POV Denna
Aku mulai berjalan pulang, tak lagi kudengarkan wanita itu berkata. Aku hanya fokus pada jalan yang tak asing lagi bagiku. Walaupun mata tak benar-benar melihatnya, seakan kaki ini tahu kemana akan melangkah.
Dimana benda dapat menghalanginya, kaki ini tahu harus berbuat apa.
Saat pulangpun, masih banyak orang yang terus berdatangan dan beberapa juga menuju arah pulang.
"Ternyata dibalik tempat ini ada sebuah tempat yang tak disangka-sangka walau jaraknya tak terlalu jauh, namun tersembunyi dan dijaga, jelas saja karena hanya orang tertentu yang diperbolehkan masuk."
karena si penjaga sepertinya sudah mengenaliku, sehingga ia memperbolehkanku. untuk masuk kedalamnya.
aku bisa masuk kedalam sana karena Riki.
Sepertinya Riki sudah terbiasa kesana, tentu saja karena jika ingin ke rumahnya melalui pintu belakang, dia harus melewati jalan itu.
Entah sejak kapan ia sangat mengenal tempat itu dan masuk keruangan seperti itu.
Riki belum cerita banyak tentang latar belakangnya. Aku belum sepenuhnya mengenal Riki.
"Apakah Riki menyimpan sebuah rahasia besar lebih dari yang kulihat?"
"Sekarang aku harus apa? Apakah aku harus putus dengannya."orang yang tiap harinya aku kagumi dan puji kebaikannya."Kini yang kulihat hanyalah keburukannya."
Rasanya aku tak dapat fokus untuk beberapa hari. Padahal sebentar lagi ujian sekolah, aku belum tahu dapat uang dari mana untuk membayar ujian tulis dan praktekku.
Aku tak mungkin meminjam ketemanku, aku tak ingin menyusahkan mereka dan aku juga pasti tak bisa membayarnya.
" ohh.. Tuhan berikanlah aku jalan keluar dari semua masalah ini."
sambil aku terus berjalan, samar-samar ada yang memanggilku, semakin lama semakin jelas.
"Na.. Denna... tunggu." lalu kutoleh kearah datangnya suara itu. kulihat seorang wanita dengan tubuh yang kadang terlihat dan kadang tertutup oleh orang yang berjalan kesana kemari.
" Amanda?" kataku lirih.
"Na,.. kamu dari mana?" tepat didepatku sambil ia mulai menghentikan laju kakinya.
"Aku hanya jalan-jalan saja disekitar sini" kataku kepadanya.
"kamu sendiri ngapain disini Nda?"
"aku juga ingin menikmati tempat ini saja, rasanya kemarin aku belum puas, jadi aku kesini lagi bersama ayahku. sekarng dia masoh ada di gazebo itu"
yuk sekalian ikut makan bareng bersamaku dan ayahku." lanjut Amanada.
"Maaf Nda, tapi aku baru saja mau pulang takut kemalaman, soalnya aku sudah sejak tadi disini dan menonggalkan beberapa pekerjaan dirumah yang harus segera kuselesaikan sebelum tengah malam supaya besok aku tidak kesiangan.
"ohh begitu.. sebenarnya aku tadi ingin kirim pesan kekamu untuk acara ini, tapi aku ingat kamu selalu sibuk dan susah aku ajak keluar juga jadi aku tak jadi." lalu ini tadi aku baru sadar ternyata kamu yang sedari tadi jalan sendirian dan menundukkan kepala."
"kenapa kamu itu, kalau jatuh bagaiamana?"
"kalau kamu ada masalah cobalah cerita ke aku, siapa tahu aku bisa bantu". tanya Manda kepadaku dengan menatapku berharap aku bercerita.
"hheemmm.. aku cuma lagi banyak masalah saja Nda, maaf aku belum bisa cerita sekarang ya."" Sekarang aku ingin segara pulang saja, takut orangtuaku khawatir."
"ohhh... iya Na" atau saya antar saja kah?"
"Tidak usah Nda, aku hanya ingin jalan sambil menikmati suasana jalanan saja, tidak apa-apa jangan terlalu khawatir."
kulihat tatapan amanda yang tampak khawatir melihatku, aku tak menyangka memiliki teman yang begitu baik seperti dia, semoga dia tidak seperti Riki.
"Ya sudah hati-hati dijalan ya Na" Amanda memegang pundakku.
aku hanya menganggukkan kepala dan pergi melanjutkan jalanku yang sempat terhenti.
aku merasa Amanda masih memperhatikanku yang terus berjalan.
Pada akhirnya aku sampai didepan rumah, kulihat ibu tertidur dikursi bambu ruang tamu sedang bapak masih menikmati kopi yang tersisa dicangkirnya.
kakiku yang mulai melangkah kedalam rumah, bapak menoleh kearahku.
"Darimana saja Na?"" ibumu sedari tadi khawatir kamu yang tak juga pulang."
"aku hanya ingin pergi jalan-jalan diluar pak." kataku sambil terduduk dikursi lainnya.
Tak ada yang kuceritakan selama aku berada diluar.
lalu bapak merebahkan tubuhnya di atas karpet lantai.
kulihat dikamar lusi masih tidur, tepat ditengah tempat tidur dengan posisi yang tak karuan.
