Kepala Nex yang berada di puncak sofa bergerak ke arah El Thariq. Tapi, laki-laki bermata elang itu tetap menatap pada satu titik yang lain. Kemudian Nex menoleh ke arah Malino dengan sorot mata lelah.
"Kamu yakin ingin membicarakan ini sekarang?" ucap Nex sedatar mungkin.
Malino mengangguk.
"Arumi sudah kuanggap bagian dari diriku, jadi kalian tak perlu khawatir," balas Malino tanpa merasa sungkan.
"Ah ...!" desah Nex lelah, sedangkan El Thariq menyimpan tawanya, senyum simpulnya sejenak terlihat di sudut bibirnya.
"Kamu habis minum obat apa? Sepertinya racun bucin sudah menyebar mendekati jantung," sindir Nex sedatar mungkin.
"Ayolah! Kalian mengenalku sejak kecil, kalian orang-orang dekatku, jadi kalian juga bisa menganggap Arumi orang dekat kalian ... em ... ya ... mulai saat ini," balas Malino bersikeras.
Nex tergelak. Bahunya terlihat berguncang-guncang mengimbangi tawanya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat geli.
"Lihat, El! Benar 'kan apa yang kubilang tadi," ujar Nex setelah tawanya mereda.
El bersedekap, menatap Malino dengan ekspresi datarnya.
"Kita bisa menikmati makanan dan minuman yang sudah kita pesan, kemudian aku akan meminta orangku mengantar gadismu, Malino. Setelah itu, Kami bisa mendengar apa yang ingin Kamu sampaikan," sahut El Thariq dengan tenang.
"El, bagaimana aku bisa membiarkan orang-orangmu mengantar Arumi, aku bisa mengantarkannya sen-"
"Percayalah! Itu akan sangat baik untukmu saat ini," potong El dengan tenang.
Malino mengembuskan napas panjang, diam sejenak dan akhirnya mengangguk.
Laki-laki itu kemudian mencondongkan kepalanya ke kepala Arumi dan membisikkan beberapa kalimat di dekat telinganya. Sedangkan gadis itu terlihat mendengarkan dengan penuh perhatian dan akhirnya mengangguk paham.
"Kamu membuat keputusan yang baik, Malino," celetuk Nex ketika melihat ekspresi wajah Arumi.
Makanan dan minuman yang mereka pesan akhirnya datang.
Mereka menikmati sajian itu sambil bercakap-cakap ringan.
Beberapa saat setelah makanan dan minuman itu lesap dalam lambung-lambung, seorang laki-laki yang adalah orang suruhan El datang dan menjemput Arumi untuk diantar pulang.
Ketiganya terdiam sampai langkah Arumi dan pengantarnya tak terdengar.
"Oke, ayo kita lanjutkan percakapan kita! Kita lihat, apakah kebodohan itu bertambah atau terkikis setelah orangnya kenyang," celetuk Nex memecah keheningan.
El Thariq dan Malino mendesah panjang dalam waktu yang hampir bersamaan.
"Aku tahu aku melakukan hal yang sangat bodoh menurutmu Nex!" seru Malino dengan suara keras. Napasnya memburu.
"Malino!" tegur El dengan tenang.
Laki-laki dengan wajah mirip artis korea yang digemari para wanita itu mengangkat satu telapak tangannya, kemudian melakukan tarik embus napas hingga kemarahannya berangsur-angsur reda.
El Thariq dan Nex membiarkan Malino sejenak dalam diam. Kemudian, Malino terkekeh getir.
"Sebuah ironi bukan?" ujar Malino sambil menatap kedua laki-laki yang ada di depannya.
Keduanya menatap dengan tenang.
"Dalam dunia bisnis, kita dikenal sebagai orang besar, bahkan sebagian orang-orang yang berurusan dengan kita, menyetarakan kita dengan orang-orang yang berpengaruh ala mafia-mafia di luar sana. Mereka menyebut kita sebagai pezzonovante negara ini, orang yang sangat ... sangat berpengaruh. Tapi ...."
Malino menghentikan ucapannya dan kembali terkekeh getir.
Laki-laki itu melemparkan pandangan mengejek pada dua rekannya.
"Tapi ... lihat! Ternyata di dunia nyata, kita hanya tiga orang boneka yang remotenya dipegang oleh Ma-dam Gol-da," ucapnya dengan nada geli yang getir.
Malino bertepuk tangan di ujung kalimatnya.
El Thariq dan Nex mengembuskan napas dengan berat.
"Bahkan ... bahkan untuk sekadar memutuskan memilih bersama wanita yang kita cintai saja, kita harus berada dalam kehati-hatian, banyak sekali yang harus dikhawatirkan, banyak sekali yang harus dicemaskan."
