Chereads / Terpaksa Menjadi Tunangan Palsu / Chapter 15 - Rumah Untuk Dia

Chapter 15 - Rumah Untuk Dia

"OH IYA! Aku ingat! Sekarang aku udah baik – baik aja sama sahabat aku," Keysa dengan semangat menanggapi.

Senyum tipis muncul di wajah Mark, ia mengusap lembut punggung tangan Keysa. "Syukurlah. Aku ikut lega dengarnya."

'Gue harus cari tahu lagi kenapa Kak Kay begitu.' Tekad Keysa. Lagi - lagi, Keysa merasa tak tahu apapun mengenai Kakaknya.

"Sekarang, ayo lihat kamar kita," ajak Mark berdiri dari duduknya.

Keysa menyamakan langkah Mark, ia melongo menatap kamar keduanya yang sangat luas. Ranjang ukuran king size di tengah ruangan. Cermin di samping kiri bersatu dengan meja rias. Di dalamnya juga sudah ada kamar mandi.

"Kita tidur disini kalau udah menikah," ucap Mark.

"Aku pikir…" ucap Keysa pelan.

Mark mendengar ucapan Keysa, ia menoleh pada sang tunangan. "Kamu pikir kita bakalan tidur bersama?" tanya Mark dengan senyum jailnya.

"Enggakk!" elak Keysa cepat. Telinganya memerah karena terlalu berpikir jauh.

Mark tertawa kecil, ia menangkup wajah Keysa, "Aku udah janji untuk gak nyentuh kamu sampai kita menikah."

"Aku tau," Keysa mundur karena Mark terlalu dekat untuknya. "Ehhh!"

Keysa membulatkan matanya saat dirinya tanpa sadar terjatuh ke ranjang dan menarik Mark hingga lelaki itu terjatuh di atasnya. Beruntung, Mark menahan tubuhnya dengan kedua sikunya. Ada hening yang terjadi di antara keduanya. Hanya terdengar suara dentingan jam dan jantung keduanya yang berdetak.

Wajah Mark mendekati wajah Keysa. Keysa yang kebingungan memilih menutup matanya erat.

DUK

Keysa memegang dahinya yang terasa sakit. Ia membuka matanya dan menatap Mark kesal. Rupanya, Mark menabrakkan dahinya dengan dahi Keysa.

"Sakittt," protes Keysa mengelus dahinya.

Mark terkekeh kecil, lelaki itu ikut membaringkan tubuhnya di samping Keysa. "Maaf sayang," Mark menyingkirkan tangan Keysa. Lelaki itu mengusap dahi Keysa pelan.

"Kamu ngapain nabrak dahi aku?" tanya Keysa sembari menatap langit – langit kamar keduanya.

Mark tersenyum, "Kalau gak begitu, aku takut gak bisa nahan diri."

Ucapan Mark yang jujur membuat Keysa malu sendiri. "Berisikk!"

"Aku jujur, Kay," balas Mark masih mengusap dahi Keysa.

Keysa berdeham, "Dahi kamu gak apa?" tanya Keysa berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Aku gak apa," balas Mark. Kemudian ia mengambil posisi duduk di ranjang. "Ayo kita lihat kamar masing – masing."

Keysa meraih tangan Mark yang mengulurkan tangannya. "Letaknya dimana?" tanya Keysa menyamakan langkahnya dengan sang tunangan.

"Di lantai dua. Kamu mau di dekat tangga atau dekat kamar mandi?" tanya Mark sembari mengkode Keysa untuk naik ke lantai atas.

"Dua – duanya udah ada barang – barangnya?" tanya Keysa menatap Mark yang sedang membuka pintu kamar dekat tangga.

"Udah. Aku ingin disini," jawab Mark.

Keysa menatap sekelilingnya, kamar dengan nuansa hitam putih dan gaya minimalis modern. Dilengkapai single bed warna putih dan bantal warna hitam. Terdapat meja dengan ukuran sedang yang menempel dengan dinding kamar terletak di samping kanan. Lemari pakaian pintu geser warna hitam terletak di sebelah kiri.

"Oke. Kamu disini aja," ucap Keysa setuju. Lagipula, terlihat dari desainnya kalau kamar ini khusus untuk laki – laki.

"Kamar kamu ada di sebelah kamar aku," info Mark sembari melangkahkan kakinya ke kamar sebelah,

Keysa menatap kamarnya. Didominasi dengan warna putih dan abu, warna yang netral. Single bed terletak di tengah ruangan. Ada nakas dengan motif mawar di sebelah kanan dan lampu kecil di atasnya. Lemari pakaian terletak di sebelah cermin rias dengan ukuran sedang.

"Aku suka kamar ini," komentar Keysa tersenyum.

