Nex mengembuskan napas panjang. Sekilas laki-laki berwajah oriental itu melirik pada El Thariq, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit.
"Aku heran Kamu terkejut, El? Kita tahu bagaimana karakter Madam Golda 'kan? Bahkan, aku dan Malino lebih dulu dipanggil olehnya," tutur Nex gamblang.
El Thariq mendesah lelah.
"Aku tahu tujuan Madam bukan karena benar-benar ingin kita bertiga bahagia, atau sebab ia peduli dengan kita seperti yang ia ucapkan, tapi kita tahu dengan pasti, upaya itu hanya karena wanita itu nggak ingin kita lepas dari pengaruhnya," ungkap Nex tak suka.
Sesaat hening menyela.
Keduanya diam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing.
El Thariq tak menafikan kenyataan yang terungkap melalui mulut teman dekatnya itu.
Nex menghela napas dalam.
"Apa begini nasib anak-anak yang tumbuh dalam cengkeraman ibu suri?" keluh Nex lirih.
"Apa Kamu menerima pendamping yang diajukan Madam Golda?" sahut El tanpa mengindahkan keluhan lawan bicaranya.
"Wanita-wanita itu? Tentu saja aku terima. Aku nggak ingin punya masalah dengan Nyonya Golda yang terhormat, El." Sindiran Nex berhenti sejenak, tatapannya menerawang.
"Kita laki-laki, kita bisa mengatur urusan-urusan yang berkaitan dengan para wanita ... just play smart ... tinggal main cantik aja 'kan?" ujarnya ... lalu, terkekeh ... dengan getir.
El Thariq tertegun.
"Mungkin bisa seperti itu, tapi itu sama saja memelihara hewan buas dalam selimut sendiri. Hewan buas yang ekornya dipegang oleh orang lain, oleh Madam Golda," ucap El Thariq dalam hati.
Alih-alih mengungkapkan pikirannya, laki-laki berhidung mancung itu membiarkan mulutnya terkunci.
"Kamu tidak langsung menolaknya 'kan?" desak Nex khawatir.
El Thariq tak menjawab, wajahnya datar dan tenang.
"Ah ... dengan melihat wajahmu, aku tahu Kamu nggak akan sebodoh Malino," ucap Nex datar. Bahunya mengedik pelan.
"Malino? Dia langsung menolaknya?" seru El sedikit terkejut.
"Hem ... entahlah ... apa yang sedang ada di pikiran si bodoh itu? Apa dia nggak berpikir, penolakannya bisa berimbas pada bisnis-bisnis yang sedang ia tangani?" Nex diam sejenak, wajahnya menunjukkan dia sedang berpikir.
Mata Nex menyipit.
"Apa itu karena ia sedang jatuh cinta ya?" gumam laki-laki itu lirih.
"Malino? Jatuh cinta?" seru El tertarik.
Laki-laki itu sedikit mengangkat kepala, mata tajamnya tertuju pada Nex yang masih terlihat berpikir.
"Mungkin ... aku hanya mendengar selentingan-selentingan ... lagian itu nggak berpengaruh untukku, tapi biasanya laki-laki akan terjebak dalam kebodohan ketika jatuh cinta 'kan?" ucap Nex enteng, kedua bahunya kembali mengedik.
"Aggh!" seru El lelah.
Kepalanya kembali menempel pada bantal warna krem itu. Bantal yang terlihat manis berpadu dengan sofa empuk warna putih itu melesak ke dalam.
Kelopak matanya menutup dan dalam secepat kilat wajah Rachel terbayang dalam benak. Lalu, El Thariq mengusap-usap pangkal hidung mancungnya dengan jari manis sebelah kiri.
Mata Nex masih menerawang. Kali ini manik mata itu menyiratkan kekhawatiran.
"Aku harap Malino bodoh itu bisa menghadapi konsekuensi dari keputusannya," ucapnya lirih. Dalam suaranya terkandung kecemasan yang dalam.
"Kenapa Kamu nggak menyuruhnya 'play smart'?" balas El, kelopak matanya tetap tertutup.
"El ..., Kamu pernah dengar ungkapan 'lebih baik tidur daripada menasehati orang yang sedang jatuh cinta'?" seloroh Nex berkilah.
El terkekeh mendengar sanggahan lawan bicaranya.
