Menunggu Ananta
Waktu itu aku masih ingat betul. Dengan sabar aku menunggu Ananta keluar dari ruangan tempat ia bekerja di sebuah toko buku yang bernama Sinar Bahagia. Aku menunggunya. Melihat-lihat buku yang aku ingin baca. Tampak menarik semua yang ada di rak toko buku ini. Begitu banyak hal yang bisa aku pelajari dari buku-buku ini. Semuanya seru.
Tapi pikiranku tetap saja tertuju pada Ananta dan jujur saja rasanya sangat gelisah sekali. Begitu lama menunggu tapi Ananta tak nampak juga. Sedangkan kata pegawai toko itu ia akan memanggilkan Ananta untuk diriku. Apa mungkin pegawai itu membohongi diriku atau justru Ananta tak sudi untuk menemuiku lagi.
Karena memang perjanjian kita hanya sehari saja waktu itu. Tapi kali ini semuanya berubah drastis. Aku butuh Ananta lagi. Membutuhkan dirinya sebagai pacar sewaanku lagi.
Dan tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dengan kencang.
"Hmm, mau ngapain lagi kamu mencari saya sampai ke toko buku tempat saya bekerja. Masih ada urusan apa kamu sama saya?" ucap Ananta.
"Hugh... kukira siapa tadi yang menepuk pundakku dengan kencang. Ternyata kamu Ananta. Kenapa lama sekali sih, aku capek tahu nunggu kamu di sini. Sibuk amat ya Pak Manager?" guyonku sambil memalingkan wajah kesal.
"Kamu datang-datang ke toko buku bukannya beli buku tapi malah mencari saya. Sudah to the point aja mau kamu apa? Soalnya saya sibuk sekali hari ini." Pungkas Ananta. Sambil mendengus ketus.
"Jadi begini ya, aku sungguh minta bantuan sama kamu Ananta. Please. Kamu mau ya. Bantuin aku lagi." Celetuk Kalila pada Ananta.
"Bantuan apa lagi yang kamu mau dariku Kalila? Apa mau menyewa aku sebagai pacar sewaan lagi. Sudah kubilang kan, kalau aku tidak mau ikut-ikutan masalah keluarga kamu yang aneh itu. masalah perjodohan atau apalah itu. aku tidak ingin menjadi korban kamu lagi Kalila jadi saran aku terus terang aja sama Papa dan Mama kamu kalau sebenarnya kamu nggak punya pacar sama sekali." celoteh Ananta sebal.
"Kok kamu jahat banget sih sama aku. Lagi pula aku Cuma minta tolong. Dan aku juga bayar kamu sebagai pacar sewaan aku. Memangnya aku minta secara gratis? Kan enggak! Apa kamu nggak mau sama uang. Aku bisa kasih kamu uang berapapun jumlahnya. Asalkan kamu setuju untuk jadi pacar sewaan aku. Bagaimana dengan tawaranku ini. Pasti menggiurkan untuk kamu." Tuturku berusaha meyakinkan Ananta lelaki yang sok jual mahal padaku.
"Oke! Aku setuju. Sudah kamu pulang saja sana. Karena masih ada kesibukan lainnya. Tapi kalau kamu mau menghubungi aku bisa aja ke nomor aku yang baru. Soalnya nomor yang dulu tiba-tiba ke blokir dari pusat." Ucap Ananta padaku.
"Pantesan aku telepon kamu nggak ada jawabannya. Di WhatsApp juga nggak ada balasannya. Ternyata nomor kamu udah ganti. Kalau begitu kasih aku nomor kamu yang baru Ananta." Celotehku sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tas.
Tak lama aku menyimpan nomor ponsel dari Ananta. Dan jujur saja rasanya sangat senang sekali bisa bertemu dengannya lagi. Meski aku sendiri tak mengerti mengapa hal ini bisa terjadi padaku.
"Kalau begitu aku pulang dulu ya Ananta." Pungkas Kalila yang senyum-senyum sendiri sambil menatap pada Ananta.
"Lihat apa kamu Kalila? Apa wajahku begitu tampan sampai senyum-senyum sendiri, kayak orang gila aja. Sudah sana pulang. Jangan lama-lama menunggu aku di sini. Masih banyak pekerjaanku." Ucap Ananta dengan sedikit jutek dan segera meninggalkan diriku sendiri.
Aku segera tersadar dari lamunanku itu. Mengapa bisa-bisanya aku melamun seperti orang gila sambil menatap wajah Ananta tanpa aku sadari pesona Ananta sangat luar biasa. Terbilang sangat ganteng dan juga maco dari segi tubuhnya yang keren, aku sungguh jatuh cinta sekali dengan tipe laki-laki seperti itu. Tapi aku segera menyadarkan lamunanku itu.
