Penyesalan selalu datang paling akhir, setelah semua yang indah itu pergi dan yang terlihat baik-baik saja hancur. Dulu Rika selalu menganggap Andra sebagai apa yang orang-orang sebut sebagai rumah, yaitu seseorang yang selalu menjadi tempat untuk pulang saat dunia ini terasa begitu jahat kepadanya.
Rika sangat suka berpetualang, mencoba hal-hal baru dan bertemu dengan banyak orang. Baginya berkenalan dan mendapat teman baru itu sangat menyenangkan, ia banyak mempelajari watak dan pemikiran setiap orang yang ia temui lalu mengambil pelajaran darinya. Tapi, ia justru gagal membaca watak dan pemikiran dari orang terdekatnya sendiri. Andra yang dikira akan selalu baik dan mau menjadi orang terkasih, mendukungnya saat semua orang menjauh, mengulurkan tangan saat terjatuh. Dan Andra justru meninggalkannya.
Rika tahu ini salahnya, ia terlalu asik bermain-main hingga mengabaikan perasaan Andra. Berulang kali putus nyambung dan Andra selalu mau kembali bersama saat Rika menangis meminta belas kasih, tapi kini sebaliknya. Andra telah membuktikan ucapannya bahwa ia tak akan lagi kembali.
"Andra?" panggilnya saat ia menangkap siluet pemuda yang baru saja memarkirkan sepeda di halaman kosannya.
Pemuda yang dipanggil itu menoleh, ia sedikit terkejut tapi buru-buru menormalkan ekspresinya. Kehadiran Rika yang hilir mudik di D'Boejangan memang sudah tidak asing lagi.
"Eh itu bukannya... Rika? Ngapain dia kosan lo, Ndra?" tanya Icak, pemuda itu segera turun dari boncengan sepeda Ismail dan terkejut dengan kehadiran seorang wanita di kosan khusus bujangan itu.
Ismail merotasikan bola matanya setelah bertemu pandang dengan sorot sendu mantan kekasih Andra itu, "Ngapain lagi kalo gak nyariin Bang Andra." jawabnya jengah.
"Masih aja sih ganggu lo, heran deh gue. Kenapa cewek tuh selalu aja gitu, bersikap seolah dia yang tersakiti padahal dia sendiri yang menyakiti." kesal Icak.
"Emang gitu bang, dari dulu juga selalu gitu, paling bentar lagi nangis minta peluk, setelahnya Bang Andra habis itu luluh lagi. Lagu lama itu, udah kebaca banget triknya!" ujar Ismail seraya menghela napas dalam.
Kedatangan mereka bertiga ke kosan ternyata sudah disambut oleh gadis cantik tapi sayangnya begitu menyebalkan, Ismail ikut kesal karena ia juga mengikuti kisah cinta Andra sejak lama, belum lagi ia menjadi saksi bagaimana Rika pergi dan datang lagi tanpa dosa untuk mengajak Andra balikan. Jika saja Marko tidak izin untuk datang terlambat pasti dia juga kesal melihat gadis jelita itu lagi.
Malam ini mereka ingin berdiskusi untuk geladi resik pernyataan cinta Andra kepada Sasya yang rencananya akan digelar besok sore, bertepatan dengan hari sabtu.
"Jangan berprasangka buruk dulu, siapa tahu dia gak ada niat gitu." jawab Andra.
"Terus mau ngapain lagi kalau gak mau ngajak balikan."
Andra mengendikkan bahunya, "Mana gue tahu."
Andra pun sama terkejutnya dengan kehadiran Rika, lagi, di D'Boejangan. Entah apa kali ini maksud dari kedatangannya, tapi Andra mati-matian menguatkan hati untuk tidak goyah dalam membangun egonya. Pemuda itu paling tidak tega melihat seseorang menangis, Rika tahu itu sehingga ia akan selalu datang sambil menangis dan Andra akan luluh. Semoga saja kali ini tidak.
Andra melangkahkan kakinya mendekati Rika diikuti Icak dan Ismail di belakangnya, ia tersenyum tipis menyambut gadis itu. "Kenapa?"
"Aku... aku mau bicara boleh?"
"Apa lagi? Gue capek mau istirahat, besok aja ya. Udah malam juga, mending lo pulang."
Rika segera menahan lengan Andra cepat, "Aku mohon Ndra, kali ini aja, tolong dengarkan aku mau bicara. Ini penting Ndra, aku mohon."
"Udah malam Rik, gak enak kalau dilihat anak-anak lain." Andra melirik waktu di jam tangannya, "Udah jam sembilan, peraturan disini gak boleh ada cewek setelah jam sembilan."
"Sebentar aja, aku mohon Ndra, kasih aku waktu lima menit aja." ujar Rika dengan mata berkaca-kaca, ia sungguh membutuhkan pemuda itu kali ini. Rika memohon dengan tatap matanya, berharap Andra akan luluh lagi, dan itu berhasil.
"Yaudah, ngomong!"
"Tapi, gak bisa disini, ada..." Rika melirik tidak nyaman kepada kedua teman Andra, sebaliknya pun begitu. "Ada mereka."
