Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Seven Phoenix Shards

Nona_El
--
chs / week
--
NOT RATINGS
11.9k
Views
Synopsis
Achilio Isacco Bonaventura adalah seorang pangeran, yang terlahir tanpa mengenal cinta, dan kasih sayang. Lika-liku kehidupan menyedihkan, dan penuh siksaan kejam dari sang ibu tiri, menghiasi masa kecilnya. Suatu hari, perintah Dewa Naga berkepala tujuh menghantarkannya kepada sebuah takdir, yang akan membawanya pada perjalanan antara hidup dan mati. Terpilihnya Achilio menjadi seorang guardian, membuatnya harus mengemban tugas penting untuk melindungi kestabilan alam. Namun, Kaisar Harvey dari kegelapan selalu berusaha menghalangi misinya itu. Peperangan dan pembunuhan massal garis keturunan Bonaventura, membuat Achillio menaruh dendam pada Kaisar Harvey. Atas petunjuk dari surat mendiang ibunya, Achilio pun mencari tujuh kristal phoenix, untuk mengalahkan iblis tingkat tinggi itu. Dia telah bersumpah akan mengembalikan kedamaian, dan mengakhiri Kekaisaran Darkiles dalam sejarah. Akankah Achilio berhasil menaklukkan kegelapan di bawah kakinya? Atau justru sebaliknya, Kaisar Harveylah yang akan menghantarkannya pada kematian?
VIEW MORE

Chapter 1 - Ambisi

"Saya Achillio Isacco Bonaventura bersumpah akan menjaga kestabilan alam, dengan jiwa, dan seluruh darah yang saya miliki."

Hari itu, pengangkatanku sebagai guardian—malaikat pelindung, atas perintah Dewa Naga berkepala tujuh, disaksikan oleh seluruh rakyat Sorcgard. Namun, aku tidak tahu harus bahagia atau bersedih, karena di hari yang selalu kutunggu itu, Allyn—saudari tiriku yang lebih tua lima tahun, juga diangkat menjadi pewaris tahta.

"Berhentilah bersikap seperti orang bodoh, Achilio!" Ratu Elena—ibu tiriku, setengah berbisik padaku. Wanita yang memakai gaun khas Kerajaan Sorcgard itu menatapku tajam. Kemudian, dia memberikan sebilah pedang di depanku.

Aku pun mengambil pedang—pertanda bahwa seseorang telah resmi menjadi guardian, itu tanpa berkata apa pun pada Ratu Elena.

"Aku tidak akan membiarkanmu hidup lebih lama lagi," ucapku dalam hati. Seulas senyum sinis kutampilkan di depan wanita, yang mirip dengan mendiang Ratu Felicia—ibuku, itu.

Suara riuh tepuk tangan memenuhi ruangan bertema interior klasik. Aku melambaikan tangan, dan berpura-pura bahagia. Sebelumnya, aku tidak pernah menyangka, bahwa Raja Eric—ayahku, akan memilih anak tirinya untuk menempati singgasana, dibandingkan dengan putranya sendiri.

Dar!

Ledakan besar menghancurkan setengah bangunan kerajaan. Seketika, rakyat di depan sana berlari berhamburan. Keadaan yang semula hening, berubah drastis menjadi penuh ketakutan.

"Elena, kepemimpinanmu sepertinya tidak sekuat Eric, ya!?" Seorang pria perkasa yang memakai zirah hitam, berjalan mendekat ke arah kami. Di belakangnya, ribuan prajurit yang membawa kapak berlambang bintang kejora, mengiringi langkahnya.

Seluruh prajurit kerajaanku mencoba untuk menghalanginya. Namun, hanya dengan satu kibasan pedangnya, pasukan terbaik Sorcgard jatuh berlumuran darah di lantai. Saat itu, aku benar-benar merasakan ketakutan yang luar biasa.

