Aretha menatap tubuh Olive dengan pandangan kosong. Hanya dalam satu detik, Olive telah tiada. Tusukan di leher tak mungkin lagi bisa diselamatkan. Percuma saja kalau ia memberikan pertolongan pertama. Itu pun kalau ia bisa berlari keluar dari dalam jeruji sel ini.
Tapi sungguh, Aretha tidak lagi bisa berpikir jernih. Para penjahat ini benar-benar keterlaluan. Mereka bertingkah seperti binatang buas yang tak punya hati nurani.
Bagaimana mungkin mereka bisa membunuh setega ini? Bahkan tanpa memberikan Olive kesempatan untuk mengutarakan alibinya. Apa mereka benar-benar manusia? Atau iblis yang menjelma menjadi manusia? Benar-benar tidak waras!
"Siapapun yang melawan seperti bocah ini akan dibunuh di tempat," ucap pria gendut itu seraya berdiri dan mengedarkan pandangan buasnya, memberi tekanan mental pada belasan manusia yang dikurung dalam jeruji sel. "Karena itu, kalian tidak boleh melawan satu pun! Kami tidak akan segan membunuh kalian, para boneka rusak."
Aretha menggigit bibir bawahnya, menatap pria gendut itu dengan penuh kebencian. Setelah membantai seluruh keluarganya, menculik dirinya dan sekarang membunuh teman pertamanya di tempat ini, bagaimana bisa manusia seperti pria gendut ini tetap hidup!?
Aretha membencinya. Dia benar-benar membenci pria gendut ini.
"Oh, tatapan macam apa itu, Aretha Bathory?"
Pandangan pria gendut itu tanpa sengaja menyadari tatapan Aretha. Gadis itu paling berbeda dari anak-anak yang terkurung di dalam sana. Sepasang iris saphirenya menyorot tajam, terpancar akan kebencian yang mendalam.
"Ahaha! Jangan mentang-mentang kamu anak Marquis Bathory semuanya akan mudah begitu saja! Justru kamu lah yang akan mendapat perlakuan paling mengerikan di sini!" kecam pria gendut itu sambil mengacungkan telunjuknya.
Lagi-lagi pria ini menyinggung marga keluarganya. Aretha jadi semakin yakin kalau pria ini memiliki dendam tersendiri pada ayahnya. Namun Aretha hanya diam, berusaha tidak tersulut emosi pria ini. Sekali salah jawab, Aretha yakin kalau nyawanya menjadi taruhannya.
"Grrh! Kenapa kamu masih menatapku seperti itu, sialan!?" gertak pria itu penuh amarah. Kemudian ia melirik ke pria di sebelahnya. "Ck, bawa dia hidup! Sudah ada klien yang menunggu dirinya!"
Pria gendut itu pun langsung berbalik bersama pria besar tadi. Sementara dua pria jubah hitam lainnya langsung menghampiri Aretha dan menarik paksa gadis itu untuk keluar dari jeruji sel.
Aretha hanya bisa berharap kalau dia tidak mati malam ini.
******
"Oh, ya ampun! Jadi gadis kecil ini yang akan menjadi tumbal besok?"
"Yah, begitulah. Jadi saya minta tolong supaya keperawanannya tetap di jaga. Anda boleh menyuruhnya apapun, tapi tidak dengan mengambil keperawanannya."
"Ahahaha! Baiklah, tenang saja. Justru suatu kehormatan bagi saya karena bisa mendapatkan service dari dia."
Aretha hanya bisa diam menunduk mendengar percakapan dua orang itu. Kedua tangannya diborgol. Gaun tidur lusuh yang sedari tadi dipakai, kini telah berganti dengan gaun tipis yang agak menerawang. Rambut coklat panjangnya dibiarkan tergerai ke belakang. Sementara kakinya dibiarkan tak beralaskan apapun.
Ugh, Aretha benar-benar malu dengan pakaian seperti ini. Sangat tidak bermoral dan tidak sopan. Putri bangsawan mana yang menemui orang lain dengan pakaian seperti ini? Dia benar-benar jijik dengan dirinya sendiri!
