Sudah kedua kalinya keluarga besar Aldo dibuat malu oleh kelakuan anak laki-laki mereka. Kegagalan pernikahan ini bukanlah hal tanpa disengaja melainkan memang rencana dari Naka untuk membatalkan pernikahan tersebut kedua kalinya.
Seperti orang tak punya dosa, Naka berjalan dengan santai memasuki kediaman keluarganya. Senyumnya bahkan tidak pudar sama sekali saat melihat ramainya rumah keluarga mereka karena berita mengenai kegagalan pernikahannya telah tersebar melalui berbagai media.
Naka berjalan menghampiri semua sanak saudaranya yang sedang berkumpul di ruang tamu. Kini semua perhatian mengarah padanya, Naka tidak peduli dengan hal itu karena kini masalahnya sudah selesai, tidak ada lagi pernikahan untuk dirinya.
"Kamu masih tidak punya malu juga untuk datang ke sini?" ucap Aldo, Ayahnya.
Naka yang semula diam sambil mengajak main anak dari sepupunya tentu langsung mengalihkan pandang pada Ayahnya. Semua mata kini juga mengarah pada mereka berdua.
Memang semua salahnya, Naka tahu itu tetapi orang tuanya juga salah menurutnya. Melakukan perjodohan tanpa bertanya pada dirinya terlebih dahulu dan kini seolah-olah semua kesalahan dilimpahkan kepadanya.
Naka diam saja, duduk bersandar sambil berpangku tangan. Menatap kembali ayahnya yang memberikan tatapan sinis padanya.
"Kenapa memangnya? Ada yang salah dengan Naka datang ke sini?" tanyanya kembali.
Bisa bayangkan sendiri kesalnya Aldo mendengar jawaban Naka atas pertanyaan sarkas yang diberikan kepadanya. Anak keras kepala seperti Naka hanya bisa membuat orang tua sakit kepala, pikir Aldo.
"Sudah berapa kali kamu mempermalukan kami semua? Kamu tidak merasa kasihan melihat Ibu kamu sudah menyiapkan segalanya untuk pernikahan dan dibatalkan begitu saja?"
Pertanyaan ini sudah ia duga akan datang, Naka tidak seburuk itu untuk tidak menghargai kerja keras Ibunya. Ia tahu kalau Ibunya sudah menyiapkan keperluan pernikahan dirinya dengan susah payah tetapi Naka tidak mau dijodohkan.
"Jangan salahin Naka terus Yah, Ayah sama Ibu tanya ke Naka dulu sebelum jodohin Naka? Kalian bahkan langsung rencanain semua persiapan pernikahan ini tanpa bicara dulu sama aku," ucap Naka.
Laras diam saja karena omongan Naka, anaknya itu ada benarnya juga. Semua salah mereka berdua yang langsung melakukan perjodohan tanpa bertanya pada Naka terlebih dahulu dan menganggap kalau Naka akan mau dijodohkan oleh mereka.
"Kamu ganti baju dulu, istirahat di kamar. Ibu buatin makan untuk kamu," suruh Laras pada Naka sebelum Aldo menyelanya dan mengajak Naka untuk berdebat.
Naka langsung pergi meninggalkan ruang tamu begitu saja dengan perasaannya yang campur aduk. Melihat anaknya sudah menaiki tangga maka Laras langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
Bersama dengan yang lainnya Laras dibantu untuk menyiapkan makan malam. Laras sejujurnya masih merasa tidak enak badan setelah insiden tersebut karena kepalanya masih terasa sakit sekali. Dirinya memaksakan untuk tetap melanjutkan memasak makan malam.
"Mba, kalau kamu masih sakit istirahat aja. Lisna bisa lanjutin masak sendirian kok lagi pula ada Ajeng yang bantuk di sini," Ucap Lisna, Adik Iparnya.
Belum juga Laras menyahuti perkataan Lisna, dirinya sudah merasa sangat pusing seperti semua benda yang terlihat berputar. Merasa dirinya bisa pingsan di dapur tentu Laras langsung pergi meninggalkan area dapur.
Sementara itu Aldo masih duduk dengan tenang di ruang tamu. Melihat istrinya melewatinya begitu saja dengan wajah yang pucat membuatnya khawatir dan langsung menghampirinya.
