Chapter 3 - Konsep Energi

Fregrin memegang dua buah peda di kedua tangannya dan sedang melakukan sebuah eksperimen dengan mengisi salah satu pedang tersebut dengan energi, sedangkan yang satunya tidak.

Ia membenturkan kedua pedang tersebut dan alhasil pedang yang tak dilapisi oleh enrginya terbelah dua, padahal kualitas pedang yang ia isi dengan enrgi jauh lebih rendah dari yang tak ia isi.

Menurutnya secara pribadi, energi dianggap kurang dikarenakan penggunaannya yang tak bisa digunakan sebagai senjata jarak jauh. Padahal jika digunakan saat pertarungan jarak dekat, itu akan menjadi senjata yang jauh lebih mematikan daripada sihir karena sifatnya yang lebih mudah dialirkan di dalam tubuh.

Dan juga sebenarnya energi bisa digunakan pada jarak menengah dengan penguasaan tertentu, kebetulan Fregrin sudah mencapai tahap itu dan bisa melepaskan serangan lepasan walau hanya kurang dari 10 meter, namun itu sebuah kemajuan yang baik.

"Kau mempelajari dunia ini dengan sangat cepat yah." Azmi keluar dengan senyum mengejek seperti biasa.

"Itu cukup mudah setelah mendapatkan ingatan Fregrin sebelumnya, omong-omong menurutmu apakah kita bisa akrab dengan Phoenix?" Fregrin pun duduk di tanah lapangan dan memandangi langit.

Azmo pun melakukan hal yang sama. "Kau pasti gila, Phoenix sudah memusuhi iblis sejak ribuan tahun dan aku ada di dalam tubuhmu, dan secara otomatis Phoenix akan memusuhimu juga, buang saja harapanmu itu."

Perkataan terakhir Azmo membuat Fregrin sedikit pasrah, pasalnya tak ada jaminan bahwa gadis itu tak akan menyerangnya. Gadis itu mungkin masih belum mengetahui apa yang ada di dalam dirinya, namun masa depan adalah misteri, ada kemungkinan ia akan dibunuh oleh gadis itu, dan itu membuat Fregrin sedikit waspada padanya.

Beberapa kali terlintas sebuah pikiran untuk membunuh gadis tersebut, namun karena hati nurani nya, hal itu tak terwujud setidaknya dalam waktu dekat.

Ia pun memutuskan untuk melanjutkan latihannya, karena tempat latihan terbuka untuk para prajurit sedang kosong dikarenakan kunjungan ayahnya ke kota lain untuk menemui seorang bangsawan. Kalau tak salah untuk menemui kepala suku Dwarf dalam masalah tambang elixir di perbatasan Dragon Valley, tempat tinggal para Dwarf.

Yah seperti biasa, ia adalah yang paling cepat tentang uang.

Ia mengumpulkan energinya pada pedang rongsokan tersebut, pedang itu pun penuh dengan aura miliknya, aura yang berkobar dan bercahaya.

Energi adalah perwujudan atau penggambaran dari jiwa yang pemilik energi, memang benar bahwa Fregrin sebelumnya memiliki energi yang sama dengan dirinya saat ini, tapi seharusnya auranya berubah dikarenakan walau ini adalah tubuh Fregrin, namun jiwanya adalah jiwa miliknya sendiri.

Selagi ia melamun sebuah tangan menggapai bahunya, ia tak terkejut, santai, dan membalikkan badannya, seorang pria yang memiliki tinggi lebih dari 2 meter dengan bibir tebal tersenyum padanya.

"Kau memang sama sepertiku, memiliki sihir yang nyaris mencapai 0 namun memiliki energi berlimpah yang membuat kita tak bisa disebut sebagai sampah." lalu perkataan tersebut diikuti dengan tawa yang renyah.

Ia adalah ahli tempur terbaik dalam bidang strategi di Kerajaan Pangea, Madrok Warend. Ia telah sejak lama mengabdi pada Kerajaan Pangea sejak ia kecil dan saat ini, ia mendukung saudara kedua dalam perebutan tahta.

Ia petarung yang cukup baik walau hanya sekuat penyihir tingkat menengah, namun ia dapat mengalahkan penyihir tingkat atas dengan keterampilan aneh yang ia miliki dan juga kecerdasannya.

"Oh, kau ternyata. Madrok Warend sang jenius strategi." Meski begitu, Fregrin tetap terlihat acuh tak acuh pada Madrok dan kembali berbalik dan berlatih menggunakan energi miliknya.

