Chereads / Perjalanan Harapan / Chapter 3 - Bagian 3. Penyihir Hebat?

Chapter 3 - Bagian 3. Penyihir Hebat?

Aku bangun dari tidurku. Cahaya matahari yang baru terbit menyinari kamar kami. Aku melihat Kevin dan Ira masih tertidur.

(Besok kau akan tahu jawabannya) Aku masih tidak tahu maksudnya. Bosan tidak ada hal yang harus kulakukan, aku mencoba keluar jalan-jalan.

"Mau kemana kau?" Ira yang masih dalam posisi berbaring menanyaiku curiga.

"Cuman jalan-jalan ke pasar"

"Aku ikut. Aku tidak bisa membiarkanmu kabur" Ira yang masih kosong bangun dari kasurnya. Sebaiknya dia tetap di kasur. Tapi karena dia memaksa maka aku hanya bisa pasrah. Kami pergi meninggalkan Kevin di kamar sendirian. Dia cukup untuk menyadari adanya bahaya meskipun sedang tidur.

Suasa jalan kota sangatlah padat. Matahari baru saja terbit. Para pedagang sudah menjualkan barang dagang mereka di pasar. Aku mencoba melihat-lihat warung-warung yang bertebaran di hampir sepanjang jalan.

Aku mendekati salah satu warung roti. Sambil melihat-lihati roti yang dijualnya, "Ira apakah kau mau roti untuk sarapan?"

Ira tidak begitu bersemangat. Wajahnya masih kusam. Aku langsung membeli roti itu tanpa pikir panjang. Bakal masalah kalau dia tidak makan.

Saat aku mencoba membelinya seorang wanita berkacamata tidak sengaja menyenggolku dan membuat roti yang baru kubeli jatuh terbuang sia-sia.

"Maafkan aku. Aku terlalu tergesa-gesa!" Wanita menepuk tangannya dan menundukkan kepalanya. "Aku akan menggantinya tapi uangku masih tertinggal di sekolahku" Sekolah? Dia guru? Tidak mungkin ada murid yang kelihatan dewasa ini.

"Kalau begitu kami akan mengikuti anda sampai ke sekolahmu" Ira memaksa wanita itu mengganti rugi dengan wajah datar.

"Baik baik baik! Sekolahku ada di sana. Ikuti aku" Wanita ini sangat ceroboh.

Kami tiba di depan gerbang sekolah. Sekolah yang luas sampek memakan separuh ibukota. Akademi Batu Tujuh. Akademi yang memiliki kelengkapan yang luar biasa. Tapi aku tidak menduga kalau akan seluas ini.

"Astaga sialnya hari ini aku...Aku telat bangun dan sekarang aku harus ganti rugi barang orang" Wanita ini mengeluh terus.

Wajah Ira yang tadi kusam tiba tiba terkejut. Aku menyadari apa yang dia lihat. Akupun terkejut melihatnya. Orang itu apa yang dia lakukan di sini. Wanita itu melihat apa yang di balik gerbang dan melambaikan tangannya. Orang yang berada di balik gerbang langsung menghindari tempat kami berdiri.

"Kenapa Kuri tiba-tiba menghindariku? Apa dia membenciku dan aku akan dipecat karena telat terus?!" Wanita itu terkejut dan memikirkan yang tidak-tidak. Dia salah paham soal Kuri.

"Cepatlah bibi kami tidak punya banyak waktu sekarang?" Ira menyilangkan tangannya. Dia semakin tidak sabaran.

Wanita itu hanya tersenyum kesal dan mengambil barang-barangnya dari dalam sekolah. Saat keluar, dia membawa tas besar dan sebuah makanan.

"Ini untuk kalian" Wanita itu memberikan beberapa roti yang jumlahnya melebihi jumlah yang dia jatuhkan.

"Apakah tidak apa-apa ini lebih lo?"

"Tidak apa-apa. Aku tadi yang ceroboh"

"Ngomong-ngomong anda murid di sini?" Aku dari tadi penasaran.

"Aku ini guru tahu!"

"Tapi kenapa bibi datang telat?" Aku menggantibsebutannya menjadi bibi karena sudah memastikannya.

"Anu... Apa kalian berdua tidak tahu cara menghormati umur wanita. Terutama kau gadis manis"

"Tenanglah anda lebih tua dariku jadi aku akan tetap memanggilmu bibi" Ira mengejek wanita itu dengar ekspresi datarnya.

"Panggil aku Raisha, Sensei Raisha! MENGERTI!"

"......." Kami berdua diam. "Kenapa kalian diam?!" Dia mengeluarkan sihir angin dari tangannya. Ira langsung melindungi matanya dengan kedua tangannya.

"Aku tidak percaya orang seceroboh anda bisa jadi guru"

"Mau coba merasakan sihir ini?"

Sihirnya kuat namun penuh dengan lubang. Angin yang dibuat untuk mengitarinya tidaklah sempurna.

Aku menghentikan sihir Raisha dengan menusukkan pisauku ke inti sihirnya. Angin dahsyat yang dibuatnya hilang seketika. Raisha hanya bisa terdiam tidak percaya.

"Sihirmu masih banyak lubangnya" Aku mengatakan itu sambil memasukkan pisauku kembali ke sarungnya.

"Bagaimana bisa?"

Ira menepukku mengisyaratkan untuk meninggalkan Raisha. Kami berdua mencoba pergi namun dia menghentikan langkahku.

"Tolong siapapun dirimu. Tapi ajari aku cara menjadi penyihir kuat sepertimu"

"Hey aku tidak bisa melakukan sihir. Aku hanya bisa menghancurkannya"

"Tapi bukannya-"

"Sudah kubilang semua jenis sihir memiliki lubang dan inti. Bila inti itu bersentuhan dengan benda tajam melalui lubang yang ada pada sihir maka sihir itu akan hancur"

"Kalau begitu kumohon jadikan aku gurumu!"

Kenapa malah memohon untuk menjadi guru? Raisha menundukkan badannya sambil memohon.

Ira melihatku. "Biar Kevin yang menilainya" dia memberi penyelesaian.

"Baiklah baiklah. Tapi kenapa kau ngotot?" Raisha mengembalikan posisi badannya ke semula.

"Seorang guru sekolah ini harus memiliki satu murid pribadi. Dan aku satu-satunya yang belum dapat. Setelah aku melihat pengetahuanmu soal sihir kau adalah kandidat yang paling cocok denganku". Sepertinya tidak bisa kuabaikan. Ya sudahlah aku juga untung.

Aku membawa kembali ke tavern dan membiarkan Kevin menyelesaikannya.

Tapi bukannya Raisha seharusnya sekarang mengajar di sekolah. Aku mencoba menanyakannya.

"Bukannya kau harus mengajar di akademi itu?"

"Aku tidak boleh kembali sampai aku mendapat murid pribadi" Dia membuat postur wajah kecewa dan depresi. Aku lebih baik diam saja.

Dalam perjalan kembali ke tavern. Orang-orang berkumpul di pinggir jalan. Kami yang melihatnya mendekati kerumunan itu. Seorang tergeletak tak bernyawa terbaring di tanah. Dia Kuri.

Kami bertiga terkejut. Ira yang tadinya datar langsung berekspresi kaget. Bagaiamana secara tiba-tiba dia tewas. Padahal tadi kita masih melihatnya di sekolah.

Kami pucat dan melanjutkan perjalanan. Wajah Ira antara senang dan tak percaya. Wajah Raisha sangat sedih.