Maria, istri muda John yang menikah dengannya dua tahun lalu. Bukan karena cinta tapi karena suatu perjodohan yang mau tidak mau harus mereka setujui.
Sebuah kesepakatan yang tidak jelas dari orang tua mereka. Menyatukan dua manusia yang kini sudah saling mencintai. Nama lengkap Maria yang asli adalah Maria Shendi. Wanita yang lahir di Panama. Namun, sejak kecil dia sudah tinggal di Rio de Janeiro.
"John," lirih Maria.
"Ba-bagaimana bi-bisa kau dat-tang kemari?" John berkeringat dingin melihat istrinya yang saat ini sedang berada tepat di hadapannya.
"Aku ditugaskan oleh atasanku untuk meneliti virus di sini. Maaf aku tidak mengabarimu tentang hal ini sebelumnya."
"Tidak, tidak masalah jika kau tidak memberitahuku. Itu bukan masalah, jangan sedih." John memegang bahu Maria.
"Aku tidak sedih, tapi aku merasa bersalah. Maafkan aku."
"It's okay babe. Itu bukan lah kesalahanmu."
"Ngomong-ngomong, apa tadi yang ingin kau katakan?"
"Itu, aku ingin mengajakmu menemaniku ke Desa Kali. Kau mau?" Tanya John ragu.
"Tentu," jawab Maria.
John menggandeng tangan Maria erat. Sudah lama tangan mulus itu tak disentuh olehnya.
"Mr. Miller menggenggam tangan Maria?" Tanya Bianca dalam hati.
Selama di perjalanan John dan Maria sama-sama diam. Terlalu canggung. Berbeda dengan saat bertemu dengan Theo.
Maria dan Theo adalah teman lama semasa kadet. Mereka bertemu saat Maria sedang menjalani masa pelatihannya sebagai seorang dokter tentara.
"Bagaimana kabarmu selama dua tahun terakhir?" Tanya John.
"Baik, kau?"
"Iya, aku baik. Yes," ucap John.
Suasana kembali canggung, hanya ada suara air mengalir yang menenangkan. Maria melangkahkan kakinya ke dekat sungai, menatap ke dasar sungai itu.
"Apa yang kau lihat?" Tanya John dan berdiri di belakang Maria yang berjongkok.
"Aku suka melihat ikan yang berenang. Air di sungai ini sangat jernih, aku ingin mandi," kata Maria.
"Maaf, tapi aku harus melarangmu untuk mandi di sungai ini. Ada pasien yang terjangkit virus di desa ini. Ayo, lain kali aku akan mengajakmu ke sungai lain."
John mengulurkan tangannya dan dibalas langsung oleh Maria. Mereka kembali berjalan, menyusuri jalan setapak yang lumayan panjang.
"Jalannya sangat sempit, hati-hati."
Jalan setapak menuju rumah kepala desa tidak lah semudah melewati jalan setapak sempit biasa. Terdapat lereng-lereng yang tingginya tidak main-main. Rumah kepala desa berada di kebun gandum, yang letaknya jauh di atas bukit.
"Bagaimana bisa rumah kepala desa, Desa Kali sangat jauh dari desa. Apakah Desa Kali seluas ini?"
"Mungkin, lihat itu! Aku melihat banyak terdapat rumah-rumah yang berjejer rapi!" Maria melangkah naik lebih tinggi lagi untuk melihat lebih jelas rumah-rumah yang ia maksud.
"Apa salah satu dari rumah itu, adalah rumah kepala desa? Baiklah, ayo kita kesana."
John menggenggam erat pergelangan tangan Maria. Memastikan agar wanitanya tidak celaka. Tebing-tebing curam tinggal sedikit lagi mereka lewati. Akhirnya mereka sudah sampai di pintu gerbang dengan tanda jalan bertuliskan "Desa Kali".
John dan Maria tanpa ragu langsung memasuki gerbang itu.
"Kali! Kali!" Seorang dengan pakaian compang-camping dan membawa sebuah tombak runcing menghadang pasangan itu.
"Siapa kalian, Kali?" Tanya orang itu.
"Kali? Nama ku Maria. Oh, apa kau yang bernama Kali? Salam kenal." Maria menjulurkan tangannya dan langsung di sambat dengan belati oleh orang itu. Darah segar langsung keluar dari tangan mulus Maria.
"Mundur! Apa yang kau lakukan?" John berteriak dan mendorong tubuh Maria ke belakangnya pelan.
"Kalian dilarang masuk! Kali!"
"Kami ingin menemui kepala desamu saja Tuan Kali. Kami tidak berniat jahat atau berniat merusak desa kalian." Ucap John dengan nada tegas.
"Tunggu di sini, Kali!" Orang itu lalu meninggalkan John dan Maria yang sedang menggulung tangannya dengan perban seorang diri.
"Apa sakit?" Tanya John lalu mengambil alih perban yang Maria pegang.
"Tentu saja sakit, John. Dasar, orang gila!" Gerutu Maria. John tertawa kecil, mengusap kepala Maria lembut.
"Sudah lah, kau yang salah. Kau harus berhati-hati jika bertemu dengan warga desa pedalaman. Mereka sering menganggap para pendatang sebagai ancaman." John membiarkan Maria duduk sebentar di bawah pohon rindang. Sangat sejuk.
"Tuan, anda di izinkan bertemu dengan kepala desa kami, Kali." Kata orang itu.
"Terima kasih Tuan Kali."
"Ayo ikuti aku, Kali."
John dan Maria menurut tanpa banyak bertanya lagi. Yang penting mereka segera bertemu dengan kepala desa, Desa Kali.
"Ngomong-ngomong John, mengapa orang itu selalu menyebut 'Kali' di setiap akhir dialognya?" Tanya Maria.
