Kami berempat masuk ke dalam gua itu, kegelapan terasa saat memasukinya. Satu-satunya sumber cahaya adalah sinar dari lubang-lubang gua ya ada di langit-langit.
"Berhati-hatilah! Gua ini memiliki 4 kedalaman, musuh baru akan mulai terlihat saat di kedalaman ke 2, itupun cuman monster laba-laba. Sedangkan roh sihir keluar di kedalaman ke 3. Di kedalaman ke 4, kita akan menemukan roh sihir dan laba-laba yang sudah berevolusi menjadi lebih besar dan mengerikan. Kemungkinan roh sihir yang tidak biasa itu ada di sana." Kevin berjalan di depan sambil memberi tahu struktur gua ini. Dia benar-benar seorang pemimpin, apakah aku bisa memimpin sepertinya suatu hari?
Sebuah puing-puing dari kayu terlihat di perjalanan kami. Kevin segera berkata. "Kita sudah memasuki kedalaman ke 2, para warga menggunakan bekas-bekas gerobak mereka yang hancur sebagai penanda di sini. Bersiaplah, monster laba-laba akan kalian hadapi!" Kevin menoleh ke belakang melihat kami.
Aku melihat ke arah dua wanita di pinggirku, aku melihat Ira sepertinya tidak akan kuat bertarung, sedangkan Koko membenarkan kacamatanya mengatakan secara tidak langsung kalau dia siap membakar para laba-laba itu.
Jika ditanya, apa aku berani melawan laba-laba atau tidak? Aku lebih memilih tergantung situasi, jika mereka sudah menembakkan jaringnya ke tubuhku. Aku akan langsung membakar diriku untuk membersihkannya.
Membuatku berpikir sensasi menyentuh jaring laba-laba membuatku merinding. 'Ayolah, ini bahkan belum menghadapi mereka.' Aku berkeringat ketakutan.
Ira tidak sengaja melihat ekspresiku yang ketakutan saat membicarakan laba-laba, mulutnya perlahan melekuk. "Kau takut laba-laba?" Ira memukul-mukul kecil perutku dengan sikutnya.
"Apa, Jafar takut laba-laba?" Koko tiba-tiba menoleh ke arahku.
"Mana ada! Aku bisa saja jika harus memotong tubuh mereka!" Aku menyentuh dadaku dengan tangan sebagai bentuk menjaga harga diri.
"Tapi untuk membunuh laba-laba, kau harus bisa naik ke atas kepalanya, lalu menancapkan pisaumu di sana." Kevin tersenyum sambil memegangi, ujung topinya. Dia tidak tanggung-tanggung untuk membuatku tersudut.
Aku hanya bisa memelas dan menundukkan kepalaku. "Ya, aku benar-benar takut laba-laba." Jawabku dengan malu karena harga diri yang hancur.
"Jangan murung gitu dong, setidaknya sekarang kita bisa tahu siapa yang akan maju dan menunggu di belakang seperti tuan putri." Ira semakin mengejekku, entah kenapa sifat sedihnya secara tiba-tiba hilang. Mungkin aku saja yang tidak tahu cara kerja emosi wanita.
Aku menghela nafas dan menerima perasaan hina yang dilontarkan oleh Ira. "Terserahlah, aku setidaknya bisa melawan roh sihir tanpa masalah."
"Bisa diam sebentar?!" Kevin berteriak dan mengambil crossbow-nya yang berada di punggungnya.
Saat kami berbincang dalam perjalan, suara langkah-langkah kaki terdengar dari kedalaman gua. Dari suaranya, yang datang ke arah kami sudah pasti koloni.
"Tenanglah! Aku dan Kevin sudah cukup untuk melawan koloni laba-laba itu." Koko mengeluarkan sihir api dari tangannya, rambutnya seperti terbawa angin karena sihir api itu.
Dia dan Kevin berdiri di belakangku dan Ira. Mereka sudah bersiap melawan apa yang ada di depannya. Suara semakin dekat, mata laba-laba bersinar yang menggelikan sudah terlihat dari kegelapan gua.