"Terlalu lemah tapi berpotensi menjadi yang terkuat." Pria bermata hitam pekat bak gelapnya malam itu, memerhatikan diriku dari atas hingga bawah. "Jadi, kamu sudah bangun dari tidur panjangmu, ya?" tanyanya kemudian.

"Arkan, cepat serang penyusup itu!" Ratu Elena berteriak seraya menunjuk ke arah lelaki berambut hitam itu—yang berada di anak tangga paling bawah singgasana—pria bertopeng yang menyerang kerajaan.

Pertarungan antara ksatria terbaik Sorcgard, dan pria bertopeng itu terjadi begitu cepat. Aku tidak menyangka, orang sekuat Arkan pun dapat dikalahkan dengan mudah olehnya. Apakah ia lebih hebat dari mendiang ayah?

Tidak cukup sampai di sana, pria itu juga membantai seluruh garis murni Bonaventura, yang menyerang dirinya. Aku mengarahkan pedang ke arah pria itu, berniat melawannya dengan kemampuan yang kumiliki.

"Ikutlah denganku, Pangeran!" Nona Lily tiba-tiba menarik lenganku, lalu menjauhkanku dari sana.

Ketika berlari meninggalkan ruangan itu, aku melihat Allyn dan Ratu Elena mengeluarkan sihir sempurna mereka. Ya mungkin, mereka akan berlagak menjadi pahlawan seperti biasanya. Namun, aku tidak yakin sihir mereka akan berpengaruh pada pria itu.

Siapa sebenarnya pria dibalik topeng iblis itu? Kenapa rasanya ... mata itu tampak tidak asing?

"Aku sudah cukup kuat sejak lulus dari akademi. Kenapa aku tidak boleh melawan orang jahat itu?" Aku menghentikan langkah saat mencapai puncak bukit—tidak jauh dari ruangan khusus upacara penting itu.

"Dia bukanlah orang yang bisa dilawan dengan kekuatan physical, My Lord. Anda masih terlalu muda untuk menyambut maut, Yang Mulia."

Bibirku terasa kelu untuk mengucapkan sepatah kata. Apa yang dikatakan Nona Lily—pengasuhku, itu benar. Aku memiliki kekuatan magic yang lemah, dan mungkin tidak akan bisa mengalahkan orang itu.

"Pergilah ke Blood Forest, Tuan! Tolong, selamatkan masa depan Sorcgard!" Nona Lily menggenggam jemariku lembut. Air matanya mengalir deras.

"Apakah Anda tidak ikut bersamaku, Nona?" Aku bertanya dengan sorot mata penuh harap.

"Kita akan bertemu lagi, dan jangan pernah menemuiku sebelum saatnya tiba! Aku akan selalu menjagamu, Tuan." Wanita berparas cantik yang mengenakan gaun putih bersih itu, memberikan tas, dan sepucuk surat padaku.

"Lari, Pangeran!" Di seberang sana, Arkan berteriak keras, sebelum akhirnya, terpenggal oleh pedang pria itu.

Ruang upacara pengangkatan Sorcgard seketika banjir darah. Aku mundur beberapa langkah, merutuki diri atas ketidakmampuan melindungi mereka. Derai air mata mulai mengalir deras di pipi.

Aku membatin, "Aku belum memiliki kekuatan magic yang cukup. Tapi, kenapa Dewa Naga memilihku? Sungguh, aku tidak ingin melihat semua kehancuran ini!"

"Aku pasti akan membunuhmu, Guardian!" Suara bariton pria itu terdengar sangat lantang. Ia kemudian berjalan sambil menyeret ujung pedangnya, hingga membentuk garis memanjang di lantai.

"Pangeran Achilio, cepatlah pergi dari sini!" Nona Lily tampak menahan pergerakan pria misterius itu, dengan sihirnya.

