Chereads / Musafir & Sang Penggoda / Chapter 10 - Tangisan Malam

Chapter 10 - Tangisan Malam

{Kemandirian mengajarkan bahwa ada banyak hal yang harus dipasrahkan. Bahwa setiap langkah kita nanti, adalah keputusan yang harus pilih dan pilihan itu. Akan menjadi buah di masa depan}

* * *

* *

*

Kereta berhenti di tempat tujuan. Dharma dan Badrun langsung menyempatkan diri untuk ke mushola terdekat. Sudah pukul delapan malam. Untunglah di mushola stasiun sholat tarawih baru saja di mulai. Jadi mereka tidak ketinggalan.

Untuk pertama kali, Dharma berbaur dengan banyak orang. Dia pun menjadi manusia pada umumnya. Makmum, berada di barisan paling belakang. Tidak ada yang menunduk saat seseorang melihatnya. Tidak juga ada yang merasa sungkan. Rasa bebas mulai terasa. Bahkan ada yang tiba-tiba menumpuk pundaknya karena meminta di untuk maju ke depan.

Imam terawih adalah kepala stasiun. Cukup membanggakan, andai pekerja lain mungkin akan lebih memilih terus berkerja. Maka beliau meninggalkan pekerjaannya tersebut.

Atau mungkin mereka memang memberikan waktu shif untuk pegawai lainya. Selain itu tidak mungkin membiarkan stasiun kosong.

Selesai menunaikan terawih, mereka berdua melepas lelah di serambi mushola. Menikmati kopi yang mereka pesan pada salah satu kedai di dekat mushola.

Orang-orang berlalu lalang. Awal Ramadhan, banyak sekali yang pulang dan pergi. Pengguna kereta tapi cukup padat. Sebab mungkin hanya kereta apa yang cukup ekonomis. Selain kita akan sampai pada tujuan tanpa kemacetan, kereta akan memberikan pelayanan yang cukup nyaman sebab tidak akan lagi yang berdesakan.

"Gus, tadi saya sholat teraweh di paling belakang sana... Tapi ada yang aneh, Gus." Ujar Badrun.

"Aneh gimana?" tanya Dharma tidak faham.

"Masak, orang-orang lain di tengah teraweh yang bubar barisan, Gus. Baru juga empat salaman,"

"Kamu belum tahu, atau pura-pura gak tahu, Y

to Ndrun? Sejak tadi kamu tanya terus." Celetuk Dharma karena merasa Badrun sejak tadi banyak tanya. Bukan masalah, tapi hal seperti itu menang biasa di lakukan di banyak tempat.

"Hehehehe... Mumpung bersama jenengan, Gus. Mangkanya rasanya pengen tanya terus." Balas Badrun dengan cengengesan.

"Ya udah, gak apa-apa. Sekarang giliran aku yang ngetes." Ujar Dharma.

"Lah,... Ya jangan, Gus. Saya nanti kalau gak bisa bagaimana?" Badrun gelagapan.

"Kalau di suruh itu, pokok mau gitu aja. Gak usah mikir bisa atau nggaknya." Balas Dharma.

"Tapi saya tidak yakin, Gus."

"Bisa-bisa! Belum juga di coba,"

"Saya masih santri baru, Lo Gus. Nanti yang di tanyakan banyak sekali. Akhirnya jenengan kecewa."

"Aku lebih kecewa saat kamu gak mau percaya diri. Kamu anggap aku siapa?''

"Gus, putra dari Abah Yai Umar." Jawab Badrun polos.

Belum juga sehari dia bersama gus-nya itu sudah banyak sekali ilmu yang ia dapatkan. Tapi, untuk itu dia harus mengimbangi dengan ilmu yang ada pada dirinya saat ini. Tes-tes seperti ini, mungkin akan sering terjadi.

"Ya sudah, nurut apa kataku." Kata Dharma tegas.

Badrun menelan ludah. Menatap dengan ketakutan ke arah gus-nya itu.

Sedang Dharma ingin memberikan pelajaran jika Barokah niat yang tulus untuk melaksanakan perintah guru, hal seberat apapun itu pasti bisa ia laksanakan. Keyakinan penuh kepada seorang guru yang jarang di miliki oleh banyak santri zaman ini.

"Nggeh, pun." Akhirnya Badrun menurut.

"Jika aku dalam satu hari tiga kali, apa itu salah?'' tanya Dharma

"Tidak." Jawab Badrun

"Jika aku makan hanya satu kali, apa itu juga salah?" tanya Dharma lagi.

"Tidak."

