Chereads / Lady in The Dark / Chapter 2 - Bab 2 : Neraka Dunia

Chapter 2 - Bab 2 : Neraka Dunia

Terlahir dari sepasang bangsawan Marquis Bathory membuat Aretha tak pernah hidup kesusahan. Di tengah Kerajaan Engrasia yang makmur, Aretha memiliki kehidupannya yang bahagia dan tentram. Ia mendapatkan semua yang ia mau. Bahkan kasih sayang pun ia dapatkan sepenuh hati dari keluarganya.

Tapi pembantaian keluarganya merubah gejolak hatinya yang damai. Aretha tidak pernah sebenci ini dalam hidupnya. Melihat seisi rumahnya hancur, anggota keluarga yang dibantai tanpa sisa, dan kini ia harus terkurung seorang diri dalam jeruji sel.

Aretha tidak mengerti. Kenapa tiba-tiba takdir jadi begitu pahit? Apa selama ini dia memiliki dosa yang harus ia bayar? Atau selama ini kebahagiaannya hanyalah fana yang selama ini melindungi dirinya dari pahit dunia?

Dan sekarang, ia kembali menerima pernyataan konyol dari penjahat yang menangkapnya.

"Tumbal, katamu?" ulang Aretha seraya meyoroti pria gendut itu dengan penuh kengerian. "Apanya yang tumbal, sialan!?"

Pria gendut itu hanya tertawa santai sambil mengibas-ngibaskan tangannya, seolah itu sama sekali bukan masalah besar. Kembali ia mengecap bibirnya seraya menatap Aretha dengan penuh nafsu.

"Itu tidak perlu dipikirkan. Yang terpenting sekarang adalah … berapa bayaran yang akan kuterima jika menyewakanmu sekarang, ya?" bisik pria gendut itu dengan genit.

"Apa!?"

Aretha tersentak, lantas menepis tangan yang sedari tadi menjambak rambutnya dengan kuat. Tubuh itu pun langsung bergerak mundur, menghindar dari jemari kotor yang tengah merencanakan sesuatu yang mengerikan.

"Yah, tapi kamu harus tetap dijaga agar perawan. Kira-kira berapa harga sewa yang pantas ya sebelum aku menumbalkan dirimu?" gumam pria gendut yang kini menyeringai lebar.

"Menyewa? Memangnya kamu pikir aku barang, hah!?" hardik Aretha keras. Rahangnya mengeras, memikirkan seberapa bejat otak para penjahat ini. "Jadi ini yang selama ini kalian lakukan!? Membunuh, menganiaya, dan berbuat bejat sesuka hati!? Dasar brengsek!"

Dan lagi-lagi, pria gendut itu kembali tertawa.

"Masa bodoh! Yang penting kami mendapatkan untung dan tumbal itu bisa memenuhi syarat, kami akan senang hati melakukannya. Ahahahaha!" Pria gendut itu menatap Aretha puas. "Selamat menikmati harimu di neraka dunia, Aretha Bathory. Sebentar lagi, kamu akan bernasib sama seperti orang-orang di sekelilingmu ini."

Deg!

Aretha melotot marah. Wajah pria gendut itu benar-benar terlihat menjijikkan di matanya sekarang. Ia bisa mengetahui fantasi kotor yang tengah terbayang di otak lelaki itu. Bahkan sorot mata pria itu amat sangat mengerikan.

Ugh, rasanya Aretha ingin mencolok kedua mata cabul itu sekarang.

"Masih ada waktu satu hari lagi sebelum ritual dilakukan," Pria gendut itu berbalik memunggungi Aretha. "Dan nanti malam, persiapkanlah dirimu sebaik mungkin. Ada klien yang harus kamu layani, Aretha Bathory."

Pria itu pun kembali tertawa mengerikan seraya keluar dari ruangan itu. Lampu kembali dimatikan, hanya menyisakan satu lampu remang di tengah ruangan. Begitu pintu terkunci rapat, Aretha kembali bisa mendengar isakan tangis dari orang-orang di sekelilingnya.

"Sialan …." Aretha menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Pandangannya pun jatuh, menatap kedua tangannya yang seketika bergetar hebat.

Dia benar-benar tidak bisa memaafkannya. Perbuatan keji dan semena-mena ini sangat tidak bisa dimaafkan. Ia tak lagi bisa menahan percikan dendam dan amarah yang mulai menyuluti hatinya.

"Kalian … kalian sudah membunuh keluargaku. Aku … aku akan membalas kalian … aku akan membunuh kalian semua …!"

***

Tempat ini benar-benar neraka dunia.

Itulah yang Aretha pikirkan setelah mencoba mengobrol dengan salah seorang gadis yang terjebak di dalam kurungan jeruji sel yang serupa dengannya. Namanya Olive. Gadis itu terlihat begitu kasihan dengan luka di sekujur tubuhnya. Padahal umurnya masih tiga belas tahun, tapi nasibnya benar-benar sial karena menjadi korban penculikan ini. Wajahnya sudah babak belur, matanya sayu, dan bibirnya kering.

"Aku disuruh melayani om-om mesum," bisik Olive parau. Gadis itu menekan bibir seraya menyeka air mata yang tak kunjung henti.

"Kenapa kamu tidak kabur?" tanya Aretha hati-hati.

"Karena aku tidak melakukannya, maka aku akan dipukul. Jika aku berteriak, aku akan dicekik. Dan … sekalipun aku pingsan, dia tetap menyalurkan kebejatannya. Hiks … hiks … aku benar-benar ingin mati saja rasanya …."