"Mungkin itu yang terjadi padaku. Kamu juga akan merasa sia-sia menasehatiku jika mengetahui apa yang sudah kulakukan, Nex," ujar El Thariq dalam hati.
Keduanya kemudian kembali diam, asik dengan pengembaraan pikiran yang melahirkan prediksi-prediksi atas upaya Madam Golda untuk mereka.
"Benar 'kan, aku bisa menemukan kalian berdua di sini?"
Tiba-tiba suara seorang laki-laki yang mereka berdua kenali menyela perenungan.
"Ah ... panjang umur si bodoh ini, lihat, El, siapa yang datang!" seru Nex terkejut.
Laki-laki itu menegakkan punggung dan duduk dengan tegang.
"Selamat datang, Malino," ucap El Thariq tanpa merubah posisinya.
"Aku ingin mengenalkan kalian pada kekasihku," ucap Malino dengan suara yang terdengar riang.
"Ah ... kekasih," sindir Nex dengan geli.
"Keka-"
Ucapan El Thariq tak usai.
Laki-laki itu segera beranjak duduk dan melihat pada dua orang yang baru berjalan ke arah sofa putih itu.
El Thariq dan Nex menatap Malino yang sekilas menoleh pada gadis yang berada di sampingnya dengan tatapan lembut.
Laki-laki berkulit putih dan wajah seperti artis-artis dari negara Korea Selatan itu segera menggandeng tangan gadis yang melangkah di sampingnya seolah kedua temannya merupakan satu ancaman yang akan menikung kekasihnya itu.
"Aku benar-benar sedang melihat sebuah kebodohan yang kian mendekat," gumam Nex lirih.
"Aku nggak ngerti bagaimana reaksimu ketika melihat aku dan Rachel, Nex," ucap El Thariq dalam hati.
"Nekad," gumam El Thariq lebih lirih.
Gadis berkulit putih, hidung mancung dan mata bulat yang cantik terlihat sungkan melihat dua orang laki-laki yang sedang menatap kedatangan mereka berdua.
"Duduklah, Honey!" pinta Malino dengan lembut ketika gadisnya masih berdiri dengan sungkan.
Gadis itu kemudian mengangguk pada dua orang yang lebih dulu berada di ruangan itu, lalu duduk di samping Malino dengan sungkan dan malu-malu.
Malino memperhatikan gerak-gerik kekasihnya dengan rasa cinta yang tak mampu ia sembunyikan. Kemudian, laki-laki itu menoleh pada dua temannya.
"Ini Arumi," ucap Malino.
Laki-laki itu memegang jari jemari putih gadis itu dengan lembut.
"Arumi ini, El Thariq dan yang ini Nex, mungkin Kamu sudah sering mendengar nama mereka disebut-sebut oleh orang-orang di beberapa kalangan tertentu," ucap Malino sambil menunjuk ke arah dua temannya.
"Saya Arumi, saya nggak menyangka bisa bertemu dengan orang-orang yang berpengaruh," puji gadis itu kaku.
"Ya ... selamat datang di Silver Glass," ucap Nex formal, sedangkan El Thariq hanya mengangguk.
Seorang pegawai laki-laki klub bergengsi yang mengenakan kaos putih dan celana jins masuk dan mengantarkan minuman yang biasanya dipesan oleh kedua orang yang datang lebih awal.
"Bisa buatkan sesuatu yang bisa mengganjal perutku, Brother? Apa saja, burger juga nggak masalah," pinta El datar.
Pegawai laki-laki yang belum mengenakan seragam resmi itu mengangguk dengan hormat, kemudian ia juga mencatat pesanan ketiga orang yang berada dalam ruang VIP itu sebelum kembali meninggalkan ruangan itu.
Malino menunggu sampai langkah pegawai laki-laki itu tak terdengar.
"El, Nex, aku ke sini bukan hanya ingin memperkenalkan Arumi, aku menemui kalian untuk meminta dukungan ... em ... juga bantuan," ungkap Malino dengan penuh penekanan.
Ekspresi wajah laki-laki itu terlihat sangat serius.
"Ahh ...!" seru Nex lelah.
Laki-laki yang semula duduk dengan normal itu merebahkan punggungnya ke sandaran sofa putih yang empuk itu.
Sementara itu, El Thariq menahan embusan napasnya, kepalanya bergerak untuk mengalihkan pandangan mata.
"El, Nex, tolonglah!" pinta Malino lirih.