"Masuk sana!" Pria gendut itu mendorong bahu Aretha kasar, menyuruhnya masuk ke dalam kamar sang klien. "Kamu harus melayaninya sebaik mungkin jika tidak ingin kehilangan dua kaki dan tanganmu!"
Aretha berdecak, menyeret langkah kakinya dengan berat hati. Diliriknya pria yang disebut klien. Lagi-lagi ia menyadari senyuman mesum dengan sorot mata yang begitu liar. Lelaki ini pasti sudah berfantasi kotor. Terlebih lagi Aretha juga menyadari adanya segelas bir dengan bau yang menyengat.
Ah, ini buruk. Aretha merasakan firasatnya semakin buruk.
Dan ketika pintu kamar itu tertutup, Aretha langsung merasakan sekujur tubuhnya merinding. Pria itu langsung mendorong tubuhnya ke atas kasur, mengunci kedua tangannya di atas kasur dan membiarkan kakinya mengangkang.
"Aretha Bathory. Putri dari Marquis Bathory yang terkenal amat cantik dan elegan," bisik pria itu seraya membelai pipi Aretha. "Ahh, tidak kusangka … aku bisa menerima slot pertama dan terakhir untuk mencicipimu."
Aretha langsung memberontak, berusaha melepaskan diri dari tangan lelaki yang mulai menyentuh tubuhnya sensual. Tapi sayang, seberapa kuat ia memberontak, kekuatan pria ini jauh di atasnya. Ia tidak bisa menahannya lebih lama.
"Hentikan!" seru Aretha, masih berusaha menendang tubuh pria yang mulai naik di atasnya. "Hentikan, bajingan! Brengsek! Kotor! Mpph!"
Aretha terbelalak sempurna ketika pria itu langsung melakban bibirnya. Pun dengan kedua kakinya yang mulai diikat paksa pada tali di sudut ranjang. Pergerakannya kini benar-benar terkunci. Dia tidak bisa melakukan apapun lagi selain menatap pria itu dengan horror.
"Apa kamu tahu seberapa senangnya kami saat tahu kalau keturunan Bathory lah yang harus ditumbalkan untuk memanggil sang iblis?" bisik pria itu, kembali menyentuh pipi Aretha dengan pelan.
Aretha tersentak. Memanggil sang iblis, katanya?
"Dari dulu, kami sangat membenci darah keturunan Bathory yang mudah mempengaruhi sisi kerajaan. Kenapa yang mulia raja hanya mendengarkan pendapat kalian? Kenapa pendapat kami selalu ditolak? Ini tidak adil!"
Aretha memejamkan matanya erat saat pria itu mencengkram rahangnya kuat-kuat, melampiaskan amarahnya pada gadis itu. Rasanya menyakitkan, tapi rasa sakit hati di hatinya tidak bisa dibandingkan dengan apapun.
Sekarang Aretha mulai paham mengapa keluarganya lah yang menjadi target pembantaian dan tumbal dari pemanggilan sang iblis. Ini pasti terjadi karena adanya kelompok bangsawan yang kontra dengan sistem kerajaan saat ini.
Untuk menggulingkan takhta raja, hal yang paling mudah dilakukan yaitu dengan menghancurkan bangsawan yang menjadi fondasi kerajaan. Salah satunya adalah Keluarga Bangsawan Bathory yang sudah mendukung kerajaan dari sepuluh tahun silam.
"Yah, tidak ada ruginya juga ternyata mendekati keluarga Bathory. Pada akhirnya, memberi jebakan pun mudah karena ayahmu itu terlalu naif. Ahahahahaha!"
Tidak salah lagi, dia pasti salah satu bawahan ayah. Dasar orang-orang munafik! Jerit Aretha dalam hati.
"Selamat menikmati nerakamu, Aretha Bathory."
Aretha tersentak sempurna saat pria itu mulai menggerayangi tubuhnya. Dia langsung bergerak gelisah, memberontak sekuat tenaga. Sayangnya, semua usahanya nihil. Ikatan di kedua kakinya terlalu kuat. Begitu pun borgol di tangannya.
Semakin tangan itu bergerak jauh menyentuh sekujur tubuhnya, Aretha semakin merasa dirinya hina. Bulu kuduknya semakin merinding. Tubuhnya bergetar hebat, merasa jijik sekaligus takut dengan tangan yang semakin menjelajahi tubuhnya itu. Tangisannya pun pecah ketika pria itu mulai meninggalkan bekas kissmark di lehernya.
