Chereads / The Prima Donna's Medicine / Chapter 2 - Kerinduan Aletta

Chapter 2 - Kerinduan Aletta

Aletta lega, karena sudah pulang dari rumah sakit. Dia berjalan dengan santai menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Setelah sampai dikamar dia langsung menuju kamar mandi dan berendam di bathtub untuk merileks kan badannya. Sambil berendam Aletta membuka kabar berita di ponselnya dan sangat terkejut saat membacanya.

"Astaga apa-apaan ini" sambil mengeser-geser layar ponsel.

"Apakah tidak ada berita lain selain bergosip tentang ku?" terus megeser-geser layar ponsel sampai bawah.

Setelah membaca sebagian berita Aletta menaruh kembali ponselnya dan berdiam diri menikmati hangatnya air. Tak terasa Aletta sudah berendam 1 jam lebih, dia bergegas membilas tubuhnya dan berganti pakaian yang nyaman untuk Ia pakai di rumah.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Aletta.

Tok.... tok.... tok.... seorang pelayan mengetuk pintu.

Suara seorang pelayan wanita didepan pintu kamar berkata.

"Nona, makanannya sudah siap, apakah dibawakan ke kamar Nona? " sambil sedikit mengeraskan suarnya.

Aletta bangun dari kursi meja riasnya berjalan mendekat ke pintu dan membukanya. Dia berkata.

"Apakah kau memasak makanan kesukaan ku?" sambil memandangi pelayannya.

Pelayan wanita dengan sopan menjawab.

"Iya Nona, saya memasak makanan kesukaan nona atas perintah asisten nona" sambil menatap Nona nya dengan sangat sopan.

Aletta dengan santai menjawab perkataan pelayannya.

"Baik lah, aku akan turun makan sebentar lagi" sambil ingin masuk kekamarnya dan teringat.

"Oh iya aku lupa, tolong buat kan aku jus tomat tanpa gula" berbalik badan kembali menghadap pelayannya dan mengungkapkan keinginannya.

Pelayan menjawab

"Baik Nona" sambil berbalik badan untuk turun ke dapur.

Aletta turun dengan santai ke meja makan dan dia melihat makanan yang sangat lezat. Para pelayan menyiapkan apa yang nona mudanya inginkan. Aletta makan dengan sangat lahab. Makan sendirian sudah menjadi hal biasa baginya. Terkadang dia sedih tapi dia mau bagaimana lagi.

Setelah beberapa hari Aletta beristirahat. Hari ini Aletta melakukan aktivitasnya seperti biasanya. Dia bangun pagi menyiapkan semua dengan sangat sempurna. Banyak hal yang Aletta lakukan setiap harinya. Dimulai dengan pagi hari berolahraga dan dilanjutkan dengan berangkat ke perusahaan jika Dia tak memiliki jadwal kuliah.

Mungkin sebagian orang akan mengira sangat sulit untuk melakukan pekerjaan dengan bebarengan kuliah, tapi Aletta bisa mengatur waktunya dengan sangat sempurna tanpa menunjukan status sosialnya. Dengan hidup begitu sempurna membuat seseorang yang berada didekat Aletta menjadi sangat takut.

Aletta sudah berada di perusahaan, banyak orang yang menunduk diam seperti mengucapkan salam dan ada sebagian yang mengucapkan salam dengan lisan. Semua karyawan sangat menghormatinya walaupun dia perempuan. Perusahaan berjalan sebagai mana mestinya, dimana-dimana semua orang sibuk dengan bagiannya masing-masing.

Tak terasa jam sudah menunjukan pulang kerja, Aletta keluar perusahaan dan berjalan santai sampai tak terasa sudah berada di taman kota. Dia duduk di bangku taman kosong sambil berdiam diri dan melihat anak-anak kecil berlarian, mainan ayunan, bermain jungkar-jungkir ditemani orang tuanya. Dia membayangkan betapa bahagianya memiliki kelurga yang lengkap.

Aletta berkata dengan senyum kecut.

"Andai saja aku memiliki keluarga yang lengkap" sambil memandang sebuah keluarga lengkap.

"Pasti aku sangat bahagia" terus memandangi keluarga tersebut dari kejauhan.

Lelaki tak dikenal duduk di samping Aletta dengan senyum simpul.

"Ayo, menikah lah dengan ku?" sambil ikut memandangi keluarga yang lengkap.

"Jika kau mau memiliki keluarga yang lengkap" sambil menatap Aletta.

Aletta dengan nada sinis dan menatap tajam lelaki tak dikenal.

"Apa kau gila?" menatap laki-laki di sampingnya.

"Kau siapa berani-beraninya mengajak ku menikah?" berdiri dari duduknya.

"Laki - laki gila" menjauh dari lelaki tersebut.