Tidak membuang-buang waktu, Koko langsung menembakkan sihir api yang padat dari kedua tangannya.
"Kali ini aku pasti akan bisa dengan sempurna! Rasakan fireblast dariku!" Sebuah bola api berbentuk layaknya kuda yang sedang berlari menerjang para laba-laba itu.
Para laba-laba langsung terbakar habis oleh serangan Koko. Kevin yang baru saja akan menggunakan tato pembunuhnya hanya bisa melihati dengan melongo kemampuan Koko yang sebenarnya.
"Mengerikan sekali." Ira mengatakan itu dengan terkesima oleh sihir yang baru saja dikeluarkan oleh Koko.
"Hey jangan menyebutku mengerikan! Aku ini lemah lembut tahu!" Koko langsung menoleh ke Ira dan menegurnya, sepertinya kata mengerikan terlalu beresiko jika disebutkan pada wanita.
"Bukannya memang mengerikan? Lihatlah laba-laba itu lari ketakutan setelah melihat teman-teman mereka terbantai!"
"Kau sepertinya suka cari gara-gara ya?" Koko tersenyum kesal sambil memukulkan kedua tangannya.
"Apa? Mau berantem? Aku turuti keinginanmu, dasar nenek tua!" Ira mengangkat kedua tangannya yang siap meninju, meskipun aku tidak tahu soal wanita, tapi menyebut nenek padanya sudah pasti akan menimbulkan masalah besar.
"Sudah sudah..., musuh sudah tidak ada. Ayo kita maju menuju kedalaman ke 3." Kevin menyentuh pundak kedua wanita yang sedang berseteru itu dengan memamerkan senyum kecutnya.
Wajahnya langsung mengarah ke arahku, 'Jafar, kau paling jago kalau menenangkan mereka bukan?' Meskipun dia tidak bicara, aku tahu apa yang dia maksud.
Aku menghela nafas dan mencoba meredam. "Kalau mau berantem, bagaimana jika di kedalaman ke 4 saja, nanti kita lihat siapa yang bisa membunuh roh sihir atau laba-laba terbanyak." Aku tersenyum mengangkat telunjukku sebagai tanda memberi ide.
"Sepertinya soal keadilan, kau adalah juaranya, Jafar." Koko menyetujui saran dariku dan memperbaiki posisi kacamatanya.
"Baiklah! Lihatlah siapa yang mengalahkan lebih banyak...! Tunggu..., bukankah itu artinya yang menang adalah yang mengerikan?!" Ekspresi yang bercampur terlihat di wajah Ira.
"Di kedalaman ke 4 kita harus menghancurkan mereka untuk bertahan hidup, jadi kita akan terpaksa membunuh mereka. Dengan begitu jumlah kill tidak akan bisa direkayasa." Aku tersenyum bangga dengan rencana yang kubuat.
"Sepertinya kelihatan adil. Baiklah, aku terima tantangan ini." Koko memukul telapak tangannya dengan ekspresi serius.
"Aku juga tidak akan kalah, kemampuan berpedangku cukup untuk mengalahkan musuh dengan jumlah seminim mungkin." Ira menepuk dadanya.
"Aghhh!" Kevin terkejut, matanya melebar dan mulutnya menganga lebar. 'Bukannya aku bilang suruh menenangkan mereka' Dia menatapku dengan isyarat.
'Mereka sudah tenang' Aku berjalan melewati Kevin dengan mengangkat jempolku ke arahnya dengan senyum bangga.
Kevin menghela nafas semakin tidak kuat menghadapi kelakuan kami.
Kami berjalan semakin ke dalam. Sebuah batu-batu yang tertata rapi di gua menandakan kita sudah berada di kedalaman ke 3, jika seperti yang Kevin bilang. Kali ini giliran Koko yang mundur, dia tidak sanggup melawan roh sihir.