Aretha benci semuanya. Tapi ia lebih membenci dirinya yang lemah dan tidak bisa berbuat apa-apa.
*****
Entah sudah berapa jam lamanya Aretha terkurung dalam ruangan itu bersama lelaki hina ini. Setiap detiknya benar-benar bagaikan neraka. Sekujur tubuhnya kini sakit. Tidak hanya menjadi tempat pelampiasan fantasi kotor, tapi ia juga menjadi pelampiasan emosi lelaki ini.
Sekarang Aretha benar-benar merasa dirinya kotor. Ia jijik pada tubuhnya sendiri yang telah dijelajahi oleh lelaki mesum. Kini ia bukan lagi gadis polos nan periang. Rasanya dunianya benar-benar telah hancur.
Dan ketika orang-orang berjubah hitam itu kembali menyeret tubuhnya untuk masuk ke dalam jeruji sel, Aretha hanya bisa diam. Tubuhnya terlalu lemas untuk kembali memberontak. Pun rasanya akan sia-sia saja jika ia melakukan hal bodoh sekarang.
"Hehehehe, lihat, Tuan. Dia sudah seperti boneka rusak," ucap salah seorang pria berjubah hitam itu. "Apakah dia masih layak untuk dijadikan persembahan sang iblis?"
Pria gendut yang sedari tadi berjalan di depan mereka pun langsung melirik Aretha. Kemudian menyeringai lebar dengan sorot mata licik.
"Tentu saja. Dia sudah tidak suci sepenuhnya. Ritual akan tetap kita lakukan," ucap pria gendut itu santai. "Kita harus bisa memanggil iblis itu dan menggulingkan era kerajaan ini. Kita lah yang harus bisa memerintah kerajaan ini!"
"Benar sekali! Tuanku memang hebat!"
Aretha kembali terhenyak mendengar ucapan mereka. Memanggil iblis untuk menggulingkan kerajaan, katanya? Jangan bercanda!
Namun, belum sempat Aretha berkata apapun, tubuhnya dihempaskan begitu saja ke dalam jeruji sel miliknya. Ia pun merintih pelan, merasakan sedikit benturan pada pelipis kepalanya. Melihat hal ini, para penjahat itu hanya tertawa puas melihat ekspresi Aretha.
Aretha benar-benar tidak mengerti jalan pikiran orang-orang ini.
"Kenapa …?" lirih Aretha pelan. "Kenapa kalian ingin menggulingkan kerajaan ini?"
"Karena kami menginginkan tahta! Kami menginginkan uang! Kami menginginkan kehidupan enak seperti kalian para bangsawan brengsek! Orang-orang kaya seperti kalian bisa melakukan apapun. Sementara kami selalu diperlakukan tidak adil! Benar-benar brengsek!"
"Benar! Kalian selalu menutup mata persoalan kaum miskin seperti kami! Anak kecil yang sudah terlahir enak sepertimu tidak akan pernah paham penderitaan kami, sialan!"
Aretha pun menjatuhkan pandangannya. Ia hanya menggertakkan giginya, menahan emosinya agar tidak meledak. Sementara kedua tangannya terkepal begitu erat.
Sejujurnya, Aretha masih tidak mengerti. Kalau mereka memang menderita, kenapa tidak melapor ke badan kemanusiaan kerajaan? Kalau mereka memang miskin, kenapa tidak bekerja lebih keras lagi?
Inikah bentuk ego dan keserakahan mereka? Ketika harta membutakan manusia, apapun akan mereka lakukan demi mencapai tujuan. Termasuk menanggung semua dosa itu dengan sebelah mata.
Sialan. Penjahat brengsek. Berani-beraninya mereka melakukan ini semua! Kecam Aretha dalam hati.
Rasa dendam dan amarah itu benar-benar telah bercampur dan bergemuruh hebat dalam dadanya. Aretha bersumpah tidak akan pernah memaafkan mereka semua. Dia pasti akan membalasnya. Dia pasti akan membunuh mereka semua bagaimana pun caranya.