Chereads / Musafir & Sang Penggoda / Chapter 3 - Bab 3: Kyai Barseso

Chapter 3 - Bab 3: Kyai Barseso

{Manusia sesuci apapun itu tidak boleh meremehkan dosa sekecil apapun. Karena kita tidak tahu, kapan maut akan datang menjemput diri kita}

* * *

* *

*

Pukul sepuluh malam, Dharma baru bisa menemui Abah Yai Umar. Padatannya jadwal di pondok membuat ayah dan anak tersebut kehilangan banyak waktu untuk saling berbicara. Jika sore Abah Yai Umar yang santai, maka Dharma yang ada jadwal mengajar. Malamnya gantian, Abah Yai Umar yang berganti jadwal mengajar. Belum lagi jadwal pengajian di luar pesantren yang tidak kalah padat.

Dharma menemui Abahnya di ruang pribadi beliau. Sebuah ruangan dengan banyak tumpukan kitab-kitab berjajar rapi di rak yang tingginya hampir dua meter.

"Duduk, Le…" Perintah Abah Yai Umar pada putranya.

Le, adalah panggilan orang yang lebih tua kepada anak laki-lakinya ataupun pemuda yang jauh umurnya di bawahnya.

Meskipun Dharma adalah putranya, dia tetap santun, sungkem seperti layaknya seorang santri ketika akan bertemu dengan abahnya.

"Enek opo (ada apa lagi)?" tanya Abah Yai Umar.

Dharma masih belum berani bersuara. Dia yakin, jika Abahnya faham betul kedatangannya untuk apa. Namun, masih saja Abah menanyakan perihal keperluan putranya tersebut.

Melihat putranya masih terdiam. Abah Umar berdehem.

"Tadi Abah di telpon sama teman Abah yang ada di Yaman. Dia nanyain kamu, kapan ke sana?" Abah Umar membuka perbincangan terlebih dahulu.

"Yaman, Bah?"

Abah Yai Umar mengangguk sambil tersenyum. Dharma terdiam, bayangannya mulai menerjang ke tempat yang baru saja menjadi topik pembicaraan mereka.

Yaman adalah sebuah negara di Jazirah Arab di Asia Barat Daya, bagian dari Timur Tengah. Yaman berbatasan dengan Laut Arab di sebelah selatan, Teluk Aden dan Laut Merah di sebelah barat, Oman di sebelah timur dan Arab Saudi di sebelah utara.

Di sana, yang paling terkenal adalah kota Tarim,__sebuah kota bersejarah yang terletak di Hadhramaut, Yaman. Di Tarim terdapat banyak masjid, jumlahnya mencapai 360 buah, sesuai dengan jumlah hari dalam 1 tahun, selain itu Tarim juga dikenal dengan keilmuan dan ulama, adapun ulama yang saat ini berasal dari Tarim adalah Habib Salim Assyatiri, Habib Abdullah bin Syihab Habib Umar bin Hafidz dan Habib Ali Al-Jufri.

Banyak sepupu dari Dharma yang sudah mengenyam pendidikan di sana. Mereka menimba ilmu hingga kadang lupa dengan tanah air mereka.

Bumi Hadhramaut, bumi sejuta wali. Bumi asal muasal para da'i yang berjasa besar dalam menjadikan Negeri Indonesia dengan populasi muslim paling tinggi.

Saat menginjak kaki di sana mereka akan mencium bau harum dari tanahnya bagaikan bau minyak Anbar yang semerbak wangi. Hal itu pernah di tulis oleh Al habib Abu Bakar bin Shihab.

"Pengen, Bah. Dharma pernah mendengar jika di sana tukang koran saja saat bulan ramadhan bisa mengkhatamkan Al Qur'an sepuluh kali. Apalagi para habaib dan guru-guru besar lainya."

"Tarim memang di kenal sebagai surga bagi penghafal Al Qur'an. Di Tarim, para penghafal Al Qur'an bukanlah prestasi yang yang menakjubkan. Karena sedari kecil, bocah-bocah sudah di wajibkan menghafal Al Qur'an."

"Kalau gak salah ada nama tempat yang khusus dan sudah legendaris untuk penghafal Al Qur'an, namanya apa, Bah?''

"Qobbah Abu Murroyyim. Tempat itu sudah bercabang-cabang di mana-mana."

"Oh … Nggeh, Kulo supe (Iya, saya lupa)."

"Kalau ada mahasiswa dari negara lain datang untuk khusus mempelajari Al Qur'an ada jurusannya sendiri. Para mahasiswa bahkan bisa menghafal Al-Qur'an dengan hitungan bulan saja. Fakultas itu memang di khususkan, dengan guru pembimbing dari Suriah."

"Masya Alloh…Pengen saget, Bah mriko. (Ingin sekali, Bah ke sana)."

"Abah ya pengen kamu bisa ke Tarim. Mencari barokah para wali di sana."

"Insya Alloh, Bah."

Pembicaraan terhenti ketika seorang santri datang dengan membawakan minuman. Dua gelas kopi dan satu teko yang berisikan kopi juga.

Malam ini akan menjadi malam terakhir Dharma di sini. Besok dia sudah harus pergi. Kali ini dia ingin menghabiskan malam bersama Abahnya. Meminta wejangan dan ilmu dari pengalaman beliau. Sekaligus meminta izin.

"Kenapa kamu gak berangkat saja lusa. Romadhonnan di sana," saran Abah yai Umar.

