Chereads / Desember Yang Belum Usai / Chapter 19 - Hari yang dinantikan

Chapter 19 - Hari yang dinantikan

"Mau kemana? Mau ketemu pacarmu itu?" tanya Amanda dengan sarkas saat Sasya baru saja menutup pintu kamarnya.

Sasya tersenyum canggung, "Cuma mau jalan-jalan kok kak, gak akan lama. Lagipula Kak And---"

"Gue gak peduli!" ujar Amanda acuh. "Gue udah bilang kalau apa yang lo lakukan ini cuma sia-sia, Sya. Seharusnya lo fokus sama kesehatan biar cepat sembuh baru cari pacar. Lo cari pacar sekarang itu buat apa kalau gak buat buang-buang waktu, percuma, lo hanya akan menyakiti banyak orang setelahnya."

Amanda langsung pergi dan menutup pintu kamarnya dengan keras, baru saja pulang dari kantor dan sudah disuguhkan dengan pemandangan yang menurutnya sangat menyebalkan. Adik tersayangnya yang selalu dimanjakan oleh keluarga, gadis sakit-sakitan yang menyedihkan itu saat ini sedang berdandan bak orang sehat. Bagi Amanda, hal itu justru membuat Sasya semakin terlihat menyedihkan.

Lihatlah bagaimana wajah pucat itu lebih berseri dengan make up dan penampilan yang cantik dengan wig panjang bergelombang, semuanya tampak cantik. Sasya sangat cantik, Amanda akui itu. Amanda hanya tidak suka Sasya memupuk harapan palsu, seolah adiknya itu bisa hidup lebih panjang dari yang ia pikirkan padahal tidak. Amanda juga menahan perih kala mendengar rintihan Sasya tiap malam karena penyakitnya, sakit kepala hebat yang sering datang merusak kesehatannya. Jika berpikir setelah keluar dari rumah sakit Sasya menjadi lebih sehat, itu tidak sepenuhnya benar. Memang gadis itu menjadi lebih hidup dan kembali ceria, tapi sakitnya tetap sama. Kadangkala Sasya muntah darah, demam tinggi, dan mengeluh sakit kepala hebat.

Tak mau terpengaruh dengan Amanda, Sasya memilih untuk menghela napas dan kembali melanjutkan langkahnya. Andra sudah menunggu di luar, pemuda itu tidak mau masuk ke dalam rumah karena ayah dan ibu Sasya tidak ada di rumah.

"Kak Andra?" sapa Sasya setelah sampai di hadapan Andra, pemuda tampan itu tampil casual dengan celana jeans dan kemeja hitam yang melekat pas pada tubuhnya yang atletis. Lengan kemeja panjang itu sengaja di gulung sampai sebatas siku, Andra juga merapikan rambutnya yang biasanya berantakan.

"Apa hari ini akan ada acara penting? Kakak terlalu... formal?"

"Gak ada kok, ini gak formal Sya, pas sama style kamu hari ini." jawab Andra sambil tersenyum manis, pemuda itu hanya mengatakan bahwa ia akan mengajak gadis itu berjalan-jalan di sabtu sore yang hangat ini. Padahal Andra sudah mempersiapkan segalanya.

Sasya melihat kembali penampilannya, dia memang tampil lebih formal hari ini dengan balutan dres lengan panjang di bawah lutut berwarna peach dengan outer berwarna hitam... ah! Padahal mereka tidak berjanjian untuk mengenakan warna itu hari ini, tapi tak apa, mereka tampak serasi.

"Ayo masuk, perjalanan kita jauh hari ini." ujar Andra sembari membukakan pintu untuk gadis cantik itu.

"Oh ya? Kemana?"

"Rahasia dong dek, nanti kalau kamu tahu gak jadi kejutan namanya." balas Andra setelah ia duduk di kursi kemudi, mobil yang mereka tumpangi masih mobil milik Marko yang resmi menjadi sponsor untuk kisah cinta mereka kedepannya. "Emm... kamu gak mau ganti baju yang lebih hangat, nanti takutnya kamu kedinginan. Kakak cuma bawa jaket soalnya."

"Lho, memangnya mau pergi kemana? Sampai malam?"

Andra mengangguk, "Iyalah, pulangnya mungkin sampai malam. Takutnya disana kamu dingin, apa gak apa-apa?"

"Gak apa-apa kok, kakak jangan khawatir." ujar Sasya dengan senyuman manis yang tak luntur sejak ia melihat Andra, entah mengapa semakin hari ia semakin tertarik dengan pemuda itu. Hampir setiap hari mereka berkirim pesan atau menelepon dan menceritakan hal-hal menarik yang dialami, kedekatan itu membuatnya merasakan nyaman kepada seseorang yang notabene bukan siapa-siapa.