Malino kembali terdiam.
"Apa kalian tak sadar, pelan-pelan kita berubah menjadi boneka ... menjadi robot," pungkas Malino, kemudian menghela napas dalam, ada sedikit kelegaan dalam helaan napasnya.
El Thariq memundurkan posisi duduknya hingga benar-benar mentok di sandaran sofa.
Kaki-kaki panjang El disilangkan dan tangannya masih bersedekap.
Berbeda dengan El yang masih bersikap tenang, Nex tertawa geli dan seperti tidak dapat menguasai diri. Tubuhnya bergerak-gerak untuk mengekspresikan rasa geramnya.
"El, hubungi Dreana! Ada calon pasiennya nyangkut di sini? Em ... apa cinta bisa mengakibatkan jiwa terganggu?" ucap Nex, ekspresi wajahnya terlihat sangat serius.
El Thariq sedikit menggeleng-nggelengkan kepala.
"Aku tahu apa yang terjadi dalam pikiranmu, Malino. Juga keinginan-keinginanmu itu. Tapi, kita tidak mungkin bisa melupakan bagaimana kita besar dan bagaimana hubungan kita dengan Madam Golda. Jangan lupakan itu dalam setiap keputusan yang Kamu ambil," ucap El setelah beberapa saat diam.
"Malino, Kamu masih bisa menjalin hubungan dengan Arumi seperti yang baru saja Kamu tunjukkan di depan kami tanpa menolak permintaan ibu suri. Kamu tahu dengan jelas 'kan? Menunjukkan penolakan terang-terangan pada ibu suri, itu sama saja mencari penyakit. Dan ingat! Kita sangat tahu bagaimana karakter Madam Golda. Pembangkangan terang-teranganmu itu bukan hanya akan mengancam keselamatanmu tapi juga keselamatan Arumi," tutur Nex dengan geram.
"Nex!" seru Malino dengan lantang.
"Arumi bukan gadis biasa. Dia adalah salah satu influencer ternama di negara ini. Madam Golda tidak bisa menyingkirkannya begitu saja," sanggah Malino geram.
Nex kembali tertawa. Kali ini tawanya makin keras.
"Kamu lupa kekuasaan dan harta Madam Golda bahkan bisa melenyapkan politisi ternama di negara ini dalam semalam," balas Nex tegas.
"Nex, aku tahu, dengan mudah, aku bisa bertingkah sepertimu, menerima apa saja yang diajukan Madam Golda dan tetap menjalani hubungan dengan wanita mana saja yang kita sukai. Tapi, itu, berapa lama itu bisa dipertahankan. Ingat! Yang diajukan untuk kita bukan hanya wanita yang hanya akan bersama kita selama satu atau dua jam, tapi selamanya. Apa Kamu bisa jamin, bisa bertahan dengan wanita yang nggak kita inginkan itu sepanjang sisa usia kita?" seru Malino berang, suaranya makin keras.
"Ka-"
"Nex!" tegur El dengan lantang.
Laki-laki berwajah oriental itu mengurungkan serangan kata yang hendak ia lepaskan pada Malino.
"Malino, bicaralah dengan tenang!" tegur El dengan nada cepat.
Kedua laki-laki terdiam patuh.
El Thariq memandang kedua teman dekatnya dengan tenang.
"Kita bertiga tahu, cepat atau lambat hal seperti ini akan terjadi. Kita akan berjalan berlawanan arah dengan Madam Golda. Keinginan-keinginan kita akan bertentangan dengan kepentingan Madam. Aku tahu banyak sekali perdebatan dan pertimbangan yang membebani pikiran kita jika kita memilih untuk mempertahankan keinginan kita. Dan ... jika diri kita tak bisa lagi menahan keinginan kita, kita harus mempersiapkan langkah-langkah pengaman untuk melindungi diri dan keinginan-keinginan kita itu."
El Thariq diam sejenak untuk memasok udara dalam paru-parunya.
"Aku nggak menyalahkan langkahmu, Nex. Tapi, aku juga tidak akan menyalahkan keputusanmu, Malino. Hanya saja, di sini, aku setuju dengan pendapat Nex agar Kamu tidak terang-terangan melawan Madam Golda, Malino," saran El Thariq dengan tenang.
"Dan ... untuk bantuan dan dukungan yang Kamu minta, mungkin ... demi apa yang telah kita jalani bersama, aku bisa memberikannya, tapi jika Kamu bersikeras masih bertindah sembrono seperti ini, Kamu akan membuat kita bertiga dengan cepat dihabisi Madam Golda, apa itu yang Kamu inginkan, Malino?" ucap El Thariq pelan, tenang tapi tegas.