Kevin mengejarku yang sudah ada di depan, para gadis berjalan di depan kami tanpa menyadari kalau kami ada di belakang.
"Sepertinya mereka berdua akan jadi teman akrab." Kevin melihat mereka dengan bahagia.
"Benarkah? Aku melihat mereka seperti saling akan menghancurkan!" Aku menyangkalnya.
"Terkadang kita sebuah ikatan terjadi karena permusuhan. Aku anggap ini sebagai awal persahabatan mereka." Kevin melepas kacamatanya, dia terlihat seperti ayah yang bangga pada prestasi anaknya.
Aku baru kepikiran, dia memakai kacamata di dalam gua dari tadi, bukannya tidak tambah gelap kalau memakai kacamata hitam di gua?
"Perasaan ini!" Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang nostalgia. Aku berhenti mengecek pendengaranku.
"Jafar! Kenapa?" Kevin menanyaiku.
"Aku merasakan sesuatu, membuatku rindu. Tapi apa? Aku tidak tahu itu!" Aku menutup kupingku.
Sebuah suara mengitari kupingku, suara-suara yang selalu dekat denganku dulu bergema di sekitarku.
"Woy Jafar, apa yang terjadi?!" Kevin terus menanyaiku.
Suara Kevin terdengar oleh yang di depan. Para gadis berjalan ke arah kami. "Apa yang terjadi, Jafar?!" Koko bertanya.
"Aku merasakannya!" Sesuatu yang tidak kuketahui, membuatku merasakan perasaan nyaman.
"Jangan-jangan! Ini serangan roh sihir!" Koko berteriak dan mengeluarkan sihir cahaya dari tangannya.
"Bersiaplah, musuh akan datang!" Koko melihati sekitar dengan jeli.
"Aku sudah sering lewat sini, tapi belum pernah tahu kalau roh sihir membuat ilusi." Kevin terkejut.
"Ha? Bukannya itu serangan awal para roh sihir? Di dalam buku di akademi, roh sihir menyerang kenangan korbannya dengan membawakan sesuatu yang nostalgia!" Koko menjelaskan lebih detil.
"Aku tidak tahu apa yang kau pelajari di akademi itu, tapi sekarang kita harus bersiap saja! Mereka sudah datang!" Kevin memberi perintah dan mengaktifkan tato kancilnya. Tidak ada waktu berdebat saat ini, yang kita tahu adalah mereka sudah datang.
Setsetsetset!
Suara langkah kaki yang sangat cepat terdengar dari belakangku, aku memeriksa ke langit-langit gua.
"Itu-(dalam sekejap makhluk yang dikira roh itu membawaku kabur dengan memegang kepalaku).
Aku tidak percaya apa yang kulihat. Makhluk itu cepat sekali, dalam sekejap dia berlari ke arahku dan membawaku kabur.
"Jafar!" Ira meneriakkan namaku.
Kevin dan Koko langsung melihat ke arahku pergi. "Tidak ada waktu! Ayo kejar!" Kevin berlari maju mengikutiku.
"Aku tidak mau kehilangan muridku!" Koko mengikuti Kevin berlari ke arahku.
"Hei! Aku tertinggal! Ahhhhhhh.....!" Ira berlari letih mengikuti mereka berdua sambil menebas-nebas para roh sihir yang mendekatinya.
Makhluk itu terus membawaku sampai ke kedalaman 4. Dia menjatuhkanku ke lantai, aku jatuh tersungkur di atas tumpukan jerami.
"Jerami?!" Aku merasakan hal yang tidak seharusnya ada di kedalaman ini, mataku perlahan menatap ke roh itu. Monster berkaki laba-laba dan berbadan wanita pucat menatapku kosong dari atas. Gigi dan matanya yang tajam melihatiku dengan perasaan menangis.
Saat aku melihati wanita laba-laba itu dengan lama, aku mengingat wajahnya. "Ibu!" Kenapa anda bisa jadi seperti ini? Air mata tiba-tiba keluar dari mataku.