Tanpa pikir panjang, aku melarikan diri ke Blood Forest—di sebelah utara Sorcgard, dengan berlari secepatnya. Satu-satunya yang kuingat adalah kalimat, "Harvey sang kaisar Darkiles" di bendera yang dibawa oleh para prajurit menyeramkan itu.

Bagaimana pun caranya, aku pasti akan membunuh Kaisar Harvey. Saat itu, aku bertekad untuk menjalankan tugasku sebagai guardian, dan menaklukkan Kekaisaran Darkiles suatu hari nanti.

Selama seminggu aku berlari tanpa tujuan, akhirnya kuputuskan untuk bermalam di gua tengah hutan. Ditemani cahaya api unggun, aku membaca surat wasiat ibu yang kubawa. Tulisan dalam surat itu terlalu sulit untuk dimengerti, karena hanya sedikit kalimat yang memakai bahasa Sorcgard.

Pada tengah isi surat, terdapat kalimat yang membingungkan. Ibu menulis,

"Zay ... bangkitnya kegelapan. Dia berhasil dikalahkan oleh ... mengumpulkan tujuh pecahan kristal phoenix yang jatuh."

Apakah ibu memintaku untuk mencari Zay, lalu menyatukan tujuh kristal? Ah, entahlah aku hanya menebak!

Gar!

Badai petir di luar sana, membuyarkan lamunan. Belum habis detak kencang jantungku karena petir itu, tiba-tiba muncul bayangan lima serigala di mulut gua.

Kawanan serigala yang menyeramkan itu perlahan-lahan menghampiri. Tergesa-gesa, aku menyembunyikan surat yang belum selesai terbaca di tasku.

Salah satu serigala itu berubah menjadi seorang pria yang sangat tampan. Kemudian ia berkata, "Wah, kita sepertinya kedatangan tamu istimewa! Kenapa Anda kemari, Yang Mulia?" Ia menampilkan senyuman yang begitu memikat.

Kenapa rasanya, aku juga seperti pernah melihatnya di suatu tempat? Senyuman itu nampak tidak asing. Kira-kira, dia siapa, ya?

''Aku sedang pergi mencari Zay," jawabku tanpa ragu. Namun, ia tiba-tiba marah dan menyerang. Tidak sempat menghindar, lenganku terkena cakar tajamnya. Tubuhku mati rasa, sebelum akhirnya jatuh ke tanah. Sial! Racunnya menyebar begitu cepat.

Kemudian, pria berambut cokelat itu berubah kembali menjadi seekor serigala. Tatapannya yang tajam, serta gigi runcingnya terlihat seakan ingin membunuh. Ia sepertinya akan menyerang untuk yang ke-dua kalinya.

Jleb!

Cahaya biru tiba-tiba muncul, membentuk sebuah perisai. Seseorang berjubah hitam, dan pedangnya telah menyelamatkanku. Ia begitu cepat berteleportasi, membawaku ke sebuah ngarai.

"Akhir dunia ini ditentukan olehmu, Guardian." Cahaya putih keluar dari tangannya, menyembuhkan lukaku.

"A ... apa maksudmu?"

Tiba-tiba, ribuan panah melesat ke arah kami. Ia langsung memasang pelindung dengan cepat. Celaka! Rombongan prajurit Darkiles telah menemukan keberadaanku.

Lelaki itu membantuku berdiri. "Waktumu sudah tidak banyak lagi, Pangeran Sorcgard."

Ketika ia membuka portal, aku terdorong masuk ke dimensi yang aneh. Semua terjadi begitu cepat. Sial! Aku terjebak dalam ruang yang berdinding cermin.

Sudah tiga hari berkeliling, tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bekal makananku pun sudah habis. Aku mulai dilanda kegundahan, yang bercampur dengan keputusasaan.

"Apakah riwayat hidupku akan berakhir di tempat ini?" Aku bersimpuh sambil menatap sendu ke arah langit-langit. "Tolong, beri aku satu kesempatan untuk kembali, Dewa Kematian!"