"Sama dengan hal tersebut. Delapan ataupun dua puluh roka'at seseorang melaksanakan sholat teraweh. Itu tetap sah-sah saja. Semua memiliki hadist, yang bisa menjadi pedoman mereka."

Badrun cengengesan. Malu, sebab ternyata pertanyaan yang di ajukan oleh Dharma tidalah sulit.

Dalam pembahasan teraweh, Secara bahasa, "tarawih" adalah bentuk jamak dari kata "tarwihah" yang artinya keadaan nyaman, lega, santai. Dinamakan shalat Tarawih karena manusia memperpanjang bacaan ketika berdiri, rukuk, dan sujud. Setiap empat rakaat mereka akan beristirahat sebelum melanjutkan kembali shalatnya.

Kontak

Berita KESAN

Redaksi Kesan

Artikel

Senin, 27 April 2020

Feed: Tanya Kiai: Shalat Tarawih?

Pertanyaan (Ryan, bukan nama sebenarnya):

Bagaimana Hukum Shalat Tarawih 20 dan 8 rakaat menurut sunnah?

Jawaban (Kiai Muhammad Hamdi):

Secara bahasa, "tarawih" adalah bentuk jamak dari kata "tarwihah" yang artinya keadaan nyaman, lega, santai. Dinamakan shalat Tarawih karena manusia memperpanjang bacaan ketika berdiri, rukuk, dan sujud. Setiap empat rakaat mereka akan beristirahat sebelum melanjutkan kembali shalatnya.

Shalat Tarawih hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang dianjurkan) bagi laki-laki dan perempuan. Sunnah pula dilakukan secara berjamaah. Jika seseorang malaksanakan shalat Tarawih di rumahnya, maka disunnahkan baginya untuk berjamaah dengan orang-orang yang berada di dalam rumah itu. 

Menurut mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali berpendapat jika seseorang shalat sendirian, maka shalatnya tetap sah dan mendapatkan pahala, namun ia tidak memperoleh pahala berjamaah. 

Adapun mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukum berjamaah dalam shalat Tarawih adalah sunnah kifayah, yakni apabila telah ada yang melaksanakan shalat Tarawih secara berjamaah, maka hukum sunnahnya berjamaah bagi yang lain menjadi gugur. Sebagaimana hukumnya azan, apabila telah ada seseorang yang mengumandangkan azan, maka bagi yang lain tidak disunnahkan lagi.

Beberapa saat ketika mereka selesai beristirahat mushola tersebut sudah mulai sepi. Hanya beberapa, itupun adalah mereka yang kiranya tadi tidak sempat ikut jama'ah teraweh.

Sebab mungkin ini adalah musholla stasiun karena itulah tidak ada yang berdiam diri di sana. Tidak juga ada yang tadarusan.

"Setelah ini kita ke mana,Gus?"tanya Badrun.

"Ke rumah temanku," jawab Dharma.

"Lah, di sini punya teman, Gus?" Tanya Badrun.

Dia mengira jika gus-nya itu memang tidak memiliki tujuan apapun saat ini. Hanya mengikuti arus yang ada.

"Kenalan, aku juga belum pernah bertemu. Hanya saja, dia salah satu tujuanku. Dia meminta bantuan untuk aku mengisi beberapa acara pengajian di salah satu kompleks rumahnya."

"Alhamdulillah, kirain saya jenengan beran gak punya tujuan, Gus"celetuk Badrun.

"Tenang saja, hehehe..."

Saat mereka berdua berbincang tiba-tiba mereka mendengar suara tangisan. Seperti anak kecil, suasana mulai mencekam saat di mana saat itu tinggal mereka berdua saja yang ada di teras depan mushola.

"Gus... Kalau bulan ramadhan, pada setan di kerangkeng, kan?" Badrun tiba-tiba bergidik. Setelah menyadari jika tangisan itu bukanlah halusinasi.

"Usssttt... Ayo kita lihat siapa yang menangis," Ujar Dharma.

"Ya Alloh!!! Kita langsung ke rumah temannya Gus saja." Tolak Badrun.

Mereka sudah bangkit dan mencari sumber suara tangisan tersebut. Tapi tidak juga bertemu dengan sosok tersebut.

"Tuh, kan Gus. Ayolah..." Badrun semakin bergidik.

Biasanya dia layak laki-laki yang jantan. Tapi nyatanya di malah yang paling takut.

"Diamlah Drun...." perintah Dharma.

Dia mulai mengendap-endap kebelakang mushola. Suara itu terdengar cukup keras. Dia semakin yakin jika ada seseorang di sana.

"Gus.... Ayo kita pergi. Tadi saja sebenarnya tidak boleh kita ke sini," ujar Badrun.

"Diam. Dia ada di dalam...."