Tuk. Tak. Tuk. Tak. Tuk.
Kereta kuda berjalan menyusuri pusat kota secara perlahan. Aretha menatap koran yang baru saja ia beli dengan ekspresi masam. Berita akan pembantaian keluarganya telah masuk ke dalam headline koran utama hari ini. Namun, belum ada berita yang mengekspos tentang dirinya yang selamat dari pembantaian itu.
Tentu saja ini mencurigakan. Seperti ada oknum yang sengaja mengatur penyebaran berita ini, seolah sengaja ingin mengatakan bahwa "Keluarga Bangsawan Bathory telah punah! Tidak ada lagi ancaman untuk kita para pemusuh kerajaan!"
Dan ya, ini mengganggu pikirannya.
"Ada yang Anda pikirkan, Lady?" tanya Louis yang duduk berada di hadapannya.
Aretha menghela napas panjang seraya melempar koran itu ke sembarang arah. Kepalanya bersandar pada bantalan kursi, sementara kedua tangannya terlipat menyilang di depan dada.
"Banyak. Sampai rasanya kepalaku mau pecah memikirkan ini semua," jawab Aretha seraya mendengkus.
"Hmm," Louis mengambil koran yang baru saja Aretha lempar ke sembarang arah. "Berita tentang pembantaian keluarga Anda ada di mana-mana."
"Ya, tapi berita tentang aku selamat belum ada yang tahu," Aretha mendengkus. Giginya bergemelatuk, menahan kesal yang sedari tadi menggerayangi hatinya. "Padahal yang mengirimkan laporan pembantaian ke kepolisian itu aku. Tapi kenapa tidak ada yang mencurigainya sama sekali?"
Ya, orang yang mengirimkan pelaporan pembantaian itu ke kepolisian adalah Aretha sendiri. Lebih tepatnya, ia meminta tolong pada Louis untuk mengirimkannya kemarin. Karena nama keluarga Bathory merupakan salah satu bangsawan tersohor di kerajaan, seharusnya kasusnya bisa langsung cepat diproses. Namun, sampai pagi tadi, belum ada satu pun penyidik yang datang untuk menyelidiki kasus itu. Seolah kasus tentangnya di abaikan begitu saja.
Tentu saja, ini sangat aneh.
"Mungkin karena skenarionya memang telah dirancang seperti ini?" Louis membalikkan halaman koran tersebut. Diambilnya koran lain sebelum menunjukkan headline berita itu. "Sehari sebelum koran ini keluar, ada berita lain yang mengatakan bahwa mansion Bathory mengalami kebakaran tanpa sebab."
Aretha mengambil koran tersebut dari tangan Louis dan membacanya perlahan. Ucapan Louis benar. Berita tentang kebakaran Mansion Bathory memang terekspos di sana, tapi anehnya jumlah korban dan siapa yang selamat pun sama sekali tak disinggung dalam berita itu. Justru yang lebih disoroti adalah bagaimana api itu tidak menghanguskan bangunan mansionnya secara utuh.
Benar-benar aneh. Tentu saja ada sesuatu yang tidak beres di sini.
"Kita konfirmasi saja dulu ke kepolisian," ucap Aretha, kembali melempar koran tersebut ke sembarang arah. Ia kembali melipat tangannya sambil melempar pandangannya ke luar jendela. "Jika mereka masih tidak bisa menjawab secara pasti, aku akan mengadukannya ke seseorang yang memiliki kuasa lebih tinggi."
"Kuasa yang lebih tinggi?" Louis menarik sebelah alisnya. "Jangan-jangan―"
"Ya, ke paduka raja, tentu saja."
Aretha menyeringai licik. Ya, dia bisa meminta tolong pada raja yang baru saja naik takhta. Sekaligus calon tunangannya, dulu.
****
Namun sayangnya …
BRAK!
Aretha menggebrak meja kepolisian itu dengan kesal. Giginya bergemelatuk keras, menatap dua orang lelaki berseragam putih dengan penuh kebencian. Lagi-lagi, rencananya tidak berjalan mulus. Polisi kerajaan justru menolak permintaannya.
"Apa? Laporan saya ditolak?! Bagaimana bisa?!" seru Aretha tidak terima. "Ini keluarga saya loh, Pak! Mereka ngebunuh satu isi mansion saya! Gimana bisa kasus ini ditolak, hah!?"