Mobil itu melaju, sengaja Andra memacu mobilnya untuk cepat sampai ke tujuan. Semua rencananya akan dilaksanakan hari ini dengan tujuan yang sudah dipastikan siap untuk digunakan. Di tempat yang akan mereka tuju, Marko, Icak dan Ismail sudah mempersiapkan segalanya.

"Kakak?" Sasya teringat sesuatu saat Andra mengatakan mereka akan pulang malam hari, "Apa harus sampai malam? Aku takut mama dan papa marah kalau aku pulang larut malam." ujarnya takut-takut.

Andra bisa mengerti, bahkan amat sangat mengerti. Tangan pemuda itu terangkat untuk membelai kepala Sasya dengan sayang, "Kamu tenang aja, Sya. Tadi, kakak udah izin sama papamu sebelum kita berangkat. Dan boleh asalkan kakak jaga kamu dengan segenap jiwa dan raga, bahkan papamu mengancam mau bunuh kakak kalau kamu lecet sedikit saja."

Tawa gadis itu terdengar renyah memecah hening di dalam mobil itu, "Kakak bisa aja deh, tapi beneran kakak ketemu papa?"

Yang ditanya mengangguk tegas sembari fokus pada jalanan di depannya, "Tadi kakak ketemu pas nungguin kamu, papa dan mamamu mau pergi ke acara makan malam kolega bisnisnya kan? Tadi kakak minta izin sama mereka."

"Terus mereka gak tanya kakak ini siapanya aku?"

"Ya tanyalah."

"Kakak jawab apa?"

"Teman."

Sasya mencelos, tapi ia segera menormalkan kembali ekspresi wajahnya. Ya, memang pada kenyataannya mereka bukan siapa-siapa dan Andra juga belum menyatakan cinta kepadanya. Tunggu dulu, apa mungkin DP yang Sasya berikan kurang banyak, agar Andra segera menembaknya. "Iya ya." balas gadis itu.

Selajutnya hanya hening, mereka sama-sama fokus pada perjalanan yang jauh itu. Entahlah, Sasya sama sekali tidak memilih bayangan apapun tentang kemana arah mereka pergi. Yang pasti jika bersama Andra, kemana pun ia bersedia. Sesekali Sasya melirik kepada pemuda yang sedang menyetir mobil itu, tangan kokoh yang sering memanjat papan panjat itu tampak kokoh dengan garis otot tegas dan kuat.

"Kenapa Sya? Kamu lihat kakak terus kenapa? Mau cerita?" tanya Andra.

Sasya menoleh sepenuhnya, tapi ia hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya dengan lucu. Wig berponi yang digunakan tampak serasi dengan wajahnya, siapapun tidak akan tahu jika itu hanya wig. "Gak apa-apa, kakak ganteng banget hari ini?"

"Oh ya?" Andra tersenyum simpul, jujur saja ia malu dan berdebar tapi mencoba untuk tetap cool. Karena penampilannya hari ini sudah sangat cool maka perangainya juga tidak boleh asal-asalan seperti biasanya. "Makasih kalau gitu."

"Apa semua anak Mapala punya tangan seperti kakak?"

Kening Andra langsung berkerut, "Maksudnya? Memangnya tangan kakak kenapa?"

"Seksi."

"Sya!" tegur Andra yang tidak habis pikir bahwa kata itu akan terlontar dari gadis lugu itu, bukan berdebar lagi tapi kali ini Andra dibuat mati gaya dengan itu. Sedangkan gadis itu hanya terkekeh, Andra berulang kali mengumpat karena pikiran bercabangnya yang mengarah pada hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan. Ah, tolong maafkan otak kotor Andra ini.

Gadis cantik itu akhirnya berhenti tertawa, "Tapi beneran kak, siapapun juga pasti setuju kalau tangan kakak seksi banget. Emmm... boleh pegangan tangan?" tanya gadis berhati-hati.

"Eh, tapi gak usah deh, nanti kakak nyetirnya susah ya." ujarnya lagi mengurungkan niat.

Baru saja hendak menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, Sasya membulatkan mata saat Andra justru memberikan tangannya. Tujuannya sudah jelas untuk digenggam oleh gadis itu, "Boleh ini?"

"Gak apa-apa, kakak bisa kok, lagi pula jalannya gak sesulit itu."

"Kalau peluk boleh?"