DUA HARI KEMUDIAN
11 MEI 2021
"Ananta, mengapa kamu selalu ada di pikiranku. Aku merasa membutuhkan kamu untuk ada di hidupku. Aku butuh dirimu di sisiku." Gumamku dalam sendu di atas ranjang kamar sambil menatap langit-langit kamarku.
Mataku menatap langit-langit kamar tapi pikiranku selalu tertuju pada Ananta. Mengapa Ananta selalu terbayang padahal. Antara kami hanya sandiwara. Cuma pura-pura bukan sungguhan menjadi sepasang kekasih.
Ananta merasa aku membohonginya karena usiaku yang lebih tua 7 tahun darinya. Aku yakin bahwa Ananta tak mungkin akan mencintaiku, sedangkan Ananta adalah laki-laki yang ganteng dan juga keren. Pastinya tak sudi jika punya pacar sungguhan yang lebih tua.
"MASA BRONDONG!!!" pungkasku dalam keheningan di dalam kamar.
"AH!!! ANANTA! AKU MEMBUTUHKAN KAMU DI HIDUPKU." Pungkas Kalila sambil berguling-guling di atas ranjangnya.
Perasaan yang mulai tak menentu semakin berkecambuk dalam hatiku, rasanya aku tak tahan jika jauh dari Ananta. Aku ingin di dekatnya. Tapi aku harus cari alasan apa lagi untuk meminta bantuan pada Ananta agar mau menjadi pacar pura-puraku lagi. Terakhir kami bertemu dua hari yang lalu. Dan sekarang Ananta tak pernah menghubungiku. Apa mungkin Ananta tak tertarik padaku.
"APA AKU TERLIHAT TUA!!!" ucapku dalam keheningan.
Tiba-tiba pintu kamarku berbunyi. Sepertinya ada yang mulai mengetuk pintuku dengan sedikit keras. Sehingga aku segera berdiri dan menjumpainya. Tak butuh waktu lama bagiku untuk segera membuka gagang pintu kamarku.
Dan ternyata itu Papaku. Berdiri sambil berkacak tangan di pinggangnya sambil menatapku dengan wajah masamnya. Terlihat sinis dan penuh kejengkelan padaku. Entah ada apa pagi ini.
"KALILA! DENGARKAN PAPA!" pungkas Beni Sahputra padaku dengan suara yang tegas dan sedikit membuatku gemetar.
"Apa sih Pa! Suaranya bisa nggak di pelankan saja. ngomong sama anak sendiri pakai nada suara yang keras. Bikin aku gemetar saja. Ada hal apa yang Papa ingin sampaikan padaku?" celetukku sambil memasang wajah kusam.
"Jadi, sekarang kamu nggak ajak pacar kamu itu lagi ke rumah? Masa Cuma sehari saja dan sekarang Papa curiga kalau jangan-jangan cowok itu bukan pacar kamu ya?" celetuk Papaku sambil menatap dengan mata yang menyorot tajam.
"Apaan sih Pa. Nuduh aku sembarangan aja, aku nggak pernah ngelakuin itu semua sama Papa. Jujur aja Pa, memang cowok itu pacar Kalila kok. Masa aku bawa pacar bohongan. Serius itu cowokku Papa!" tegasku sambil menahan ludah yang sudah terasa ingin termuntahkan karena gugup di hadapan Papaku.
Mataku sungguh tak sanggup lagi berpikir bahwa yang di katakan oleh Papa dan juga Mamaku akan membuat aku semakin stress saja. memaksa untuk segera menikah padahal aku tak ingin menikah dengan siapapun. Kecuali dengan Ananta pacar sewaan aku itu.
Mungkin benar bahwa mataku tak mampu untuk bersandiwara lagi, sorot yang terpancar terlihat tegang dan takut saat menghadapi Papaku sendiri kali ini aku semakin bingung.
"Kalila, Papa berusaha untuk percaya sama kamu, dan semoga saja kamu tidak mengecewakan Papa ya! Semoga lelaki itu sungguh pacar kamu bukan pacar sandiwara yang kamu bawa ke rumah. Papa minta bukti jika memang benar lelaki itu pacar kamu bawa lagi dia ke rumah. Sering-sering di ajak pacar kamu main ke rumah kita. Paham!" ujar Papaku sambil tersenyum dan kemudian pergi meninggalkan kamarku ini.
Seketika air liurku tertelan lagi dan membuatku dapat menghela napas panjang. Akibat pertanyaan dari Papa yang ingin aku segera menikah membuat Kalila terpaksa harus berbohong demi Papaku.
