikah sama kamu, walaupun kamu tidak sudi membayar aku sedikitpun. Jika hati kamu merasa sangat keberatan untuk membayarku tidak masalah." Ucap Ananta dengan tenang.
"Sudahlah, jangan bersikap sok pahlawan padaku. Aku tahu jika kamu hanya menginginkan uang dan uang ya kan. Mengaku saja jika memang itu benar. Aku tak keberatan sama sekali untuk membayar kamu jika kamu memang menginginkan uang sebagai bayaran atas kerjasama kita untuk menikahi diriku ini. Aku sadar diri kok siapa aku di mata kamu Ananta." Pungkasku dengan suara gemetar.
"Kamu kenapa sih Kalila? Sedikit saja jangan bersikap arogan padaku. Lagi pula yang menawarkan pernikahan sandiwara padaku itu kan kamu sendiri. Dan yang ingin memberikan aku imbalan itu juga kamu sendiri. Aku tidak pernah meminta apapun dari kamu Kalila. Jadi harusnya aku yang di sini kecewa dengan sikap arogan kamu itu padaku. Kenapa malah kamu yang marah atau jangan-jangan kamu mau membatalkan acara pernikahan kita saja?" tanya Ananta padaku.
"TIDAK!!!" sahutku tegas sambil melotot tajam pada Ananta.
"Oke, aku minta maaf sama kamu Ananta karena sudah sangat kasar berbicara padamu tadi, mungkin aku sedang tidak bisa mengontol emosiku itu sebabnya aku sangat mudah marah padamu. Ya sudah aku setuju apapun perjanjian kita di awal. Aku janji tidak akan meminta apapun yang bukan hakku padamu Ananta dan sebaliknya kamu juga berjanji setelah kita menikah tidak ada hubungan suami istri selayaknya pasangan pada umumnya. Kamu paham maksudku Ananta?" tegasku sambil bertanya padanya.
"Iya, aku sangat setuju dengan perjanjian kita di awal pernikahan yang sebentar lagi akan berlangsung. Jika kamu tidak ingin aku menyentuh kamu selayaknya hubungan suami istri maka baiklah, aku janji tidak akan menyentuh kamu sedikitpun. Sumpah!" ucap Ananta yang tiba-tiba langsung memeluk tubuhku dengan erat.
Aku sontak saja ingin melepaskan pelukan dari Ananta ini, sungguh sangat menyebalkan sekali sikap Ananta padaku yang tiba-tiba memelukku tapi juga berkata aku janji tidak akan menyentuh kamu tanpa seijin kamu Kalila, tapi baru saja berucap seperti itu Ananta malah memelukku dengan erat.
"Kamu jangan kege-eran jadi orang. Aku ini meluk kamu supaya terlihat meyakinkan di mata tamu-tamu yang datang di acara pertunangan kita bukan untuk maksud yang lainnya. Kalau kamu pikir aku ini sengaja meluk karena ingin menikmati tubuh kamu itu salah banget, jadi jangan mikir yang macam-macam tentang aku paham." Ucap Ananta sambil berbisik di telingaku, pelukan dari Ananta sangat erat bahkan membuatku sudah untuk bernapas.
Tamu-tamu yang datang dan juga orang-orang di sini membuatku sangat bosan, apalagi Papa dan juga Mamaku tak henti-hentinya memandang ke arah kami berdua, seperti mata-mata saja. Pantas saja Ananta langsung memeluk tubuhku dengan erat karena alasan yang sangat tepat.
"Bisa nggak kamu peluk aku sedikit longgar, susah tahu napasnya. Terlalu kencang untuk kamu peluk tubuhku." Ucap Kalila yang mulai kelelahan untuk bernapas.
"Oke, aku akan melonggarkan pelukan tubuhku ini pada kamu. Maaf ya, sudah bikin kamu susah napas. Seperti mau mati aja rasanya ya. Heheh. Maaf!" ucap Ananta sambil tertawa kecil.
Hatiku sangat sebal sekali pada Ananta, bukannya langsung melonggarkan pelukannya ini justru terus saja memeluk tubuhku dengan erat, dasar jahil. Mencari kesempatan dalam kesempitan saja. Dasar laki-laki.
"Ternyata tubuh kamu sangat harum ya, aku suka sekali memeluk tubuh kamu Kalila. Sangat menggoda." Ujar Ananta sembari terus saja memeluk tubuhku.
"Ngapain sih, meluk tubuhku terus. Lepasin nggak?" tuturku.
"Kalau aku nggak mau melepaskan pelukan tubuh kamu memangnya kenapa?" ucap Ananta seperti sedang menantang diriku bertanding bola saja.
"Aku ini adalah bos kamu ya Ananta. Aku yang kasih kamu uang sebagai bayaran atas pernikahan palsu kita, jadi kalau kamu masih kurang ajar sama aku. Baiklah aku tidak akan membayar kamu sepeserpun. Bagaimana kamu mau aku tidak bayar?" ucap Kalila seperti sedang mengancam Ananta saja.
"Tidak begitu maksudku, ya sudah aku lepaskan pelukannya. Sedikit-dikit ngancam aja ini Bu Boss." Celetuk Ananta sambil menggodaku dengan genit.
Dasar menyebalkan gerutuku dalam benak sambil berpaling menatap arah lain. Rasanya aku sangat sebal dengan orang-orang yang ada di sini, membuat aku sangat bingung harus bersikap pada Ananta.