Chereads / Musafir & Sang Penggoda / Chapter 12 - Zona Merah

Chapter 12 - Zona Merah

{Kedewasaan bukan tentang umur. Tapi tentang pembelajaran diri}

* * *

* *

*

Setelah selesai makan tubuh mungil tersebut beranjak dari duduknya. Dia pergi ke arah penjualan itu berada. Mata Dharma tidak lepas untuk terus mengamati.

"Habis berapa, Bang?'' tanyanya.

"Seratus lima puluh," jawab penjualan tersebut.

Dharma akan segera bangkit tapi tercengang kembali saat melihat Naura mengeluarkan uang dari sakunya. Uang seratus ribuan dengan jumlah yang cukup banyak.

"Ini ya, Bang." Kata Naura sambil memberikan uang dengan jumlah yang di sebut penjualan tersebut.

"Ok. Terimakasih,"

Naura kembali lagi duduk di tempatnya. Dharma dan Badrun melihatnya.

"Kamu_dapat uang banyak dari mana?'' tanya Dharma

"Dari kakak, nanti aku akan kenalkan kalian pada kakakku." Jawab Naura.

Dharma dan Badrun saling bertukar pandang.

Apa memang anak kecil di kota memang seperti itu? Di bebaskan dan di biarkan seperti itu?

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan.

"Kamu tidak lelah? Aku bisa menggendongmu," tawar Dharma.

Dia merasa lelah, apalagi anak kecil seperti dia. Merasa sungkan juga ketika dia membayar makanan mereka tadi.

"Tidak. Aku sudah biasa." Jawabnya.

"Gus, barang kali memang anak di ibu kota semua seperti itu." Bisik Badrun.

Selang beberapa saat kemudian mereka sampai pada rumah dengan pagar besi yang sangat besar. Naura masuk, gerbang sebesar itu tidak di kunci oleh pemilik rumahnya.

Dharma yang niatnya hanya ingin mengantar anak itu pulang menjadi semakin penasaran. Saat memasuki halaman rumah besar tersebut dia celingukan.

Rumah ini besar, tapi sama sekali tidak terawat. Halaman terlihat tidak pernah di sapu, barang berantakan di mana-mana.

"Ini rumahmu, Naura?" tanya Dharma.

"Iya..."

"Seperti rumah hantu, Gus." Bisik Badrun lagi.

"Kak, aku pulang!" Teriak Naura ketika pintu rumah di buka.

"Assalamualaikum," salam Dharma. Dia tidak langsung masuk. Menunggu tuan rumah datang mempersilahkan.

Rumah itu bahkan di biarkan padam. Naura sudah menghilang dari balik ruang tamu. Mau tidak mau, Dharma dan Badrun hanya bisa menunggu di luar saja.

"Kita pergi saja, Gus. Anak itu sudah aman." Kata Badrun.

"Tidak sopan, tunggu sampai kakaknya itu datang. Kita temui sebentar. Setelah itu kita pergi,"

Badrun menghela nafas. Dia pasrah.

Tiba-tiba lampu ruang tamu menyala. Memperlihatkan lebih jelas rumah besar tersebut. Rumah itu bak istana tapi kurang terurus saja.

"Masuk saja, kakakku masih bersiap." Kata Naura dia sudah berganti pakaian. Lebih rapi.

Dharma masuk, di ikuti Badrun juga.

"Kamu tinggal sendirian di sini bersama Kakakmu saja?" tanya Dharma.

"Iya. Kalian mau rokok?'' tanya Naura.

"Hah!" Badrun dan Dharma berpandangan.

"Tidak! Kami tidak merokok." Tolak Badrun.

"Naura, berapa usiamu sebenarnya?" tanya Dharma.

"Aku, delapan tahun." Jawab Naura.

Kenapa Dharma merasa Naura berbeda sekali. Dia tidak lagi seperti anak yang menangis tadi.

Tidak ada yang berbicara. Dharma masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada Naura.

Tiba-tiba dari dalam rumah ada seorang laki-laki keluar. Dia sedang mengenakan kemejanya. Dharma mengira bahwa laki-laki muda itu adalah kakaknya, walaupun tadi sempat mengira jika kakaknya Naura adalah perempuan.

"Hay, Bro!'' sapa laki-laki tersebut.

"Hai." Balas Dharma dan juga Badrun.

Dia hanya mengajak TOS. Tapi kemudian keluar dari rumah. Ke dua tamu Naura lagi-lagi di buat tercengang.

"Maaf, jika menunggu lama." Kata seseorang dari balik ruang lagi.

Dharma dan Badrun menoleh ke arah suara lembut tersebut. Mata mereka terbelalak ketika melihat apa yang ada di depannya.