"Astaga Kalila. Apa-apaan dirimu itu. Ingat Ananta hanya sebagai pacar sewaan kamu saja, bukan sebagai pacar kamu yang sungguhan. Lagi pula Ananta mana mau jadi pacar kamu yang sungguhan. Sadar diri Kalila." Ucapku dalam hati sambil segera pergi meninggalkan toko buku ini.
Di dalam mobil aku duduk sendiri termenung lagi. Apa mungkin aku sudah mulai tergila-gila pada Ananta. Tapi Ananta terlalu brondong untuk diriku bayangkan saja usianya yang terbilang masih muda 7 tahun dariku. Apa kata orang-orang jika tahu kenyataan bahwa Ananta lebih kecil dariku. Pastinya akan menjadi bahan ledekan mereka.
Tapi wajah Ananta sangat ganteng sekali, aku suka melihat wajah Ananta. Dan tiba-tiba seseorang masuk begitu saja ke dalam mobilku. Menyelinap dengan cepat dan saat aku menoleh ternyata itu Ananta.
"Apakah ini bukan mimpi?" ucapku pelan.
"Bukan. Ini kenyataan." Tutur Ananta padaku.
Dan tiba-tiba Ananta maju lebih dekat padaku dan ia tiba-tiba mengecupku dengn bibirnya yang hangat. aku marasakan getaran yang berbeda. Dan aku sungguh menikmati hal itu. Namun saat aku merasakan keintiman di antara kami berdua. Tiba-tiba ada suara yang sepertinya sedang mengetuk kaca mobilku dengan keras. Dan saat aku terkejut semua bayangan tentang Ananta lenyap seketika.
"Hugh, ternyata aku melamun lagi." Pungkasku pelan.
Saat aku membuka kaca mobil ternyata yang mengetuknya adalah Ananta. Berdiri tepat di samping jendela mobilku.
"Ada apa mengetuk kaca mobilku?" tanyaku heran.
"Seharusnya aku yang tanya seperti itu pada kamu Kalila. Bukan malah sebaliknya, kamu tanya aku ngapain ketuk kaca mobil kamu. Lucu banget pertanyaanmu itu. Ayo cepat pulang sana, dari tadi aku lihat kamu nunggu di sini. Nggak jalan-jalan mobil kamu. Kenapa? Aku heran sama cewek seperti kamu Kalila." Pungkas Ananta yang terlihat sangat penasaran denganku.
Sambil menatap mata Ananta Kalila segera menutup jendel mobilnya dan berkata "Iya, aku akan segera pulang!" dengan wajah ketusnya Kalila segera menjalankan mobilnya dengan cepat.
Belum berjalan jauh mobilku malah mogok mendadak. Aku langsung panik dan juga bingung. Mengapa bisa mobilku mendadak tak bisa berjalan, padahal keadaan awalnya baik-baik saja. aku sedikit gugup dan juga sangat panik.
Segeralah aku keluar dari dalam mobilku. Memandang sekitar jalanan. Tapi memang nasibku yang agak apes banget. Tumben banget jalanan ini sangat sepi tak ada yang lewat. Padalal jalanan sebesar ini biasanya ramai.
Aku tak punya pilihan lain selain menghubungi Ananta lagi. Mungkin ini terdengar sangat konyol atau bahkan menjijikan sekali, karena bisa-bisanya aku menghubungi Ananta lagi dan lagi tanpa henti. Seperti aku ini wanita yang sedikit liar yang tak bisa jauh dari pacar sewaanku itu.
Kalila segera mengeluarkan ponselnya dan segera menelepon Ananta, namun sayangnya Ananta tak mengangkat teleponku itu. Aku coba lagi namun tetap saja Ananta tak mau mengangkat teleponku ini. Hatiku menjerit emosi, sangat kesal luar biasa pada Ananta. Di saat yang seperti ini, Ananta malah tak mau mengangkat teleponku ini. Dasar bregsek umpatku begitu.
"Ananta, aku tunggu kamu di Jalan Cempaka. Aku butuh pertolongan kamu sekarang juga. Mobilku mogok secara tiba-tiba dan aku tak bisa menanganinya seorang diri. Aku mohon kamu datang ya... please!" ucapku lewat pesan WhatsApp.
Berharap Ananta membaca pesanku itu. Karena jujur aku sangat takut sendirian di jalan yang sepi seperti ini. Tak ada satupun orang yang melintas, bulu kudukku merinding sekali. Pikiran tentang hal-hal yang menakutkan mulai berkecambuk di pikiranku. Aku takut jika ada pejahat yang tiba-tiba lewat dan ingin mencelakai diriku bagaimana? Aku semakin takut di buatnya. Sedangkan Ananta belum juga membalas pesanku itu, bahkan mengangkat teleponku juga tidak. Sesibuk itukah Ananta.