Chapter 5 - Rencana

"Terima kasih pangeran." Perkataan inilah yang pertama kali keluar dari mulutnya ketika ia membuka matanya dan sadar.

Fregrin tersenyum penuh makna, setidaknya ia berhasil menyelamatlam gadis di hadapannya saat ini walau mungkin ada sesuatu yang tak ia ketahui. "Tak masalah, aku hanya ingin menolongmu dari Phoenix."

Lalu setelah itu mereka berdua membisu karena tak tahu apa yang harus dibicarakan, itu membuat suasananya menjadi hening sebelum akhirnya mereka berdua tertawa geli.

"Jika aku tahu sejak awal tentang kepribadian anda yang seperti ini, aku lebih baik tak bersikap terlalu formal, hihi."

"Yah lupakan tentang bercandanya, apa rencanamu selanjutnya tentang hal-hal yang akan terjadi." Fregrin melewatkan candaan dan segera berbicara tentang hal yang serius. Pasalnya, candaan tak akan membuat kemajuan tentang hal hal seperti ini.

Masa depan adalah sebuah misteri, bahkan sebuah rencana matang yang telah disiapkan pun masih dapat dipengaruhi oleh hal-hal eksternal seperti keberuntungan.

Oleh sebab itu setidaknya Fregrin berharap bahwa setidaknya ia akan mendapatkan seorang rekan. Ia memang memiliki Azmo didalam tubuhnya, namun ia tak dapat mempercayai ibli itu sepenuhnya. Pun begitu dengan gadis di hadapannya saat ini, namun setidaknya ia lebih menjamin daripada seorang iblis birahi.

Wajah gadis itu pun berubah menjadi serius. "Aku... tak tahu, namun jika kau bisa menolongku, aku akan menerimanya sebaik mungkin."

Fregrin memiringkan kepalanya sejenak dikarenakan perkataan yang barusan diucapkan gadis itu. "Kenapa aku harus membantumu?"

"Eh?" Gadis itu benar benar-benar terkejut dengan apa yang diucapkan Fregrin dan membuat ekpresinya benar-benar lucu.

"Bukankah kau memiliki kekuatan Phoenix di dalam tubuhmu? Kau bahkan lebih kuat dariku, bahkan mungkin saja kau adalah orang terkuat di dunia ini bukan?" Jelas Fregrin dengan kalimat yang cukup panjang.

Itu membuat gadis itu sadar bahwa Pangeran di hadapannya ini sama sekali belum mengetahui segalanya, itu membuat dirinya harus menjelaskan tentang kekuatan Phoenix miliknya. "Sepertinya kau salah paham pangeran, aku tak dapat mengendalikan Phoenix, aku hanya menyegel Phoenix di dalam tubuhku dan memanfaatkan kekuatan yang bocor dari segel itu."

Kebetulan itu memberikan pemahaman pada Fregrin, namun ada satu hal yang tak ia pahami. "Lalu, bagaimana kau dapat menyegel Phoenix jika kau tak memiliki kekuatan yang besar?"

Menanggapi pertanyaan itu, gadis itu menaruh jari telunjuknya menutupi bibirnya lalu mengedipkan sebelah matanya. "Itu rahasia."

Fregrin menyunggingkan senyumnya dan terkekeh. "Baiklah jika itu maumu, jadi aku akan segera pergi dan mulai menyiapkan rencana." Ia juga menggaruk-garuk kepalanya di bagian samping dikarenakan rasa canggung. "Kau tahu, mungkin kau harus mengganti pakaianmu yang basah karena keringat."

Fregrin mengalihkan pandangannya kearah lain, namun ia sempat melihat wajah gadis tersebut yang memerah dan menurutnya itu benar-benar imut, andai saja ia adalah seorang pangeran yang kejam, tentu ia akan memaksa gadis di hadapannya ini untuk menjadi pengantinnya, terkadang hati nurani diperlukan untuk dunia ini.

Ia pun segera berjalan menuju pintu untuk keluar. Ia membuka pintu tersebut namun berhenti sesaat sebelum ia keluar dari ruangan tersebut. Dengan posisi tubuh membelakangi gadis tersebut, ia bertanya, "kau tahu? aku belum mengetahui namamu."

"Ah perkenalan yang terlambat, namaku Aria."

