Bukankah hari berlalu dengan cepat? Mahira yang kini sedang duduk termenung menatap layar komputer di kantor tempatnya bekerja. Dirinya seketika merasa malas untuk masuk bekerja karena ingin libur lebih lama lagi.
Dirinya bahkan menghembuskan napas dengan keras saat sebuah pekerjaan masuk melalui email miliknya, sudah pasti dirinya akan menatap layar dalam waktu yang lama.
Saat kedua tangannya akan bersentuhan dengan papan keyboard, sebuah suara berhasil mengalihkan perhatiannya.
"Mahira, bisa ikut saya sebentar?"
Dirinya langsung bangun dari kursi sahabat karibnya itu dengan gerakan cepat, dalam hatinya terus bertanya-tanya kesalahan apa yang dirinya perbuat entah dalam menyusun laporan atau mengerjakan hal lainnya.
Wajah Mahira sudah tidak bisa lagi menyembunyikan raut wajah paniknya lantaran kini hanya mereka berdua di dalam ruangan itu.
"Ada apa ya mba Fira, aku buat kesalahan di laporan kerja kemarin?" tanya Mahira ketika sudah duduk di hadapan Fira selaku ketua devisi tempatnya bekerja.
Wanita bernama Fira itu tersenyum dan menggeleng. Dirinya sibuk mencari sesuatu sampai akhirnya sebuah kartu undangan sudah ada di depannya.
Mahira menatap bingung ke arah Fira lantaran untuk apa dirinya diberi kartu undangan sebuah acara, apa jangan-jangan dirinya diminta untuk membuat kartu undangan serupa?
"Kamu mau datang nemenin saya ke acara ini? Banyak pengurus perusahaan yang datang terlebih undangan ini merupakan acara tahunan yang diadakan StarGroup," ucap Fira.
Mahira masih terdiam berusaha mencerna dengan baik perkataan Fira, ternyata tempatnya bekerja ini ada kaitannya dengan StarGroup. Dirinya bahkan tidak tahu hal itu.
"Mba Fira yakin ingin ajak saya? Secara masih banyak rekan lain yang lebih pantas dari saya mba," ucap Mahira tidak enak hati karena memang masih banyak rekannya yang lebih pandai dari dirinya sedangkan ia masih terhitung baru di kantor.
"Saya maunya pergi sama kamu, kamu juga besok gak ada jadwal kan jadi pas bisa ikut sama saya," ucap Fira.
Jika seperti ini maka tidak ada alasan lagi bagi Mahira untuk menolak ajakan Fira lantaran wanita yang ada di depannya ini sudah mengecek jadwalnya untuk esok hari, sial sekali.
"Baik Mba, saya akan menemani Mba Fira besok," jawab Mahira.
Fira tersenyum pada Mahira dan memberikan undangan tersebut untuk dibawa olehnya.
Keluar dari dalam ruangan milik Fira membuat Mahira tentu langsung merasa linglung sebab dirinya tidak pernah menghadiri acara kerja seperti ini terlebih acaranya diselenggarakan oleh perusahaan besar, dirinya merasa minder sekali.
Berbeda dengan dirinya yang cemberut, rekan kerjanya yang berada satu deret dengannya tentu merasa senang karena Mahira yang terpilih.
"Semangat Mahira, kita bantuin doa aja semoga lancar besok. Ketemu kolega besar perusahaan ini pasti seru kok, ya kan Nas?" tanya Dian pada Naswa rekan kerja mereka.
Wanita itu hanya mengacungkan jempol saja, Mahira tambah cemberut melihat mereka berdua merasa senang.
Semoga saja Mahira tidak mempermalukan dirinya sendiri di acara tersebut, ia harus segera mencari pakaian yang sekiranya pantas untuk dikenakan besok.
...
Semalam akhirnya Naka tidak kembali ke rumah, dirinya bahkan lupa memberi kabar karena terlalu asik bermain game bersama dengan Sanaia. Wanita itu bahkan membuatnya tidak tidur hingga jam dua pagi karena berdebat mengenai game yang mereka mainkan.
