Chereads / Perjalanan Harapan / Chapter 4 - Bagian 4. Kabur

Chapter 4 - Bagian 4. Kabur

Kami bertiga kembali ke tavern. Kevin sudah bangun dan berdiri di depan cermin. Dia melihat ke arah wajah asing yang belum pernah dia temui.

"Hmmm....Siapa dia?"

"Aku Raisha. Aku ke sini ingin meminta ijin untuk menjadi gurunya Jafar"

"Terserahlah.....Jafar dia jadi urusanmu sekarang"

"He...sesingkat itu?"

"Yah....Dia kan memintamu bukan aku atau Ira"

"Baiklah" Aku hampir lupa kalau aku hanya ikut Kevin secara kebetulan.

Ira yang dari tadi diam. Melangkah maju mendekati Kevin. Wajah mereka sangat berdekatan. Dia berbisik kepada Kevin.

"Kenapa dia bisa mati secara tiba-tiba?" Kevin yang paham maksudnya Ira langsung membetulkan kacamatanya.

"Aku kan sudah bilang. Besok kau akan mendapatkan jawabannya" Aku yang mengingat kata itu langsung tegang dan gugup. Apa yang dia lakukan pada Kuri? Dia mati secara mendadak. Padahal saat kami bertemu dengannya di sekolah, dia terlihat baik-baik saja. Apakah ini kuasa Royal Tatoo?

Raisha dari tadi melongo tidak paham apa yang kami bicarakan. Aku yang menyadarinya mencoba mengalihkan perhatiannya. "Mereka hanya membicarakan Desa Suryajana" Raisha yang sadar arah pembicaraanku langsung merasa tidak enak.

"Maafkan aku. Aku tidak tahu kalian bertiga dari desa itu. Pasti sulit bagi kalian bukan?"

"Lebih tepatnya bagi mereka berdua. Aku hanya kebetulan berada di desa itu ketika di serang"

Kevin mendekat ke arahku. Dia mengambil topi koboinya yang berada dekat cermin dan memakainya. "Ini sudah saatnya"

"Saatnya apa?"

"Tentu saja pergi. Kita adalah tersangka utama di sini. Terlebih lagi untuk Raisha juga. Dia akan terlibat karena kau membawanya" Aku yang terkejut hanya bisa terdiam dan menatap ke arah Raisha.

"Tidak apa-apa. Lagi pula akulah yang memaksa. Aku juga cepat atau lambat akan dikeluarkan karena catatan telatku" Raisha menundukkan kepalanya sambil menahan air mata.

"Yang penting sekarang. Apakah kau bisa menyamar? Aku yakin gelang energi di tanganmu bukanlah aksesoris semata" Kevin menanyai keberadaan gelang Raisha.

"Ya.... Aku bisa.... Tapi tidak begitu sempurna. Yang bisa berubah hanya-"

"Itu sudah cukup. Tidak ada waktu lagi"

"Baiklah" Raisha langsung mengaktifkan sihirnya. Sihir pengubah wujud biasanya memakan banyak energi. Keberadaan gelang di tangan Raisha membantu untuk menyuplai energi sihir ke tubuh Raisha.

Tubuh Raisha bersinar. Kami bertiga menutup mata karena silau. Beberapa detik kemudian sinar meredup. Sihir pengubahan telah berhasil. Namun harapan itu hancur setelah dia menoleh ke arahku. Yang berubah hanya warna rambutnya. Kini rambut Raisha bewarna biru gelap. Raisha menatapku seakan dia telah membuatku kecewa.

"Tidak apa-apa... Ini sudah cukup" aku menghibur Raisha yang murung. Raisha hanya bisa memaksa senyumnya.

"Bagaimana dengan namanya? Sihirnya gagal. Setidaknya namanya harus diubah untuk membuat para penjaga lebih percaya" Ira yang daritadi diam akhirnya angkat bicara.

"Koko... Panggil saja Koko" Raisha mengatakan itu sambil membetulkan kacamatanya. Air mata hampir keluar dari matanya. Dia sedih karena terpaksa harus meninggalkan tempat dia hidup.

DOR DOR DOR!!!

Pintu kamar digedor oleh seseorang. Bila didengar ada banyak langkah kaki mengarah kesini.

"Gawat mereka sudah disini. Ira selalu dekat denganku. Jafar kau lindungi Raisha! Kita akan melompat dari jendela" Kevin yang kaget langsung memerintah kami dengan panik.

Kevin melompat membawa Ira pergi. Aku mengikutinya dan mencoba menggendong Rai- maksudku Koko. Namun dia menolaknya.

"Agak memalukan jika kau menggendongku. Tenanglah aku juga bisa melakukannya" Aku membiarkan Koko melompat duluan. Brakk!! Pintu berhasil didobrak. Aku yang panik langsung meloncat dari jendela dan mendarat di bawah gerobak penuh dengan jerami. Tanpa jangka waktu yang panjang aku berlari mengikuti Kevin.

Kevin membawa kami ke bawah jembatan kota. Di bawahnya terdapat pintu ke saluran air ke seluruh kota dan menuju luar kota. Kami berlari sekuat tenaga sampai pada ujung jalan keluar saluran air.

Namun langkah kami terhenti oleh seorang prajurit yang berdiri sendirian di sana. Dia bukan prajurit. Captain? Polisi? Jendral? Yang terakhir tidak mungkin bagiku.