"Mungkin karena nama desa ini. Aku juga tidak begitu tahu."
Jalan yang mereka lalui bukan lagi jalan setapak dan tebing-tebing terjal. Melainkan ladang gandum yang sangat luas. Jika kalian menoleh ke kiri dan kanan tempat itu, kalian hanya bisa melihat tanaman gandum yang membentang luas dari ujung ke ujung.
Sampai lah mereka di rumah kepala desa. Rumah kepala desa itu sangat-sangat besar. Banyak pelayan yang bekerja dengan giat di sana.
Orang tadi membawa John dan Maria ke sebuah lorong. Tepat di ujung lorongnya, terdapat seorang raja dengan mahkota sedang duduk sambil menaikkan kaki di atas singgasana.
"Apa kalian yang ingin menemui ku, Kali?" Tanya orang itu angkuh.
"Halo Tuan, perkenalkan nama-"
"Sudah, sudah. Cukup. Wargaku sudah memberi tahu tentang kalian Sebelumnya. Duduk lah dan nikmati dulu jamuannya, Kali."
John dan Maria di tuntun ke meja makan dan dihidangkan makanan yang berlimpah.
"Wow, apakah makanan ini aman, John?" Tanya Maria terpukau.
"Sepertinya ya, karena lihat. Semua orang ikut duduk bersama kita," jawab John.
"Silahkan di nikmati, Kali."
John dan Maria tersenyum canggung. Baru pertama kali mereka di hadapkan dengan desa yang aneh-aneh. Desa Bari, Desa Uma, dan sekarang Desa Kali.
"Mohon maaf, baginda raja?" Maria menghentikan sejenak kalimatnya.
"Aku lah kepala desanya, Kali."
"Baik, maaf pak kepala desa. Boleh kah aku bertanya sesuatu?" Tanya Maria.
"Tentu, Kali."
"Mengapa semua orang di sini, ketika selesai berdialog selalu mengucapkan 'Kali'? Apakah itu semacam kebiasaan atau memang ada norma seperti itu?" Tanya Maria.
"Itu hanya kebiasaan dari leluhur kami yang sebelumnya. Tidak ada peraturan khusus yang mengharuskan warga kami untuk berbicara seperti itu. Tapi, semua orang sangat menikmati berucap dengan cara itu, Kali," jawab kepala desa.
"Lalu, mengapa rumah tuan jauh dari pedesaan?" Tanya John.
"Jauh? Mungkin kalian salah paham dengan peta Desa Kali."
Kepala desa itu berdiri, merentangkan tangannya lebar. Menarik napas panjang bersiap untuk berucap.
"Ini adalah Desa Kali, rumah ku adalah Desa Kali! Warga tinggal di dalam rumahku agar terlindung dari segala mara bahaya yang menunggu di luar sana. Sengaja aku membawa wargaku kemari, agar tidak terkena penyakit terkutuk itu, Kali!" Teriak kepala desa.
John dan Maria terkesiap sekaligus terkejut dengan penuturan kepala desa, Desa Kali. Baru kali ini ada desa yang letaknya berada di dalam rumah kepala desanya.
"Jangan khawatir Tuan, Tuan bisa kembali ke perkemahan Tuan setelah urusan yang Tuan lakukan sudah selesai. Sekarang, nikmati dulu makananmu baru lah kau bertanya lebih lanjut lagi."
"Baiklah."
Semua orang makan dengan tertib, tak sedikit pun terdengar rengekan dari anak kecil maupun candaan dari orang dewasa. Setelah beberapa lama, satu persatu warga mulai bangun dan merapikan alat makannya. Setelah itu mereka kembali bekerja lagi.
John membersihkan mulutnya, mendadak ada seorang gadis yang mengambil piringnya tanpa seizin John, begitu juga Maria.
John dan Maria di ajak ke dalam ruang pertemuan. Di sana, hanya ada kepala desa, John, dan Maria.
"Silahkan tanyakan rasa penasaranmu, Tuan, Kali."
"Begini, Tuan. Aku ingin menanyakan tentang wabah virus yang menyerang. Bagaimana bisa warga yang tinggal di rumahmu bisa terkena penyakit?" Tanya John.
"Aku juga tidak mengerti awalnya, tapi sekarang aku sudah mengerti, Kali." Kepala desa itu menyenderkan tubuhnya di kursi.
"Apa yang kau pahami?" Tanya Maria.
"Ya, aku paham penyebab virus itu."
John dan Maria menyiapkan telinga untuk mendengar serius. Siapa tahu, jawaban dari kepala desa tersebut bisa membantu mereka menemukan penyebab dari virus yang merenggut hampir setengah dari populasi Desa Bari.
"Virus itu memang dibuat oleh Dewa untuk Desa Bari karena mereka telah melanggar aturan. Mereka pantas mendapatkan itu. Dan aku juga sudah memutus rantai penyebarannya, jadi kalian berdua tidak perlu khawatir mengenai hal ini."
"Aturan apa?"
"Untuk apa aku mengatakannya padamu? Kalian tidak akan paham mengenai hal yang terjadi di kota ini."
"Tapi setidaknya kau bisa memberitahu kami hal yang sebenarnya terjadi. Setelah itu baru kita bisa tahu apa kami paham atau tidak dengan aturannya. Bukan begitu, Tuan?" Tanya Maria.
"Kalian tidak akan paham, sia-sia jika aku mengatakannya. Apa ada pertanyaan lain?" Tanya Kepala Desa.
"Apa yang kau lakukan kepada wargamu yang terinfeksi virus?" Tanya John.
"Apa lagi? Aku mengusir wargaku yang terjangkit virus," kata kepala desa.