Tentu saja Aretha marah. Susah payah ia datang ke sini tanpa sarapan, menunggu dua lelaki berseragam putih ini untuk melaporkan perkembangan kasusnya selama hampir satu setengah jam lamanya, dan sekarang ia justru mendapat penolakan dari mereka.
Apa orang-orang di sekitarnya ini memang suka mempercandainya? Aretha benar-benar tidak habis pikir dengan situasi ini.
Sementara kedua lelaki itu saling berpandangan, sebelum akhirnya meletakkan kembali sebuah dokumen yang bertuliskan 'Kasus Ditolak' di atas meja.
"Mohon maaf, tapi untuk menyelidik perkara ini adalah sesuatu hal di luar kuasa kami, Lady Bathory. Kami dari kepolisian kerajaan memang tidak akan pernah bisa menyentuh sesuatu yang berhubungan dengan sekte gelap," ucap salah satu dari mereka.
"Ya, dan apalagi barang buktinya sudah lenyap. Kami tidak bisa menginvestigasi lebih lanjut jika memang barang bukti telah dilenyapkan dengan sesuatu hal yang magis," tambah lelaki di sebelahnya.
"Sekalipun mereka telah melakukan genosida pada orang-orang tidak bersalah?!" Aretha berdecak keras. Jemarinya terkepal begitu erat, menahan emosi yang kian meledak. "Saya bisa mengumpulkan saksi yang masih hidup! Para korban yang dianiaya dan dikerangkeng di sana! Saya bisa membawanya jika memang diharuskan!"
"Tetap saja itu semua tidak cukup. Perlu ada bukti konkrit yang berkaitan dengan semua kejadian, termasuk mayat semua korban, peralatan, dan situasinya," ucap salah seorang dari kedua lelaki itu.
"Sekali lagi, mohon maaf, kami benar-benar tidak bisa melakukan apapun pada kasus Anda. Ini sudah keputusan mutlak dari atasan kami pada setiap kasus yang berkaitan dengan sekte gelap ataupun sesuatu yang magis," tambah salah satunya.
Aretha kembali berdecak. Dia tidak menyangka kalau mereka benar-benar angkat tangan pada suatu hal yang jelas menyimpang. Pembantaian dan genosida sama sekali bukan masalah kecil. Itu adalah masalah besar karena telah menghilangkan puluhan nyawa tak berdosa.
Jelas ada oknum yang lebih tinggi yang bermain di sini. Tapi tetap memperjuangkan kasus ini pada kepolisian pun rasanya tidak akan berjalan lancar jika mereka memang tidak mau melakukannya.
Karena itu, Aretha akhirnya memutuskan untuk menarik diri. Daripada kasusnya tidak dijalankan semestinya, maka Aretha akan melakukannya dengan caranya sendiri.
"Baiklah, terima kasih. Saya akan menerima penolakan kasus ini," ucap Aretha seraya mengambil dokumen yang tergeletak di atas mejanya. Dibukanya perlahan, menuju halaman alasan penolakan kasus. Tertulis di sana bahwa tidak ada bukti yang bisa mengarah pada ke kasus tersebut.
Ah, benar-benar payah. Mereka tidak menuliskan di dalam dokumen itu kalau mereka takut dengan segala hal yang berhubungan dengan sekte gelap ataupun hal magis lainnya.
"Tapi sangat disayangkan jika memang kalian selalu menolak kasus-kasus seperti ini. Aku takut Paduka Raja akan kecewa jika menerima laporan yang seperti ini," ucap Aretha seraya menutup dokumen itu. Kedua sudut bibirnya pun terangkat, membentuk sebuah senyuman mengancam.
Air muka kedua lelaki itu langsung berubah. Namun, tak ada satu pun dari mereka yang berani membuka suara, terlebih setelah menyadari seberapa mengerikannya ekspresi Aretha sekarang.
"Baiklah, saya permisi. Mohon maaf karena ketidak sopanan saya sedari tadi."
Aretha pun beranjak dari bangkunya dan memberi salam formalitas sebelum berjalan ke luar ruangan. Tepat di sebelah pintu, Louis telah menunggunya. Ia tampak sudah bisa menduga apa yang terjadi pada Aretha di dalam dan hanya mengikuti majikannya dari belakang.
Ah, ini benar-benar menyebalkan. Memang sepertinya takdir berkata bahwa dia harus menyelesaikan masalahnya sendiri.