Naka langsung bergegas turun dari dalam mobilnya, ia harus segera bersiap untuk pergi ke kantor. Ia bahkan sampai lupa jika hari ini harus pergi mengecek persiapan acara kantor esok hari. Tolong buatlah Naka ingat dengan semua jadwal yang harus dikerjakannya.
Tangan pria itu belum juga mendorong pintu tiba-tiba saja pintu di hadapannya sudah terbuka dengan lebar menampakkan Ibunya. Naka terdiam membeku seperti maling yang tertangkap basah. Dirinya mengira kalau Ibunya akan marah padanya tetapi yang didapatinya adalah sikap acuh.
Naka memperhatikan punggung Ibunya yang menjauh dari tempatnya terdiam, bahkan tidak bertanya apapun padanya.
Naka memutuskan untuk langsung masuk ke dalam rumah, ia akan meminta maaf nanti setelah pekerjaannya selesai.
Melihat anaknya yang sudah masuk ke dalam rumah tentu membuat Laras merasa sedih. Naka bahkan tidak pulang ke rumah semalam tanpa memberinya kabar. Laras lelah harus menasihatinya lagi, Naka sudah bukan anak kecil yang perlu ia suapi nasihat setiap hari.
Dirinya bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat Naka bisa teratur dan setidaknya nurut. Ia sudah tidak ingin menjodohkan Naka bila ujungnya hanya mempermalukan nama keluarga mereka saja.
Laras ingat besok adalah hari penting untuk perusahaan mereka dimana semua kolega bisnis dan rekan kerja akan datang semoga saja Naka menemukan kenalan wanita di sana, umurnya sudah hampir memasuki kepala tiga tetapi tetap keras kepala ingin menikah dengan kekasihnya itu.
Dering ponsel pada saku celmek yang digunakan Laras membuatnya segera kembali masuk ke area pekarangan rumahnya, dilihatnya panggilan tersebut dari butik tempatnya memesan baju untuk acara besok.
"Selamat pagi Ibu Laras, kami ingin memberitahukan kepada Ibu kalau baju yang Ibu pesan sudah bisa diambil hari ini," ucap salah satu pekerja butik langganannya.
"Baik saya akan datang mengambilnya, disiapkan dulu saja pesanan saya."
Laras langsung segera masuk ke dalam rumah karena harus bergegas mengambil pesanan baju miliknya agar jika ada yang kurang pas bisa diperbaiki saat itu juga.
Bertepatan dengan dirinya yang baru saja akan pergi ke kamarnya, ia bisa melihat Naka makan sendirian di meja makan. Ia tidak mau mengajak anaknya itu untuk berbicara lebih dulu.
Laras segera bergegas untuk bersiap pergi.
Naka tahu kalau Ibunya memperhatikannya dari jauh bahkan enggan untuk menemaninya makan.
Naka segera menyelesaikan makannya karena waktu berjalan terus bahkan sekarang sudah hampir jam sembilan pagi, Naka bisa lebih membuat Ayahnya marah jika terlambat bekerja hari ini.
Mengenakan setelan jas hitam yang bagus hari ini membuat penampilan Naka sedikit lebih baik dari biasanya yang hanya mengenakan kemeja. Naka berjalan menghampiri kamar Ibunya.
Tangan pria itu mengetuk pelan pintu dihadapannya, takut mengganggu Ibunya.
"Bu, Naka berangkat kerja ya," ucapnya dari luar pintu.
Sementara itu di dalam kamar dengan jelas Laras bisa mendengar suara Naka, anaknya.
"Ya, hati-hati di jalan," jawabnya sekenanya.
Begitu mendengar Ibunya sudah menyahuti perkataannya tentu Naka sudah bisa sedikit tenang saat berangkat ke kantor. Dirinya sudah harus tiba di kantor sebelum jam setengah sepuluh pagi.
Bersama dengan mobil kesayangan miliknya Naka berangkat bekerja sementara itu Laras baru saja selesai bersiap dan melihat mobil yang dikendarai Naka keluar dari dalam pekarangan rumah mereka.
Bagaimanapun Laras tidak bisa mendiami Naka lebih lama karena rasanya sangat canggung sekali.