Chereads / The Seven Phoenix Shards / Chapter 8 - Dia Adalah Aku Di Masa Lalu

Chapter 8 - Dia Adalah Aku Di Masa Lalu

Pada pertengahan musim semi, peperangan itu pun akhirnya dimulai. Aku tidak tahu siapa, yang akan kalah dalam pertempuran besar itu. Semuanya terlihat sama-sama hebat dan tangguh. Sulit untuk menentukan pemenang, saat kekuatan itu imbang.

Sekitar dua puluh langkah dari tempatku berdiri, pasukan Darkiles berbaris rapi dengan kapaknya. Mereka seakan siap membunuh bangsa wolf tanpa belas kasihan. Barisan bangsa vampir menjadi penyerang utama, lalu di belakangnya terdapat iblis-iblis yang memakai tameng.

"Celaka! Sepertinya tidak akan ada yang selamat dalam perang ini!" Aku menjerit di dalam hati.

Rasa takut kian meningkat. Jika hanya mengandalkan tekad, kurasa kami tidak akan bisa menang. Pasukan mereka jauh lebih banyak, daripada kelompok bangsa serigala—pasukan Austin.

"Mereka mungkin pasukan yang terlihat kuat, tetapi kita mempunyai prinsip 'kalah sampai mati daripada tunduk pada Harvey'! Perang besar ini akan menjadi hadiah balas dendam, untuk masa sekarang, dan untuk kekalahan di masa lalu!" Austin berpidato di depan kelompoknya, yang hanya berjumlah lima ratus werewolf.

Suara derap kuda yang berpacu kencang, ledakan dari tembakan meriam, dan teriakan kepedihan, bergabung menjadi satu. Ribuan hujan panah di langit, serta kobaran api dari serangan iblis, membuat tempat itu seperti lautan merah.

Lolongan serigala yang bersahutan satu sama lain, menambah kesan tragis dalam medan perang. Asap mengepul akibat banyaknya luncuran meriam. Tentu saja, hal itu sangat menghalangi penglihatan.

Bukit Dxyro—perbatasan antara Ligeum dan Blood Forest, adalah saksi atas pertumpahan darah, saat itu. Aku tidak tahu alasan mereka—Kaisar Harvey dan Austin, memilih bukit itu sebagai medan perang. Tentu saja, peperangan sangat sulit dilakukan, karena tanah yang tidak datar.

"Siapa yang akan menang kali ini, Dewa Naga?" Aku mendongak ke langit, berharap keberuntungan ada dipihak werewolf.

"Tentu saja ada di pihak kami, Achilio." Seseorang berbisik di telingaku. Helaan napasnya, membuat jantungku berpacu kencang.

Aku menoleh ke arah sumber suara itu. Bibir seakan bergetar, tak percaya dengan apa yang kulihat. "Ti .... tidak mungkin. Aku telah membunuhmu. Aku yakin kamu telah tewas saat itu."

Aku menguasai teknik pedang api biru cyan—teknik membunuh dengan satu goresan mematikan, dan kekuatan penyembuhan rahasia—regenerasi diri tingkat tinggi. Ketika aku menggunakannya di Hutan Ilusi, seharusnya cara itu berhasil membunuh Zay.

"Faktanya, vampir istimewa hanya bisa dibunuh oleh dewa saja." Zay memperlihatkan taringnya, lalu berpindah dengan cepat. Satu tinju darinya berhasil membenturkanku, pada pohon di bawah bukit.

"Argh!" Aku berteriak menahan sakit di sekujur tubuhku. Kekuatan Zay sangat berbeda dari sebelumnya. Dia sepertinya sengaja menyingkirkanku dari medan perang. Rencana jahat apa lagi yang akan dia lakukan padaku?

Sial! Aku tidak bisa bergerak. Dia sepertinya telah mengunci pergerakanku, dengan jerat kekuatan liliac-nya. Di saat genting seperti itu, perhatianku tertuju pada batu besar yang memiliki tujuh goresan.

Batu yang terletak di dekat jatuhnya diriku itu, tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang sangat terang. Kilauannya semakin menyebar, hingga meluas ke segala arah.

"Kita akan saling melindungi satu sama lain, kan?" Sayup-sayup suara itu mengitari pendengaran. Perlahan-lahan, bayangan itu menghampiri diriku. Terlihat dari posturnya, sepertinya ia adalah seorang anak kecil.

"Apakah kamu masih mengingatku? Sttt! Jangan bilang kamu lupa tentang janji, yang pernah kamu buat dulu!" Ia mengikis jarak di antara kami. Aku melihat di telapak tangannya terdapat simbol yang sama denganku.

"Kamu ...." Aku membelalak, tatkala ia memperlihatkan wajahnya, di balik jubah putih itu.

Saat mata kami beradu pandang, semua ingatan kilas balik seakan terputar kembali. Ya, anak kecil itu adalah aku di masa lalu. Setelah dia menghilang, aku telah mengingat siapa diriku, dan bagaimana aku mati dengan tragis.