Orang ini memancarkan aura yang mengerikan. Kami belum bisa melihat wajahnya. Namun arah cahaya matahari berubah dan sebuah manusia bertelinga panjang terlihat di depan kami, seorang elf. Dia pasti dari Provinsi Suwasana. Karena Suwasana mayoritas penduduknya seorang elf.

"Oy oy oy... Apa yang kita punya di sini? Kelompok orang yang selamat dari serangan desa dan satu gadis aneh" elf itu tidak mengenali wujud asli Koko. Meskipun hanya rambut rupanya efeknya sangat hebat.

Tanpa ada jeda sedikit. Ira maju dan menghunuskan pedangnya ke arah elf itu. Elf itu langsung menghempaskan Ira hanya dengan kebasan tangannya. Kevin secara reflek menangkap Ira yang terpental.

"Ira jangan gegabah" untuk pertama kalinya aku melihat Kevin memarahi Ira.

"Sebegitu bencinya kalian terhadap diriku?" Senyum elf itu membuatku muak. Tapi aku harus menahan emosiku. Aku yang mencoba berpikir disentuh oleh Koko.

"Hati-hati dia adalah kepala militer di sini. Makkawaru adalah orang yang tidak boleh kita anggap remeh. Sihirnya cukup mematikan. Dia juga punya royal tatoo berbentuk kancil.

"Aku mengerti. Jadi dia orang yang akan mengandalkan otak ya?" Aku mencoba melihat ke arah Kevin. Kevin yang menyadarinya langsung mengisyaratkan kalau serahkan saja padaku.

Apakah dia akan baik-baik saja? Aku tahu Kevin punya ketiga royal tatoo namun melawan orang yang punya kekuatan sihir tinggi dan memiliki royal tatoo bukanlah hal yang mudah. Aku tidak punya pilihan dan menyetujui untuk membiarkan Kevin yang mengurus Makkawaru.

"Aku bisa menyembuhkannya bila dia-"

"Tidak usah. Ini pertarunganku murni dengan dia" Koko yang mencoba menyupport Kevin dihentikan olehnya. Jadi Kevin dan Makkawaru juga saling kenal.

Makkawaru tersenyum senang. Dia kelihatan sangat tertarik untuk bertanding melawannya. Kevin hanya berjalan dan menyiapkan crossbownya.

Kevin menembakkan crossbownya ke Makkawaru namun dia mematahkan bolt-nya dengan mudah. Kevin kembali mengisi dan menembakkannya. Hal yang sama terjadi lagi. Apa yang diinginkannya?

Sampai akhirnya Makkawaru bosan dan mengeluarkan bola api raksasa ditembakkan ke arah kami. Koko yang melihat hal itu langsung mengaktifkan sihir air yang dibentuk mengelilingi kami bertiga. Kevin yang ada diluar perisai air tetap rerlihat tenang.

Jauh tapi aku bisa melihatnya. Tato bentuk buaya kini aktif. Ledakan bola itu mengenai seluruh saluran air. Aku melihat Kevin sudah tidak ada didepanku. Dia mati?

"KEVINNNN!!!!" Ira yang melihatnya langsung memanggil namanya. Dia harus melihat orang dekatnya mati lagi. Pertahanan perisai air mengendor. Koko menangis melihat kejadian itu.

Aku percaya pada Kevin. Itulah yang harus kulakukan sebagai seorang teman pria bukan? Aku percaya itu!

Makkawaru mendekat ke arah kami. Kedua wanita di dekatku ketakutan. Mereka berdua sudah kehabisan keinginan untuk bertarungnnya.

"Cuman sampai sini saja, Kevin?" Dia mengejek ke arahku. Seakan dia melihatku seperti pria payah yang tidak bisa melindungi wanita. Sebenarnya harga diriku terserang dan ingin menghabisinya sekarang.

"Oy kau laki kan apa yang kau lakukan? Sembunyi dibalik wanita?" Jika aku sendirian aku akan menghantamnya. Aku harus percaya! Aku harus percaya!

Makkawaru sudah di dekatku. Dia menyentuk daguku dan mengangkatnya ke atas. "Kau mengenaskan sekali sebagai seorang pria"

Tiba-tiba rasa takut kurasakn disekujur tubuhku. Semua orang termasuk Makkawaru merasakn takut. Tatonya yang tadi bercahaya kini redup. Perasaan ini.... Kevin!

Kevin muncul dibalik Makkawaru. Dia langsung menusuk lehernya dan Makkawaru langsung tepar di tempat. Tato buaya dan singa bersinar di tangannya. Sudah kuduga itu pasti kau.

Aku tersenyum pada Kevin.

"Terima kasih untuk mempercayaiku, Jafar" dia memberiku hormat dengan menaruh tangan kanannya di dadanya.

"Halo lagi Kevin" aku membalasanya dengan bahagia.

Aku melihat bagaimana tubuh Makkawaru tergeletak. Sama seperti Kuri. Jadi begitu ya. Aku melihat para gadis. Mereka terpaku pada Kevin yang kembali tanpa menyadari kesamaan Kuri dan Makkawaru terbunuh.

Kami melanjutkan pelarian kami keluar ibukota. Kenapa Makkawaru menyerang desa? Apa dia dendam dengan Kevin. Bukannya Makkawaru harusnya cerdik dengan bantuan Royal Tatoo? Aku membuang semua pikiran itu dan fokus pada pelarian kami.