"Desa Bari, desa yang sudah terisolasi karena wabah virus mematikan. Kemungkinan total warga sembuh hanya sedikit dari jumlah total warga yang hanya kurang dari 200 jiwa." Jennifer membaca artikel dari surat kabar harian kota itu.
"Lalu, apakah penduduk di sana tidak bisa keluar desa semenjak wabah itu?" Theo duduk di sebelah Jennifer dan ikut membaca artikelnya.
"Exactly, warga di desa Bari sudah terisolasi sejak tiga bulan lalu. Dan Dokter Bianca, Dokter yang kita temui kemarin merupakan satu-satunya Dokter yang mau membantu menyembuhkan wabah mematikan ini."
"Sudah berapa jumlah warga yang meninggal?" John bertanya.
"Sudah lebih dari 30 jiwa. Prediksi hanya sekitar 170 jiwa saja yang masih bertahan saat ini. Itu sudah termasuk anak usia 8 tahun, remaja, dan dewasa."
"Apa sebenarnya penyebab wabah ini?" Tanya Theo.
"Belum diketahui, ilmuwan masih meneliti lebih lanjut tentang penyakit ini. Tugas kita saat ini adalah mencatat dan memperbaiki. Mencatat hasil survei dan memperbaiki lingkungan ini."
"Aku yakin, ekspedisi kali ini tidak akan sebentar. Bersiap lah, kalian akan merindukan keluarga kalian di rumah!" Theo turun dari meja dan keluar dari tenda.
****
John mengutus para kadet yang sudah dibagi menjadi tiga kelompok dan masing-masing akan di pimpin oleh John, Theo, dan Jennifer. John melihat klinik Bianca dan melihat Bianca yang sedang sibuk dengan begitu banyak pasien dengan gejala berat.
"Dokter Bianca, apa yang harus kami lakukan untuk sembuh dari penyakit ini?" Tanya beberapa kelompok pasien.
"Tenang saja Nyonya, saya yakin jika penyakit ini akan segera hilang dari desa ini. Pastikan tetap memakai pelindung tubuh dan jangan memakan hewan liar dulu." Bianca sangat sibuk saat itu. Ditambah, dirinya harus memakai pakaian isolasi yang lumayan membuatnya sesak napas.
"Dokter, ada pasien baru yang datang. Katanya mereka datang dari desa sebelah," kata salah satu perawat.
"Baiklah aku akan segera kesana. Tunggu, mereka? Apa lebih dari satu orang?" Bianca menatap perawatnya.
"Iya Dokter, mereka satu keluarga yang sebelumnya melakukan kontak fisik dengan salah satu warga di sini."
"Bagaimana bisa mereka datang kemari? Lupakan! Sekarang suruh pasien ke kamar isolasi kosong!"
"Tapi seluruh kamar isolasi sudah terisi penuh dokter."
"Apa? Kita harus segera mencari jalan keluar dari masalah ini. Tolong hubungi pemerintah dan suruh untuk mengirim bala bantuan kemari."
John yang sedari tadi hanya diam memerhatikan sepertinya harus melakukan suatu tindakan. "Perlu bantuan?" John berdiri di ambang pintu klinik.
"Tuan penculik? Ya aku sangat senang jika kau mau membantu ku!" Bianca sedikit lega dengan kehadiran John.
"Namaku John Miller, bukan tuan penculik. Aku panglima tentara yang bertugas untuk ekspedisi. Apa yang perlu kami bantu?"
"Kami?" Bianca terlihat bingung karena John hanya sendiri di sana.
"Tentu saja aku tidak datang menawarkan bantuan sendiri. Ada kadet dan teman-temanku yang siap membantu mulai hari ini," jawab John masih diam di ambang pintu.
"Baiklah kalau begitu. Begini, banyak pasien yang terkena virus sehingga kamar isolasi habis. Kami juga kedatangan pasien yang berasal dari luar desa. Katanya, mereka telah melakukan kontak fisik dengan warga Desa Bari."