Madrok pun mengangkat salah satu alisnya dan terkekeh "Bagaimana jika kita bertarung? anggap saja sebagai latihan."

Fregrin terdiam lalu menyeringai lebar, tentunya seringaian itu tak dilihat oleh Madrok, ia masih harus menjaga persona milik Fregrin. "Baiklah paman, tapi bisakah kau memberiku pedang yang lebih baik? benda rongsokan ini sulit digunakan."

Madrok pun memberikan pedang yang berada dalam sarungnya pada Fregrin, namun hal yang mengecewakan bagi Fregrin adalah ketika ia mengeluarkan pedang yang dilapisi dengan emas. Melihatnya saja, Fregrin sudah tahu bahwa itu adalah salah satu dari 10 pedang warisan Arthur Pangea yang merupakan Raja Pertama dari Pangea dan semuanya memiliki kekuatan yang setara.

miliknya adalah sebuah pedang yang memiliki sebuah lengkungan dengan bagian ujung yang tajam (mirip seperti pedang arab).

"Sepertinya kau berbuat curang dalam hal ini Tuan Madrok." Walau begitu, Fregrin hanya menyunggingkan senyumnya dan memasang kuda-kuda.

"Yah tak perlu dipikirkan, ini hanya latihan." Madrok lalu juga memasang kuda-kuda yang serupa dengan Fregrin.

Teknik mereka sama, namun tumpuan mereka sangat berbeda. Madrok berspesialisasi dalam kekuatan dan Counter attack, sedangkan Fregrin mengandalkan kecepatan dan fleksibilitas.

Suasana menjadi sunyi secara tiba-tiba, saat angin berhembus, tanda pertarungan akan dimulai. Fregrin melancarkan serangan pertama berupa sebuah tusukan, namun ditangkis oleh pedang Madrok dengan beberapa usaha.

"Shadow"

Fregrin segera mengeluarkan mantra tunggalnya, ia hanya bisa menggunakannya sekali dalam 1 waktu, dan terkadang itu kurang berguna. Walau begitu ia tetap mencoba sebuah peruntungan.

Ia menempatkannya di belakang Madrok dan mengisinya dengan energi miliknya, itu membuat Madrok secara reflek berputar dan menyerang bayangan tersebut. Tak diduga oleh Fregrin, tapi Madrok benar-benar tertipu dengan trik sederhana semacam itu.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan, ia segera menyerang Madrok dengan pukulan yang terpusat oleh energi di dalamnya. Saat pukulannya mengenai tubuh Madrok, pukulannya menembus tubuh Madrok. Apakah ia membunuhnya? jelas tidak.

Ia segera menyadari bahwa Madrok sudah berada di belakangnya, dan sedang menyiapkan serangannya. Madrok mengarahkan tendangan menyamping padanya, namun ia dapat mempertahankan dirinya menggunakan lututnya saat masih berada di udara.

Namun karena ia berada di udara, ia terlempar sejauh beberapa meter setelah tendangan tersebut, suara gesekan pada tanah terdengar dikarenakan alas kakinya yang bergesekan dengan tanah.

Ia kembali memasang kuda-kuda, bersiap untuk kembali bertarung. Ia dan Madrok saling menatap dengan tajam tanpa niat membunuh sedikitpun. Namun ketika mereka hendak melanjutkan pertarungan, sebuah gulungan muncul tepat di sebelah Madrok.

Hawa pertarungan menghilang dan Madrok hanya tersenyum canggung. "Haha, pertarungan singkat yang menyenangkan, tapi maaf sekali karena aku ada tugas, aku harus pergi."

Madrok benar-benar pergi dengan cepat dan tak terlihat hanya dalam beberapa detik. Ia yakin bahwa Madrok tak menggunakan kekuatan penuhnya tadi.

Ia menjadi yakin akan suatu hal, pertama pengendalian dan jumlah energi yang ia miliki lebih baik dan lebih besar dari Madrok, namun pengalaman tempurnya masih kurang, pun begitu dengan tubuh Fregrin yang masih perlu dilatih.

Perjalanannya di dunia saat ini masih terus berlanjut, kematian dapat mendatanginya kapan saja hanya karena hal sepele.

Pada akhirnya, dunia yang dipenuhi kehidupan itu sangat mengerikan, pun dunia yang dipenuhi kematian itu sangat mengerikan.

Namun hal yang paling menakutkan di dunia ini adalah makhluk humanity