"hemmm.. lusi.. lusi.." sambil menggelengkan kepala.
kugeser badan Lusi agak kepinggir, ia tetap tak sadarkan diri walau bagian tubuhnya kutarik kesana kemari memposisikan tubuhnya agar terlihat lebih nyaman.
Aku mulai merebahkan tubuhku yang terasa ngilu dikaki dan bagian punggung hingga kepinggangku ditambah lagi kepala yang pusing memikirkan masalah. Aku yang masih belum menemukan cara lain untuk memperoleh uang sebagai tambahan kebutuhsn sehari-hari.
Sejenak aku teringat kata-kata wanita itu, tapi jika kulihat itu adalah pekerjaan yang kurang baik bagiku.
Keluargaku sudah seperti ini, apa bila orang lain tahu terutama tetanggaku tentu saja mereka semua akan memangsaku dan keluarga secara brutal, masalah bau kotoran saja bisa sampai menghadirkan orang satu RT. apalagi jika aku menekuni pekerjaan seperti yang dilakukan wanita itu, yang selalu pulang malam bersama laki-laki.
"ini nomor yang ia berikan, mungkin aku harus menyimpannya dulu"
"Apa yang ingin ia sampaikan ya? Mungkin aku perlu tahu banyak tentang dia dan tempat itu.
Aku lihat dia orang yang baik, dari caranya berbicara kepadaku sangat dewasa. Tapi kenapa dia mau bekerja disitu?" mungkin ini yang perlu aku ketahui.
Kulihat pesan Riki, ia membalas pesanku.
Ternyata benar ia berbohong, tak mungkin ia ada dirumah semalaman di dalam kamarnya.
Sudah jelas-jelas aku melihat sendiri dia bersama wanita lain.
Mungkin benar kata wanita itu tadi malam, Aku gadis yang bodoh, jika aku masih mempertahankan laki-laki seperti dia.
Pagi yang sejuk namun rasa sakit masih begitu terasa. Semakin lama terpikir semakin besar rasa kesal dan marah menyelubungi jiwaku.
Aku bukanlah Denna yang dulu. kini aku berani untuk mengambil hak bahagiaku dari laki-laki yang membohongiku dan selingkuh dibelakangku.
Tanaman yang baru saja kutanam dan nampak subur kini harus kucabut lagi, karena kehidupannya akan terancam oleh virus langka. Ini adalah jalan terakhir, Aku harus mencari tanah yang lebih subur lagi walau tak semudah yang kubayangkan.
Cinta yang telah mengakar, kini harus layu karena dicabut paksa melihat semua akan terasa semakin menyakitkan bila terus dibiarkan tumbuh.
Kulihat hari ini Riki telat datang, tentu saja mungkin tadi malam ia sudah sangat kelelahan. Aku sudah tak perduli, ini adalah keputusanku. kusadari berulangkali Riki menatapku, namun aku tak memperdulikannya, tak dapat lagi aku tersenyum atas apa yang telah aku lihat.
Kulihat Amanda fokus dengan pelajaran hari ini, ya! Ini adalah pelajaran kesukaannya.
Waktu istirahat tiba, bila Riki menghampiriku aku siap dengan apa yang ingin aku ucapkan.
Benar saja Riki datang menghampiriku saat bel istirahat baru saja berbunyi, mungkin ingin mengetahui jawaban dari semua sikapku akhir-akhir ini kepadanya.
"Na.... kamu kenapa si, tidak balas pesan dari aku?" katanya kepadaku yang berdiri tepat didepanku.
"Aku sudah tahu semuanya ki" jawabku yang masih terduduk di kursi.
"Tahu apa?" tanyanya penasaran.
"Aku tahu kamu berbohong"
"Siapa yang berbohong? Aku tidak pernah berbohong ke kamu, Na.
"Aku itu lihat kamu sama wanita lain tadi malam, lalu masuk kegang yang pernah kamu kunjungi bersamaku, lalu kamu masuk keruangan bersama wanita itu dan ternyata itu adalah kamar yang sering digunakan untuk berhubungan intim."
"Apa maksud kamu, kamu ini ngomong apa siih!"
Terlihat cara berbicara Riki sedikit berbeda.
"Terus mau kamu apa?" kata Riki yang tampak emosi mengetahui aku tahu kebenaran yang adalah rahasia yang disembunyikannya selama ini.
"Aku mau kita PUTUS." jawabku seketika berdiri.
"Oke.. terserah kamu" katanya dengan mudah.
"Sudah mulai terlihat sifat aslinya sekarang, dia bahkan tidak menyangkal tuduhanku.
berarti itu memang dia.
Ternyata orang yang kuanggap baik dia lebih buruk dari yang kulihat buruk.
Sungguh rasanya sakitnya benar-benar menusuk, sebab kepercayaan yang kuberikan tak mendapat keistimewaan dihatinya.
Dia adalah lelaki terburuk yang pernah aku temui.
Riki melangkah keluar ruangan, dan aku yang terduduk tak kuasa menahan lagi rasa sakitku.
Air mataku mudah sekali mengalir, terutama saat ini, kukeluarkan untuk orang yang buruk.
"hiks...hiks..."