"I got it!" John pergi dari sana. Bianca mengernyitkan dahinya merasa aneh dengan perilaku John.
"Apa dia benar-benat paham dengan perkataanku?" Bianca menatap kepergian John. Tak mau ambil pusing, Bianca melanjutkan pekerjaannya.
"Seluruh kadet berkumpul!!!!" Teriak sang ketua tim.
"Perhatian seluruhnya! Karena wabah virus yang menyebar sangat cepat dan banyaknya pasien yang berada di luar desa, kita harus bergerak cepat untuk mengisolasi desa ini." John bercakap di depan seluruh kadet.
"Yes Sir!"
"Buat kamar isolasi sebanyak mungkin di rumah penduduk yang masih kokoh. Tutup seluruh akses masuk dan keluar dari desa ini. Periksa semua orang asing yang berkunjung apakah mereka terinfeksi atau tidak. Lakukan secepatnya!"
"Yes Sir!"
Para kadet bubar dan melakukan seluruh tugasnya. Para kadet dan seluruh tim diwajibkan untuk memakai pakaian khusus agar tidak terinfeksi. Tugas John adalah membantu pembuatan kamar isolasi bagi pasien yang dinyatakan terinfeksi virus. Jennifer bersama kadet tentara yang ditugaskan untuk menjadi kelompoknya membantu Bianca mengurus pasien yang sudah terisolasi. Theo bertugas mengawasi akses jalan masuk maupun jalan keluar desa itu.
"Dokter, kamar isolasi sudah siap!" Kata perawat tadi.
"Secepat itu?" Batin Bianca.
"Baiklah, ayo pindahkan pasien kesana sekarang. Tetap awasi pasien yang masih terisolasi." Bianca membawa pasien itu ke kamar isolasi yang jadi dalam sekejap. Dibantu John dan para kadet tentara lainnya.
"Selesai!" Bianca dapat menghela napas lega. Sejak dua jam yang lalu mereka bekerja tanpa henti.
"Jennifer, Theo, bagaimana keadaan di sana?" John bercakap melalui walky talky.
"Kami masih memantau pintu masuk dan mengecek setiap orang yang akan keluar."
"Aku sudah selesai dengan urusan ku, sekarang aku akan menghampiri mu."
"Terimakasih Tuan tentara."
"Untuk?"
"Ya, karena kau sudah membantu kami di sini." Bianca mendekat ke arah John. Memberi pria itu secangkir teh panas.
"Ini juga sudah menjadi tanggung jawab kami untuk membuat warga di sini selamat. Aku akan menyuruh kadet membuat lebih banyak kamar isolasi agar pertumbuhan virus tidak terlalu cepat." Bianca tersenyum dari balik baju khusus yang pengap.
"Siapa nama mu tuan?" Tanya Bianca sambil melepas satu persatu baju pelindungnya.
"John Miller, sudah ku beritahu tadi bukan? Kau lupa?"
"Ahahaha tidak sama sekali. Aku hanya mencari topik pembicaraan. Maafkan aku." Bianca memalingkan wajahnya yang memerah. Bianca tidak pandai dalam mengingat nama orang.
"John Miller, siapa nama lengkap mu?"
"Aku? Sorn Bianca."
"Jadi Bianca adalah nama belakang mu?"
"Iya."
"Kenapa kau tidak di panggil Sorn saja?"
"Itu terdengar aneh, aku tidak menyukainya. Ada hal lain juga yang membuat ku ingin menghapus nama itu dari namaku." Jennifer meminum tehnya dengan santai.
"Aku tidak akan menanyakan lebih jauh tentang namamu. Aku yakin kenangan itu cukup parah sehingga kau membenci nama itu."
"John! Bagaimana keadaan warga?" Jennifer dan Theo datang bersamaan.
"Sudah beres." Jawab John.