Kalila duduk di sisi ranjangnya sambil menatap arah luar kamarnya. Kalila belum menutup pintu kamarnya membiarkan terbuka dan angin luarpun masuk memberikan energi positif untuk Kalila yang tertekan.
"ANANTA!!!" Ucapku sambil segera mengambil ponsel.
Tak pikir lama aku segera menghubungi Ananta tapi sayangnya Ananta tak mengangkat teleponku. Berkali-kali aku menghubunginya tapi sayangnya tetap saja tak ada jawabannya. Aku menghela napas panjang berpikir sejenak tentang Ananta.
"Apa aku perlu mencarinya ke tempat kerja saja! Di toko buku Sinar Bahagia. Sepertinya tempat itu cocok untuk aku kunjungi. Dengan alasan membeli buku tapi sebenarnya aku ingin menemui managernya yang tak lain adalah Ananta." Pungkasku dalam kesendirian dalam kamar.
Aku segera berdiri mengambil tas kecilku dan juga kunci mobil menuju halaman luar dan melaju ke arah jalanan. Aku tak sempat pamit pada Papa dan juga Mamaku. Karena kebiasaanku seperti itu, jarang pamitan jika ingin pergi dengan siapapun. Orang tuaku termasuk tipikal Papa dan Mama yang cuek pada anaknya tapi memaksa untuk segera menikah gara-gara usiaku yang sudah mencapai 35 tahun. Usia yang bukan lagi muda bagi mereka.
Di jalanan aku berpikir keras mengenai Papa dan juga Mamaku. Mereka jangan sampai tahu jika Ananta bukan pacar sungguhan aku. Ananta harus mau lagi menjadi pacar sewaanku sampai kedua orang tuaku yakin jika aku bukan perawan tua yang tak laku-laku di mata pasaran lelaki.
Tak terasa aku sampai juga di toko buku Sinar Bahagia. Tempat Ananta bekerja sebagai Managernya. Aku segera turun menghampiri Ananta tapi saat aku baru masuk yang meyambutku justru pegawainya saja bukan Ananta. Mataku mencari-cari kearah yang tepat semoga saja dapat bertemu dengan Ananta tapi sayang sekali masih tak menemukan Ananta di toko buku ini.
Karena tekad aku itu bulat sekali segeralah aku memutuskan untuk bertanya pada salah satu pegawai di sana bertanya soal Ananta.
"Permisi mbak! Maaf jika saya mengganggu kalau boleh tahu siapa ya manager tokonya?" tanyaku sambil penasaran.
"Oh, manager tokonya namanya Pak Ananta. Kenapa ya mbak tanya soal manger?" tanya pegawai toko itu padaku sambil tersenyum.
"Hmm, begini ya! Saya ini teman dari manager toko ini. Saya perlu ketemu sama Pak Ananta. Bisa di panggilkan orangnya ke hadapan saya. Atau mungkin bisa antarkan saya menemuinya di ruangannya mungkin?" ucapku sambil berdebar di dada, berharap aku dapat bertemu dengan Ananta hari ini.
"Bagaimana ya Mbak. Bukannya saya tidak mau mengantar mbak ke ruangan Pak Ananta. Tapi beliau masih sibuk bekerja. Takutnya saya di marahi nanti kalau bawa orang masuk ke dalam ruang kerja Pak Ananta. Di hubungi saja Pak Ananta, jika memang benar mbaknya ini temannya." Celoteh pegawai toko itu padaku.
"Saya sudah menghubungi Ananta, tapi nggak di angkat juga telepon saya. Jadi bingung mau bertemu Ananta di mana. Sudah saya chat juga belum di balas sampai sekarang, tolong ya! Bantu saya sekali saja panggilkan Ananta untuk bertemu dengan saya. Atau please! Bawa saya bertemu dengan Ananta di ruangan kerjanya." Ucapku memohon pada salah satu pegawai toko Sinar Bahagia itu.
"Iya sudah, kalau begitu. Mbaknya tunggu di sini. Saya tanyakan dulu pada Pak Ananta, mau ketemu sama mbaknya atu tidak!" pungkas pegawai toko itu padaku. Sambil berlalu pergi menuju ruangan kerja dari Ananta.
Sambil menunggu kabar dari pegawai toko itu, aku melihat-lihat buku di rak toko. Memilah dan sesekali membaca blurb bukunya tepat di belakang sampul buku yang aku pegang. Tentang cinta dan mencintai seseorang. Aku pikir itu benar. Bahwa mencintai itu tak segampang yang terlihat. Ada hati yang akan patah.