Dharma semakin menundukkan pandangannya. Tiba-tiba keringat dingin mulai bercucuran di kening dan telapaknya.

"Dharma belum siap, Bah." Dengan penuh penyesalan dia mengatakan hal itu.

"Kamu sudah punya tujuan?" tanya Abah Umar.

Masih belum bisa mengatakan, Dharma hanya bisa berdiam dan meruntuki dirinya. Keinginannya sudah ditentang oleh ibundanya. Abahnya terang-terangan menawarkan dia untuk pergi ke yaman. Kedua orangtuanya sedang berusaha mencegah keinginannya.

"Abah sangat faham betul apa yang Dharma inginkan," jawab Dharma setelah sekian detik dia mengumpulkan keberanian.

"Saat kita keluar dari zona nyaman. Zona aman dari sebuah tempat maka kita akan di hadapkan dengan banyak macam rintangan. Banyak juga godaan. Sedikit saja kita terkecoh maka berakhirlah masa depan kita," kata Abah Umar.

"Kamu faham betul, Dharma saat kita mengejar dunia maka dunia yang akan kamu dapatkan. Sedang jika kau kejar akhirat maka dunia seusianya akan datang tanpa di undang," Lanjut beliau.

"Cobaan dunia adalah harta, tahta dan wanita. Abah yakin, Insya Alloh kamu sudah lulus pada tahap ujian harta dan tahta. Tapi, wanita?"

"Insya Alloh, Dharma lebih lulus lagi."

"Ojo gampangne, (Jagan meremehkan), ingat kisah kyai Barseso?"

"Nggeh, Bah…"

Abah Yai Umar kembali menceritakan lagi kisah Kyai Barseso. Dharma tetap mendengarkan dengan seksama meskipun dia sudah faham betul jalan ceritanya.

Kyai Barseso adalah kyai yang 'aabid (ahli ibadah) dan memiliki enam ribu santri atau murid. Ibadahnya sangat luar biasa dari sisi kuantitas dan kualitasnya.

Maka datanglah setan untuk menjerumuskan dan memalingkannya dari lezatnya taqarub kepada Allah SWT. Setan menghampirinya dalam bentuk serupaan manusia dan ingin menjadi santri atau murid kyai Barseso.

Sebagai seorang kyai, tentu Barseso sangat senang ada orang yang mau menjadi santrinya karena hal itu berarti akan menjadi ladang pahala bahinya dan penerus eatafet dakwahnya.

Singkat cerita, santri baru jelmaan setan itu ternyata really sangat luar biasa ibadahnya. Bahkan kyai Barseso merasa kalah dalam hal ibadah dan menjadi penasaran dibuatnya.

Pada suatu kesempatan, kyai Barseso bertanya bertanya kepada santri jelmaan setan itu: "Saya melaporkan ibadah ananda sungguh luar biasa bagusnya, banyak puasa, selalu membaca al qur'an bahkan sholatpun terlihat begitu khusu '. Adakah tips dan kiatnya? ".

Setan pun tersenyum dalam hati karena Barseso sudah mulai masuk ke dalam perangkapnya. Kata setan: "Ya, saya berusaha untuk memilih dengan sebaik mungkin karena saya selalu ingat segala sesuatu yang pernah saya lakukan. Jadi, silahkan bapak kyai lakukan maksiat agar bisa seperti saya! ".

Jawab kyai Barseso: "Tidak mungkin saya pajak maksiat karena itu dosa! ". Setan segera menyanggah: "Jika maka bapak tidak akan merasakan demikian khusu'nya ibadah yang diiringi indahnya taubat!".

Pelan namun pasti, tipuan halus setan telah merasuki hati Baseso. "Lantas apa yang harus saya lakukan?", Tanya Barseso. Setan menjawab "Bunuhlah seseorang!". "Tidak mungkin, karena membunuh satu orang sama dengan membunuh manusia seluruhnya!" jawab Barseso.

Dialog antara terus berlanjut. Setan kembali menebar jaringnya, "Kalau begitu berzinalah!" Barseso sontak menjawab "Tidak mau, perbuatan dosa besar dan jalan kehinaan!". Lanjut setan, "Ini saran terakhir saya, mabuk anda minum dengan minum Khamr!".

Akhirnya setelah berfikir bahwa mabuk dosanya tidak mencapai dan berzina, juga tidak merugikan orang lain. Barseso tergoda untuk digoda.

Pendek kata, kemudian Barseso pergi ke sebuah warung atau toko yang menjual khamr. Ketika ia sudah meminum Khamr dan mabuk hilang kesadaran dan kendali dirinya, ia mengajak berzina wanita yang menjaga toko itu. Dan ketika suami wanita itu datang dan menghardiknya, Barseso juga segera menghabisi nyawa pria tersebut.

"Itulah sebabnya, manusia sesuci apapun itu tidak boleh meremehkan dosa sekecil apapun. Karena kita tidak tahu, kapan maut akan datang menjemput diri kita," Nasihat Abah yai Umar setelah beliau selesai menceritakan kisah kyai Barseso.

"Doakan Dharma Abah, agar Dharma tidak mewarisi kisah tersebut."

"Doa hanyalah tameng anakku. Dan tameng akan kehilangan kekuatannya saat orang yang dia coba lindungi keluar dengan sendirinya,"

Dharma tersekat. Dia terpojok dengan penuturan abahnya. Mampukah dia mendapatkan restu jika kedua perisainya gigih mempertahankan posisinya?