"Astagfirullah... Astagfirullah... Astagfirullah..." Sebut Dharma dan Badrun bersamaan.

"Hai, kenapa?" tanya perempuan tersebut heran.

"Kak, kamu pakai baju dulu lah... Mereka sepertinya tidak biasa melihat wanita seperti itu." Kata Naura.

Badrun dan Dharma masih memalingkan muka. Wanita yang tadinya hanya memakai lingerie merah untuk menutupi badannya langsung balik arah lagi. Dia menuruti apa kata adiknya tersebut.

Kembali lagi dengan pakaian yang lamaran tertutup meskipun masih memperlihatkan paha putih mulusnya.

"Ya Alloh,Gus. Kalau gak di lihat Eman, kalau di lihat kok buat dosa mata." Ujar Badrun.

"Kalian dari mana?" tanya perempuan tersebut.

"Kami dari Jawa, kebetulan kami tadi bertemu Naura. Dia menangis, dan kami bermaksud mengantar dia pulang. Itu saja," jawab Dharma.

"Oalah... Perantau baru." Kata Perempuan tersebut. Naura menyebutnya kakak MARIA. Kakak kandungnya, sekaligus keluarga satu-satunya.

"Iya..." Balas Dharma.

Maria melihat ke arah Dharma. Baru kali ini dia langsung tertarik pada satu laki-laki. Biasanya dia hanya memandang laki-laki tak ayalnya hanya seorang bajingan saja. Tapi melihat sosok Dharma yang saat ini bersamanya membuat dia sedikit ingin terlihat baik saja.

"Terimakasih sudah mengantar adikku. Meskipun sebenarnya tanpa kalian dia bisa pulang sendirian." Kata Maria.

Naura tidak membantah. Dia sudah berpindah kesibukan dengan ponsel di tangannya.

"Oh...Karena sudah sampai di sini, aku dan temanku izin pamit. Sudah malam, tidak baik kami bertamu malam-malam seperti ini." Kata Dharma.

"Hahaha. Kamu sedang mengejekku, kah?''

"Tidak. Tidak sama sekali, maaf jika aku menyinggung perasaanmu." Jawab Dharma cepat.

"Baiklah. Aku memaafkanmu. Tapi maaf, gara-gara keluguan kalian ikut Naura ke sini, kalian tidak bisa pergi begitu saja."

"Maksudnya?" tanya Badrun.

"Kalian baru saja melintasi garis zona merah madam Meri. Siapapun laki-laki yang sampai di sini mereka harus melaporkan dirinya ke sana." Jelas Maria.

Badrun dan Dharma tidak faham.

"Sepertinya kalian laki-laki baik. Lucu sekali,"

Maria semakin tertarik dengan ke dua pria di depannya. Baru kali ini dia miliki laki-laki dengan keluguan seperti itu. Apalagi saat di mana dia sedang berpakaian seksi seperti ini, mereka sama sekali tidak tergoda.

Maria, wanita penggoda dengan kecantikan yang luar biasa. Sampai saat ini tidak ada laki-laki yang bisa berpaling dari dirinya. Mereka bertekuk lutut untuk bisa bersamanya. Harga yang ia bandrol untuk bersamanya cukup tinggi dari pada wanita penggoda lainya. Itu karena usianya yang masih belia, dan sampai saat ini dia masih mengantongi keperawanannya.

"Kami akan pergi, tidak ada yang melihat kami datang ke sini," kata Badrun.

Ini lebih menakutkan dari pada bertemu dengan hantu sekalipun.

"No... No... No... Kecuali jika kalian menginap di sini selama tiga hari." Kata Maria.

"Kenapa harus seperti itu?'' bantah Badrun.

"Sebab itu adalah jangka waktu laki-lakiku yang akan bersamaku. Mereka mengantri untuk tingal bersamaku. Kamu lihat laki-laki yang baru saja keluar tadi, dia di sini betah satu Minggu,"

"Oh tidak. Maaf, kami laki-laki baik-baik tidak mungkin kami di sini tiga hari."

"Jika tidak mau, tidak apa-apa. Tapi lewat gerbang rumah ini, kalian akan menemukan banyak wanita lagi seperti ku, dan mereka akan menarik kalian kerumah mereka. Mau tidak mau kalian harus tinggal bersama mereka, dan membayar mereka."

"Kawasan ini tadi sepi. Tidak ada seorang pun yang melihat kami."

"Kata siapa? Kamu tadi juga melihat rumah ini kosong, kan. Tapi nyatanya ada orang di dalamnya. Semua tidak bisa di pandang hanya karena covernya saja, sayang..." Kata Maria.