Pemandangan itu jelas terlihat oleh kedua mata Naka dari lantai atas, sejujurnya ia merasa khawatir begitu melihat Ibunya pucat seperti itu. Naka tidak bisa menghampiri Ibunya karena ia tahu pasti tidak mau berada di dekatnya.
Naka memutuskan untuk pergi meninggalkan area rumahnya, ia akan kembali setelah jam makan malam selesai. Pikirnya berada satu meja dengan ayahnya maka keributan pasti akan terjadi lagi.
...
Jalanan Ibu Kota yang lumayan padat di sore hari tentu akan menghadirkan suasana tersendiri bagi setiap pengendara kendaraan bermotor. Pasalnya jika tidak macet mungkin bukan Ibu Kota namanya, hal ini memang sering terjadi.
Laju mobil milik Naka tidak terlalu begitu cepat, jalanan sangatlah padat di sore hari. Pria itu asik mendengarkan lagu yang terputar di radio mobilnya sambil menatap ramainya Ibu Kota kala menjelang malam.
Lantunan lagu sendu itu langsung teralihkan dengan bunyi dering ponsel miliknya. Aldo membiarkan ponsel miliknya berdering begitu saja tanpa ada niatan untuk menjawab panggilan tersebut.
Bunyi dering ponsel miliknya berhenti begitu saja dan kini layar handphone miliknya berganti menampilkan notifikasi pesan masuk.
Ayolah sudah berulang kali menghembuskan napasnya dengan lelah karena harus menghadapi orang tuanya dan kini harus menghadapi Sanaia.
Kekasihnya itu terlalu banyak menuntutnya untuk menjelaskan perkara penikahannya yang gagal. Sudah pasti Sanaia menonton televisi dan melihat berita tentang dirinya yang menyebar begitu cepat seperti air mengalir.
Jujur saja Naka ingin menikahi Sanaia tetapi orang tuanya tidak suka dengan kekasihnya itu. Saat Naka bertanya alasan mengapa Ayah dan Ibunya mereka tampak enggan untuk membicarakannya bahkan selalu mengalihkan.
Tak terasa perjalanan yang cukup memakan waktu tersebut Naka lalui bersama dengan penatnya pikiran miliknya. Mobil hitam itu sudah terparkir di pekarangan rumah dengan rapih.
Belum juga Naka keluar dari dalam kendaraan roda empat itu sudah ada sosok wanita yang menunggu kehadirannya di luar. Sanaia yang mendengar deru mobil milik Naka tentu langsung keluar dari dalam rumahnya.
Melihat kekasihnya yang tampak begitu semangat menghampirinya tiba-tiba saja rasa jengkelnya meluap begitu saja entah pergi kemana.
Pelukan hangat yang menyambut kehadiran Naka membuat pria itu sangat menyukainya. Aroma tubuh Sanaia selalu melekat di ingatannya, ia sudah hapal itu dengan baik.
"Naka kenapa kamu gak angkat telepon aku?" tanya Sanaia pada Naka.
Diraihnya tangan Sanaia oleh Naka, menuntunnya untuk masuk ke dalam rumah karena hari sudah gelap. Wanita itu tidak bisa berhenti tersenyum ketika menatap tangannya yang tertaut dengan tangan kekasihnya.
"Aku masih di jalan, aku sudah bilang sama kamu kalau aku bakalan jelasin semuanya kan jadi aku minta kamu untuk bersabar," ucap Naka.
Mendengar itu Sanaia langsung cemberut karena ia juga merasa tidak sabaran. Naka tidak mengabarinya lagi sudah membuatnya khawatir karena pria itu tidak biasanya bersikap dingin padanya.
"Maaf, aku kira kamu baik-baik saja jadi aku hubungin kamu berulang kali."
Naka langsung memeluk Sanaia kembali, ia sangat menyayangi kekasihnya ini. Ia tidak bisa berjanji pada Sanaia untuk menikahinya, ia hanya tidak mau Sanaia merasa kecewa.
"Ayah dan Ibu marah karena pernikahan itu gagal jadi aku berusaha untuk tidak meluapkan emosi berlebih. Aku berusaha untuk menghindari Ayah karena perdebatan bisa terjadi kapan saja jika Ayah menyinggungnya kembali," jelas Naka.
Sanaia tidak kalah eratnya membalas pelukan Naka, nyatanya pria itu juga sama dalam kondisi yang tidak baik sejak kemarin.
'Semoga aku dan Naka bisa berada di jenjang hubungan yang serius'