Sembilan belas abad yang lalu, Kaisar Harvey menyerang Kerajaan Sorcgard, dan mencuri kristal phoenix—benda yang dapat membuat penggunanya bisa melakukan apa pun. Tidak lama kemudian, perang besar pun terjadi di Middleside.

Dalam misi melindungi seluruh wilayah, Raja Steven—pemimpin Kerajaan Sorcgard sebelum Raja Eric, memerintahkan bangsa werewolf—bangsaku, untuk menjadi pemimpin garis depan. Aku bersama Helcia, dan Austin mengalahkannya dengan combo power.

Sangat disayangkan, kristal itu terpecah menjadi tujuh, dan tersebar ke berbagai arah. Namun, saat itu yang lebih penting adalah kemenangan. Jadi, aku tidak terlalu memikirkan resiko, yang akan terjadi ke depannya.

Kaisar Harvey menyatakan kekalahannya, dan menarik mundur pasukan. Kekaisaran Darkiles tunduk pada Sorcgard, begitu juga Middleside. Setelah perang berakhir, kami terkenal dengan sebutan "sang penakluk kegelapan."

Kemudian, selama empat belas abad kami pun hidup dengan bahagia. Namun lima belas tahun setelah itu, peristiwa buruk kembali terjadi. Aku memutuskan untuk berhenti menjadi panglima perang Sorcgard, tatkala Ratu Aquerel—ibuku, bercerai dengan Raja William—ayah tiriku. Setahun setelah peristiwa pahit itu, ayah menghembuskan nafas terakhirnya.

Saat itu, aku dibelenggu oleh kesedihan tanpa ujung. Helcia—kakak kedua, terus berusaha menguatkan. Suatu hari Austin—kakak tertua, menyekolahkanku ke Akademi Destroyer, dengan harapan bisa membuat diriku bangkit dari keterpurukan.

Di sana, aku bertemu dengan Zay—seorang vampir pure yang terkenal dengan kekuatan Liliac-nya, Felicia—anak semata wayang Raja Steven dan Ratu Alice, dan Alea—gadis setengah penyihir dan Mermaid.

Kami ber-empat menjalin pertemanan yang sangat akrab, dan sering mengunjungi Bukit Dxyro—tempat kami membuat simbol persahabatan, dan menghabiskan waktu bersama. Saat itu, aku tidak pernah menyangka, persahabatan kami akan hancur hanya karena cinta.

Tahun ke-lima, saat kami akan melakukan kelulusan—tepat di hari ulang tahunku yang ke-33 abad, Felicia memintaku untuk menemuinya di Blood Forest.

"Maaf, Felicia, tapi aku sudah menemukan mateku—pasangan wolf yang telah ditakdirkan," ucapku lirih seraya memalingkan wajah. Sebenarnya, aku tidak tega melukai hati seorang wanita. Terutama, itu adalah Felicia.

"Aku hanya mencintaimu, Sean. Aku tidak bisa memberikan hatiku pada Zay!" Felicia memelukku erat seakan tidak bisa menerima kenyataan itu. Ya, kami harus berpisah, dan mengambil jalan hidup masing-masing.

Cinta segi empat dalam persahabatan kami, kukira selesai sampai di sana. Namun, perkiraanku ternyata salah besar. Setelah hari itu, kabar tentang pernikahan Felicia, dan Zay telah tersebar luas ke seluruh penjuru negeri.

Awalnya semuanya berjalan dengan baik. Hingga kemudian, peristiwa pengkhianatan itu pun terjadi. Ya, sehari sebelum pernikahan Felicia, peperangan besar antara bangsa werewolf, dan bangsa vampir meletus.

"Zay telah mengkhianati bangsa werewolf, dan telah membunuh ibu kita. Dia telah tersegel di dimensi labirin kaca, karena kekuatan magic ibu. Namun, bangsa vampir telah salah paham, dan mendeklarasikan perang," ucap Austin menjelaskan padaku.

Perang yang berlarut-larut, membuatku mengambil keputusan besar. Sebuah tusukan pisau tajam mengakhiri perang itu. Aku mengorbankan nyawa, dan seluruh kekuatan untuk tetap melindungi keseimbangan alam. Di depan kastil kerajaanku, bangsa werewolf, dan bangsa vampir seluruhnya terbunuh.

*

Aku tersentak saat Zay mencekik leherku. Sorot mata tajamnya seakan menggambarkan semua perasaan bahagia, di atas penderitaanku selama ini.

"Ke kenapa kamu tega membunuh ibuku, Zay?"

"Jadi, kamu sudah mengingat semuanya, ya?" Zay menatap tajam dengan iris, yang semakin berwarna merah darah. "Semua hanya demi mendapatkan Felicia, dan menyingkirkan bangsa werewolf. Tapi, sekuat apa pun aku berusaha, Felicia selalu ingin memilihmu, Sean!"