Fregrin mencoba untuk menyembunyikan senyumannya, namun senyuman itu dapat dilihat oleh Aria dengan jelas.

***

"tuan Froza, saya datang untuk melapor." Seorang wanita dengan rambut hitam yang wajahnya tertutupi oleh sebuah topeng dan memiliki dada yang besar datang dan berlutut pada seorang pemuda yang duduk di sebuah kursi yang berlapis emas.

"Ayolah Lina, bukankah sudah kubilang tak perlu terlalu formal ketika kita hanya berdua?" Froza hanya bisa mendesah pelan dan menggelengkan kepalanya, Lina selalu saja bersikap seperti mereka adalah tuan dan pelayan.

"Apapun yang terjadi, saya tetaplah pelayan anda tuan, itu tak akan dapat dirubah." Ia tetap dalam posisi berlutut dan menghadap lantai.

Froza menepuk jidatnya dan menghela napas, sifat Lina memang selalu seperti itu sejak ia menyelamatkan gadis tersebut 4 tahun yang lalu. Dan walau mereka sudah melakukan banyak hal, ia tetap menganggap dirinya seperti itu, entah Lina mencintainya atau tidak.

"Ya sudahlah, apa laporanmu kali ini tentang adikku?" Akhirnya Froza pun segera menanyai Lina tentang laporan misinya.

"Baik tuan, berdasarkan pengamatanku selama beberapa minggu terakhir, ia sering sekali pergi ke sebuah kedai di tengah kota dan terkadang baru pulang saat malam hari. Menurutku, kita juga harus memperhitungkan hal tersebut dalam rencana kita." Setelah itu, ia kembali mundur dan menunggu jawaban dari Froza, tuannya.

Froza memegang dahinya, sebuah kebiasaan yang dilakukan ketika ia berpikir dengan keras. Ia memperhitungkan banyak hal, mulai dari ayahnya, kedua adiknya, para rakyat, para bangsawan dan sebagainya.

Baginya semuanya rumit, namun saat ini ia sudah siap dan tak perlu ragu lagi tentang hal ini, ia tak boleh mundur dan menjadi lemah. Ia harus memperbaiki negara ini.

Meski hanya ayahnya yang memiliki kepribadian jahat, ia tetap memantapkajln hatinya untuk membunuh seluruh keluarga kerajaan Pangea untuk mencapai tujuannya meski saudara-saudaranya bukanlah orang yang buruk.

"Terkadang, aku masih memikirkan Fregrin dan juga Freiherr, mereka bukanlah manusia yang buruk, namun sebuah noda tetap dapat membuat hal yang bersih menjadi kotor. Maka, aku akan tetap melaksanakan rencana seperti semula."

"Baiklah tuan, saya akan segera melaksanakannya." Lina berdiri dan mundur kearah pintu, namun ia segera ditahan oleh Froza dengan sebuah pelukan. Itu membuatnya terkejut, namun ia hanya diam dan terus menunggu.

Setelah beberapa saat Froza melepaskan pelukannya dari Lina. "Jangan menganggap aku sebagai tuanmu selamanya."

Lina pun segera pergi keluar dari ruangan Froza. Lina sudah menahan diri sejak lama untuk memiliki hubungan romantis dengan sang pangeran, namun Froza seakan tak pernah mengerti selalu saja mencoba masuk kedalam hatinya.

Ia sama sekali tak membencinya, hanya saja, sebuah kedudukan itu sangat penting bagi cinta. Ia tak bisa mengambil hati seorang pangeran dan mendapat hidup yang tenang walau hatinya menginginkan bersama dengan Froza.

Ia menepuk pipinya dan segera menyegarkan diri, ini bukan waktunya untuk berpikir keras, ia harus melaksanakan tugasnya untuk membunuh pangeran Fregrin yang tak memiliki sihir.

Orang yang Froza perhitungkan untuk dibunuh atau tidak dikarenakan kekuatan miliknya yang lemah dan tak memiliki sihir dan memiliki kepribadian yang baik hati sekaligus tak tertarik dengan tahta.

Namun berdasarkan perkataan tuannya tersebut, ia sepertinya takut dengan kecerdasan yang dimiliki olehnya, karena itu ia harus melakukan hal ini.

Ia harus membunuh Pangeran ketiga, Fregrin tanpa rasa sakit. Itu perintah yang diberikan oleh Froza.