"Memangnya kenapa kalau ada kita? Kita teman Bang Andra kok." jawab Ismail dengan berani. "Lagipula ini kosan saya juga kak, maaf saja, tapi setelah ini kita ada rapat penting disini. Kalau kakak ingin kami pergi, sebaiknya kakak aja yang pergi."
Ismail sangat menyebalkan, Rika membencinya saat adik tingkat sok akrab itu selalu mencampuri urusannya dengan Andra. "Aku mohon kasih aku ruang untuk bicara Ndra." ujar Rika sambil menatap lekat manik kelam sang mantan kekasih.
Melihat drama itu sangat memuakkan, terlebih jika itu drama Andra dengan Rika lagi. Awalnya Icak tak mau ikut campur karena tidak mau terpancing emosi dengan gadis itu, tapi sepertinya ia harus mengambil peran kali ini. Icak menarik Ismail untuk sedikit menjauh, menuju dapur umum atau kemana pun yang penting tidak melihat melodrama itu lagi. "Kita pergi aja, Is!"
"Tapi bang!"
"Udah lah!" Icak segera menarik bahu adik tingkatnya itu agar segera menjauh, "Lima menit, Ndra!" ujarnya sebelum benar-benar pergi.
Setelah kedua pemuda itu pergi, Rika tidak langsung bicara, ia justru mengunci mulutnya dan menyia-nyiakan waktu lima menit yang tadi ia minta untuk bicara. Bicara, bicara dan bicara, harus berapa kali lagi Andra memberikan gadis itu ruang untuk bicara. Jengah sekali rasanya, terlebih Andra sudah bisa menebak kemana arah membicaraan kali ini. Kabarnya, Rika sempat putus nyambung dengan Bastian, kekasih barunya beberapa bulan lalu.
Tempo hari Rika bilang bahwa Bastian main kasar, tidak heran karena watak pemuda itu memang keras dan selalu sulit mengendalikan emosi. Dulu Andra sudah mewanti-wanti, dan sekarang salah siapa jika sudah begini. "Mau ngomong apa, Rik, lo buang-buang waktu lima menit yang tadi lo minta."
"Eh?" Rika mendongak.
"Mau ngomong apa?"
Rika mengepalkan kedua tangannya untuk mengusir perasaan ragu dan takut di dalam hatinya, ia sedang merangkai kata dengan baik tapi yang terlintas hanya satu kalimat. "Kasih aku satu kesempatan lagi, Ndra."
"Kesempatan apa?"
"Kesempatan untuk kembali bersama dengan kamu, kembali pacaran, dan kembali jadi satu-satunya wanita yang kamu cintai."
Rika meraih lengan Andra dan menggenggamnya erat, air mata yang sejak tadi ia tahan kini sudah lolos berjatuhan membasahi pipi. "Aku janji Ndra, aku berani bersumpah akan berubah jadi lebih baik lagi. Aku gak akan mengulangi kesalahan ku dan kebodohanku sudah meninggalkan kamu. Andra, aku masih sangat mencintai kamu, aku tahu kamu juga. Jadi kenapa kita gak coba untuk kembali bersama, aku yakin kita bisa bahagia bersama satu sama lain. Di hatiku cuma ada kamu Ndra, gak ada yang lain, aku mohon percaya! Aku mohon kasih aku satu kesempatan lagi, satu saja." ujar Rika penuh harap.
"Terus setelahnya apa Rik? Kita balikan, terus lo pergi lagi, balikan lagi, pergi lagi. Gitu terus?" tukas Andra.
Si gadis menggeleng tegas, "Gak akan, aku berani bersumpah aku gak akan lagi."
"Simpan sumpahmu itu Rik, Gue gak percaya!" Andra menyentakkan lengannya hingga terlepas, ia sudah bersumpah untuk membangun benteng pertahanan yang kokoh agar mantan kekasihnya itu tidak lagi memporak-porandakan hatinya. "Mending lo sekarang pulang."
"Gak!"
"Pulang Rik!"
"Gak akan Andra, gak sampai kamu mau kasih aku satu kesempatan lagi."
Andra mengusap wajahnya dengan kasar, "Satu kesempatan apa? Udah banyak kesempatan yang gue kasih dan lo selalu mengulangi kesalahan yang sama. Jadi buat apa lagi?!"
"Kali ini gak akan Ndra, aku mohon!" Rika sesenggukan memohon kesempatan kepada Andra, ia tidak peduli para penghuni kosan yang terang-terangan memperhatikan mereka dari lantai atas. Jika perlu, ia akan mencium Andra saat itu juga agar pemuda itu mau dengannya.
Dan sepertinya itu ide yang bagus, tapi bukan mencium, karena Rika tidak akan berani melakukannya. Dulu ia pernah mencoba, dan Andra langsung mendorongnya menjauh. Rika memilih untuk memeluk erat Andra, menangis sejadi-jadinya di dada pemuda itu sambil meraung-raung. "Aku mohon, Ndra!"
"Aku mohon, kali ini aja, kasih aku satu kesempatan lagi!"
"Aku mohon, Ndra."
"Aku cinta kamu, aku bisa mati kalau gak sama kamu!"
Andra menyunggingkan senyum miring bak iblis setelah mendengar kalimat terakhir, ia melepas paksa pelukan Rika dan menatap gadis itu tepat di manik matanya yang berair. "Yakin? Lo bisa mati tanpa gue?"