Aletta berdiri dan meninggalkan lelaki itu dengan langkah cepat karena merasa takut dan bertanya-tanya dalam hatinya siapa lelaki ini bisa-bisanya tidak mengenalnya.

Hari sudah mulai gelap, Aletta bergegas menelpon sopir pribadi untuk menjemputnya di kedai depan taman kota. Sejak kejadian penembakan, Aletta memperkerjakan seorang sopir untuk mengantar dan menjemputnya dimana-mana.

Mobil yang familiar dilihat oleh Aletta di seberang jalan, Aletta langsung membayar kopinya dan bergegas keluar dari kedai dan masuk ke dalam mobilnya.

Aletta bertanya ke pak sopir dengan nada sedikit jutek.

"Kenapa lama sekali menjemput ku" sambil membetulkan duduknya.

Seorang sopir yang sedang sibuk ingin menjalankan kendaraannya menjawab.

"Maaf nona, tadi saya terjebak macet karena sekarang waktunya pulang kerja" sambil terus menyetir.

Aletta memainkan ponsel dan menjawab.

"Ooo, lain kali jangan buat aku menunggu" sambil menatap layar ponselnya.

Sopir Aletta menjawab.

"Baik Nona" sambil menganggukan kepala.

Aletta bergerutu di dalam hatinya walaupun dia sendirilah yang memperkerjakan seorang sopir, dia kira sangat nyaman memiliki seorang sopir ternyata tidak.

"Sangat tidak praktis sekali memiliki seorang sopir, menunggu adalah hal yang sangat membosankan menurutku"

Aletta telah sampai di mansion, dan bergegas ke kamarnya untuk melakukan bebersih karena badannya sangat lengket berkat kegiatannya yang sangat banyak. Setelah selesai Aletta merebahkan tubuhnya di kasur king size dan memejamkan mata untuk menikmati alunan musik klasik mulai dari Mozart,Beethoven,Bach,Chopin dan masih banyak lagi. Aletta terduduk dikasur nya karena bunyi ponsel yang mengusiknya.

Suara panggilan masuk ponsel.

["Tring.... tring.... tring...."] duduk di kasurnya sambil ingin mengecek ponselnya.

Aletta berdecak kesal dan melihat layar ponsel.

"Siapa sih yang menelepon malam-malam begini" sambil mengetik kata sandi ponsel.

"Sangat mengganggu saja" ingin mengecek notifikasinya.

Mata Aletta berbinar ketika melihat nomer yang tak dikenal menelponnya terus dan ada dua pesan masuk di layar notifikasi dan bertuliskan.

["Apa kamu hidup bahagia?"]

["Apa kamu tidak ingin mengetahui siapa dalang dibalik kematian ibumu?"]

Pesan itu membuat mata Aletta meneteskan air mata, dia bergegas menelpon balik nomer yang tidak diketahui pemiliknya, tapi malah nomernya tidak aktif. Aletta berfikir siapa orang yang menelponnya dan mengirim pesan seperti ini.

Aletta menangis sepanjang malam mengingat apa yang ibunya alami. Tanpa sadar dia tertidur dengan memegang foto keluarga yang di dalam potret ada ayahnya Pitter Sanjaya Alexander di samping kanan, ibunya Natasya Olivia Alexander di samping kiri, dan dirinya di tengah dengan senyum mengembang sempurna.

Cahaya matahari masuk ke kamar Aletta lewat celah-celah gorden, Aletta bangun dengan mata yang masih sembab karena tadi malam Ia menangis. Dia bergegas bangun karena pagi ini ada jadwal kuliah yang mengharuskan dia masuk ke kampus. Walaupun Aletta memiliki beban dihidupnya dia selalu berhasil menutupi segalanya dengan sempurna tanpa seorang pun ada yang tau.

Ia memoles wajahnya dengan sangat cantik dan berganti pakaian dengan menggunakan dress casual. Setelah selesai kuliah dia akan melakukan meeting dengan investor. Ia pergi ke ruang kerja untuk mengambil berbagai berkas yang mungkin saja nanti dibutuhkan saat meeting. Ia mengecek segalanya agar semuanya berjalan dengan sangat sempurna tanpa ada kekurangan satu pun. Ia mengendarai mobilnya sendirian tanpa sopir pribadinya karena jika menggunakan sopir akan sangat tidak praktis atau ribet.

Sesampainya di kampus, dia sudah di sambut oleh dua sahabatnya yaitu Oliver dan Serillya mereka berbincang tentang segala hal sambil menunggu dosen pembimbing, tak berselang lama dosen datang dan menerangkan untuk tugas-tugas kedepannya. Mereka sangat serius memperhatikan dan mencatat apapun yang perlu dicatat karena demi keberlangsungan perusahan-perusahaan yang mereka pegang.