Mark membalas senyum Keysa, "Aku mau kenalin ke kamu satu ruangan lagi," ajak Mark semangat sembari menarik tangan Keysa.

Keysa melongo menatap jajaran buku yang tersusun rapi di ruang perpustakaan. Senyuman Keysa mengembang, ini impiannya. Ia ingin mempunyai ruang perpustakaan di kediamannya, sayangnya, itu hanya angan – angan saja. Kini, impiannya tercapai di rumah yang dibangun Mark untuk keduanya.

"Wow…" Keysa melangkahkan kakinya ke rak. Ia menyentuh buku – buku yang masih baru. Keysa menatap meja kayu dengan ukuran sedang yang terletak di sudut ruangan.

"Kalau butuh ketenangan, bisa kesini. Aku sengaja buat ruangan ini kedap suara," tutur Mark.

"Aku suka tempat ini," kata Keysa semangat.

Mark mengerutkan dahinya, "Bukannya kamu paling anti sama perpustakaan?"

Keysa dengan canggung mengambil buku yang terletak di rak, "A-aku akan skripsi. Mau gak mau harus terbiasa diam di perpustakaan."

Mark terdiam, ia tampak berpikir, "Bener juga. Pintarnya tunangan aku," ucap Mark sembari mengusak rambut Keysa.

'Selamat.' Batin Keysa menghela napas lega.

***

"Aku pikir kita langsung tidur disana," ucap Keysa menghadap ke arah Mark yang menyetir.

"Itu gak mungkin, Sayang~" Mark menjawab sembari terkekeh kecil. "Kita belum beli baju sama sekali."

"Kenapa beli? Baju kita tinggal dibawa dari rumah masing – masing. Jadi, kita hemat," ujar Keysa.

Keysa menyadari raut Mark yang berubah. "Soalnya gak ada baju yang mau aku beli," lanjut Keysa cepat.

Keysa memukul dahinya pelan sebagai hukuman kalau dirinya melupakan kebiasaan kembarannya yang boros. Untungnya Mark fokus menyetir sehingga ia tidak banyak bertanya.

"Kamu agak berubah ya," komentar Mark jujur.

Keysa membuat wajah bingung, "Berubah gimana?"

"Oh! Aku tau! Aku sekarang udah jadi tunangan kamu!" ucap Keysa semangat. Keysa menatap Mark takut, karena ia khawatir Mark merasakan ada perubahan yang dratis pada tunangannya.

'GILA! Lo ngapain Key?!' batin Keysa tak paham dengan dirinya.

Mark tertawa kecil, "Hahaha…itu emang berubah."

"Emang apalagi yang berubah dari aku?" tanya Keysa sembari menelan ludahnya gugup.

Mark menggeleng, "Benar kok jawabannya."

Keysa tersenyum sebagai tanggapan. Diam – diam ia bernapas lega. Ia menatap ke luar jendela, memandangi lalu lalang kendaraan yang tampak sibuk. Matanya perlahan menutup dikarenakan alunan musik yang masuk ke telinganya.

Tiga puluh menit kemudian, mobil mewah Mark memasuki kediaman Kaysha. Bibi Tina bersama pelayan lainnya sudah menunggu di pintu masuk. Mark melirik Keysa yang terlelap.

"Lucu," gumam Mark pelan. Mark turun dari mobilnya dan membuka pintu mobil, ia menatap para pelayan yang hendak mengatakan sesuatu. Tetapi, Mark lebih dulu meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya, meminta para pelayan untuk diam.

Mark dengan hati – hati mengangkat tubuh Keysa ala bridal style. Bibi Tina mengkode pelayan untuk mundur agar Mark bisa membawa Keysa dengan selamat ke kamar. Bibi Tina memimpin langkah Mark kemudian ia membuka pintu kamar. Bibi Tina segera meninggalkan kamar setelah menyelesaikan tugasnya.

Mark meletakkan tubuh Keysa dengan lembut. Ia juga menarik selimut hingga menutupi tubuh Keysa. Mark merapikan rambut Keysa yang sedikit berantakan. Lelaki itu tersenyum hangat menatap Keysa.

"Selamat tidur, Kay," ucap Mark tulus.

Mark hendak berdiri, sayangnya suara Keysa menghentikan niatnya. "Kak…gue kangen…"

Mark mengusap pelan kepala Keysa. Dugaannya, sang tunangan mengalami mimpi buruk sehingga Mark bisa melihat jelas keringat bercucuran dari dahi Keysa.

"Kay, tenang," Mark menggenggam tangan Keysa di balik selimut.

"Jangan pergi…" Keysa masih bergumam kecil. Keysa menggenggam erat tangan Mark.

"Aku gak pergi," balas Mark lembut. Lelaki itu mencium punggung tangan Keysa lembut.

"Kak, lo gak boleh ninggalin gue…" larang Keysa cepat, matanya masih menutup.