"Desa Bari sudah terisolasi total dari luar wilayah. Orang yang sebelumnya sempat berkunjung kemari sudah aku isolasi terlebih dahulu walau hasil tes menyatakan negatif."
"Bagus. Duduklah dulu dan nikmati teh ini. Para kadet?"
"Mereka masih melaksanakan tugas mereka. Para kadet terlihat bersemangat di ekspedisi kali ini." Theo duduk dan ikut menikmati teh.
Jennifer melempar sebuah kantung ke arah Bianca.
"Kartumu kemarin."
"Oh, te-terimakasih. Maaf karena telah menuduh kalian sebagai penculik." Bianca mengambil kantung itu dan tersenyum canggung.
"Maafkan aku juga karena telah membawa lari pasien mu. Anak itu terlihat kaget saat mendengar teriakan mu."
"Tidak apa-apa. Siapa nama kalian?"
"Aku Theo Yamashita, panggil saja dengan Theo. Dan wanita ini, Jennifer Nessy," kata Theo sambil merangkul Jennifer.
"Aku Sorn Bianca."
"Bagaimana awal mula wabah penyakit ini? Bisakah kau ceritakan kepada kami? Dan tentu saja jika kau tidak merasa keberatan." Theo menyatukan tangannya di depan wajahnya dan menatap Bianca intens. Menunggu jawaban mengejutkan dari wanita itu.
"Sebenarnya, aku juga tidak begitu tahu bagaimana awal mula wabah penyakit mematikan ini menyerang Desa Bari. Aku mendapat kabar dari kenalanku yang juga seorang dokter, bahwa Desa Bari membutuhkan pertolonganku. Jadi, aku datang kemari untuk membantu warga tanpa tahu apa-apa lagi mengenai asal muasal penyakit ini. Bahkan aku tidak diberi tahu kapan wabah ini menyerang."
"Apakah kau tidak memikirkan tentang keselamatanmu?" Tanya Jennifer.
"Maksudmu? Tentu aku memikirkan tentang itu."
"Bukan, kau datang kemari tanpa tahu apa penyebab penyakit mematikan ini. Bagaimana jika seandainya..." Jennifer menunjuk teh yang ada di tangannya.
"Penyebab penyakit mematikan ini adalah teh yang kita semua minum."
Bianca terdiam, benar juga yang dikatakan oleh Jennifer. Bagaimana bisa ia dengan yakin datang ke Desa Bari tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi di masa depan. Bianca terlihat berpikir sejenak.
"Hum, mungkin aku melakukan ini semua karena naluri profesi ku, Mrs. Nessy. Aku adalah seorang dokter, sudah menjadi tanggungjawabku untuk menyelamatkan nyawa semua orang. Jadi, aku datang kesini tanpa berpikir panjang dan tanpa memikirkan konsekuensi yang akan terjadi di masa depan. Aku harap itu bisa menjawab rasa penasaran mu, Mrs. Nessy."
John terpukau dengan cara Bianca menjawab pertanyaan Jennifer. Memang benar, Bianca adalah seorang dokter sejati. Tanpa sadar, John menyunggingkan senyumannya untuk Bianca dan menggeleng gemas.
"Apa yang kau pikirkan, huh?" Theo berbisik agar tidak mengganggu debat yang berlangsung diantara Jennifer dan Bianca.
"Tidak ada." John menjawab dengan senyuman yang sama seperti tadi.
"Kau memikirkan Senorita mu, kan? Telphone dia segera," kata Theo. Theo merasa puas setelah membuat John menghentikan senyumannya dan memasang wajah datar.
"Aku hanya bercanda." Theo menyesap sisa teh yang disajikan lalu berdiri sambil menepuk tangannya.
"Baiklah para wanita, hentikan perdebatan kalian sekarang. Mari kita lanjutnya pekerjaan kita," kata Theo.
Jennifer dan Bianca hanya menatap satu sama lain.