Aretha meringis, membayangkan seberapa beratnya beban yang harus dipikul oleh gadis seusianya. Sungguh, tindakan ini sama sekali tidak bisa dibenarkan lagi.

"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Aretha pelan. Ingin rasanya ia memeluk tubuh kecil itu, tapi jeruji sel ini sama sekali tidak mengijinkannya.

"Entahlah aku sudah tidak ingat, Kak," jawab Olive seraya menggeleng lemah. Kembali diusapnya air mata yang kembali merembes. "Aku juga tidak ingin mengingatnya lagi. Karena … benar-benar menyakitkan, Kak."

"Olive …." Aretha menatap gadis itu dengan iba.

"Mereka hanya menganggap kita boneka. Boneka hidup … untuk memuaskan fantasi liar mereka. Aku … aku benar-benar merasa berdosa sekali, Kak … hiks … hiks …."

Olive kembali terisak pelan. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Tubuhnya kembali bergetar hebat seiring dengan isakan yang semakin kencang.

Aretha hanya bisa menatapnya sedih. Olive masih sangat muda untuk menerima semua perlakuan keji ini. Luka yang amat dalam ini pastinya akan menjadi trauma berat di masa mendatang nantinya. Itu pun kalau dia tidak mati terbunuh di sini.

Benar-benar parah. Ini tidak bisa dimaafkan lagi.

"Aku … aku pasti akan membawamu keluar dari sini," ucap Aretha, memaksakan diri untuk tetap tersenyum tenang. "Bukan hanya kamu. Tapi anak-anak yang ada di sini pun juga!"

Olive terdiam sejenak seraya mengangkat kepalanya. Bukannya terlihat senang, gadis itu justru menggeleng lemah.

"Jangan berikan harapan palsu lagi pada kami, Kak."

"Eh?" Aretha terbelalak sempurna.

"Sekalipun kakak adalah anak dari bangsawan ternama di kerajaan ini, tidak ada … yang bisa menjamin apapun bukan, Kak?" Olive tersenyum begitu pahit. Air matanya kembali menetes dari pelupuk matanya.

"I-itu―"

"Bukankah keluarga kakak sudah di bunuh semua? Siapa lagi yang akan menolong kakak ke sini?"

Skakmat.

Aretha tak bisa berkata apapun. Ucapan Olive benar. Sekalipun dia anak bangsawan, tak ada yang bisa menjamin ia bisa lari dari tempat ini. Terlebih lagi, seisi mansionnya telah dibantai habis. Itu artinya tidak ada yang bisa menolongnya sebelum pihak kerajaan tahu situasinya sekarang.

Ah, ini benar-benar menyedihkan.

Aretha menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya erat. Siapa sebenarnya orang-orang itu? Apa yang mereka rencanakan sebenarnya? Kenapa harus keluarganya yang dijadikan korban? Lagipula tumbal apa yang sebenarnya mereka maksud?

Ribuan pertanyaan kembali menghujani benak Aretha. Tepat di saat itu pula, pintu ruangan kembali terbuka lebar. Lagi-lagi pria gendut itu kembali dengan dua pria jubah hitam di belakangnya. Tapi kali ini, seorang pria bertubuh besar dan berpakaian rapi juga jalan di sampingnya.

Ah, firasat Aretha langsung berubah buruk.

"Siapa nama budak yang Anda maksud tadi, Tuan?" tanya pria gendut itu pada pria di sampingnya.

"Budak ke Sembilan yang kamu pinjamkan padaku. Siapa ya namanya tadi? Olive? Atau Olivia?" gumam pria besar itu. Hingga tak sengaja ia menemukan budak yang ia maksud, ia langsung menunjuk gadis itu. "Itu dia!"

Deg!

Jantung Aretha seakan berhenti berdetak ketika lelaki itu menunjuk Olive. Terlebih ketika pria gendut itu kembali mengisyaratkan anak buahnya untuk membuka jeruji sel milik Olive dan mengeluarkan gadis itu secara paksa.

"Akh! Sakit!" Olive meringis, merasakan cengkraman yang amat kuat dari kedua pria berjubah hitam itu. Tubuh keringnya dilempar begitu saja tepat di hadapan sang pria gendut. "A-apa … apa lagi salahku, Tuan …?"

Pria gendut itu langsung mencengkram rahang Olive kuat-kuat. "Masih bertanya apa salahmu lagi, Olive!? INI SUDAH KELIMA KALINYA KAMU MENGECEWAKAN KLIEN KITA!"

Tubuh Olive bergidik hebat. Bibirnya terbuka, tapi tak ada satu patah kata pun yang keluar. Air mukanya pucat pasi. Terlebih ketika sang klien ikut berjongkok dan menjambak rambut Olive kencang.

"Heh, pelacur. Kamu mencuri uangku, bukan?" tanya pria bertubuh besar itu. "KAMU MEMANFAATKAN SITUASI SAAT AKU LENGAH. BENAR KAN?! NGAKU SAJA!"

"Ti-tidak―"

JLEB!

Aretha terbelalak sempurna. Tubuh Olive ambruk. Darah mengucur deras dari lehernya. Dalam sekali gerakan, pria bertubuh besar itu tak segan menusukkan belati kecil tepat di leher Olive.

"OLIVE!"

Bagaimana bisa mereka sekeji ini …?