Sepak terjang pemuda yang masih merupakan bagian dari Perguruan Makam Kuno itu benar-benar membuat jeri semua musuhnya. Setiap langkah yang dia lakukan mampu menggetarkan nyali lawan.
Belasan jurus sudah berlalu, belasan nyawa pula yang sudah dicabut oleh tombak kembar miliknya. Walaupun usianya masih terbilang muda, ternyata kemampuannya sudah cukup sempurna.
Lalu bagaimana dengan Li Yong?
Dia pun tidak kalah dengan Han Cong Yang. Meskipun musuhnya saat ini jauh lebih hebat daripada sebelumnya, tetapi dia tidak merasa jeri. Sama sekali tidak.
Li Yong tetap tidak berubah. Tetap tampil dingin dan misterius.
Sejauh ini, dirinya tidak banyak melakukan serangan. Dia masih memilih untuk berada di posisi bertahan. Bukan karena tidak sanggup menyerang balik, melainkan karena dia ingin mengetahui sampai sejauh mana kemampuan Pasukan Pengurung Dewa itu.
Setelah bertarung cukup lama, ternyata kemampuan mereka memang patut diacungi jempol. Lima belas orang anggota Pasukan Pengurung Dewa itu, menurut Li Yong masuk dalam jajaran pendekar kelas satu.
Dalam dunia persilatan, pendekar kelas satu merupakan orang-orang yang mempunyai ilmu tinggi dan mempunyai pengalaman banyak.
Tentu saja mereka pun termasuk di dalamnya.
Namun sayang sekali, setinggi dan sebanyak apapun pengalaman mereka, mereka tetap tidak bisa membunuh Li Yong dengan mudah. Jangankan untuk membunuh, untuk melukai saja, rasanya teramat sangat sulit sekali.
Pemuda itu seperti sebuah gunung yang sangat kokoh. Sangat sulit diruntuhkan. Dia pun seperti belut. Sangat licin dan sangat sulit disentuh.
Sampai sejauh ini, Li Yong belum juga mengalami luka. Baik itu luka luar, maupun luka dalam. Serangan gabungan Pasukan Pengurung Dewa seolah sia-sia semata.
Perjuangan mereka pun tidak ada artinya.
Wutt!!!
Pada saat pertempuran berlangsung sengit, mendadak dari samping kanan ada sesuatu yang melesat begitu cepat.
Sebatang pedang tahu-tahu telah menusuk mengincar pinggang Li Yong. Dari arah belakangnya, mendadak pula ada sebatang pedang yang bergerak memberikan bacokan.
Batok kepalanya menjadi incaran utama!
Saat itu, posisi Li Yong sedang terdesak. Pasukan Pengurung Dewa sedang menggempurnya dengan segenap kemampuan mereka.
Apakah itu artinya, dia akan mati?
Tentu saja tidak! Sebab pada detik-detik penentuan, mendadak tubuh Li Yong melambung tinggi ke atas. Dia pun sempat berjumpalitan sebanyak dua kali di tengah udara.
Entah kapan dia melakukannya. Sebab tidak ada yang mengetahui kapan dia mengambil ancang-ancang untuk melakukan hal tersebut.
Seolah-olah kedua kakinya itu mengandung pegas yang mampu digunakan setiap saat.
"Naga Sakti Menghempas Badai …" teriaknya dengan lantang.
Bersamaan dengan teriakan tersebut, kedua tangannya melakukan gerakan seperti sedang mengibas air. Gerakan itu terlihat perlahan, namun sebenarnya mengandung tenaga yang sangat besar.
Lima belas orang anggota Pasukan Pengurung Dewa langsung terlempar ke segala arah. Seolah-olah mereka telah dihempaskan oleh satu kekuatan yang mampu menghancurkan segalanya.
Pada saat itulah, puluhan titik hitam kembali melayang secelat kilat. Menyerang ke arah mereka secara bersamaan!
Wutt!!! Wutt!!!
Tiada yang mampu membayangkan seberapa cepat titik-titik itu. Namun yang jelas, teriakan kesakitan mulai menggema ke seluruh ruangan.
Pasukan Pengurung Dewa tahu-tahu sudah terlepas di atas lantai. Pada masing-masing dada mereka terdapat tiga sampai lima batang jarum berwarna hitam.
Jarum itu tidak terlalu panjang. Jarum-jarum itu pun terbilang kecil.
Tapi justru yang kecil itulah yang sangat mematikan!
Erangan maut mulai terdengar. Dua dari lima belas orang Pasukan Pengurung Dewa telah meregang nyawa!
Sedangkan tiga belas orang sisanya, semuanya mengalami luka dalam. Walaupun tidak berat, tapi tidak juga bisa dibilang ringan.
Kematian mereka mencengangkan rekan-rekannya. Sebab tidak ada darah yang keluar dari luka di tubuhnya.
Ya, tidak ada darah, namun tubuh para korban itu langsung menghitam. Sehitam jarum yang membunuhnya. Sehitam kematian yang mendatanginya.
Pertarungan telah berhenti. Tapi ketakutan masih menyelimuti. Li Yong tetap berdiri dengan tenang. Posisinya masih sama seperti semula. Seolah-olah pemuda itu tidak pernah bergerak walau hanya sedikit pun.
Ruangan itu dicekam oleh hawa pembunuhan yang teramat kental. Sekarang, orang-orang yang masih hidup, tidak ada yang berani bergerak.
Di sebelahnya, pertarungan Han Cong Yang pun sudah berakhir. Dari puluhan orang anak buah yang tadi tersisa, sekarang tinggal hanya sembilan orang saja.
Sepak terjang kedua pemuda itu telah menyadarkan tujuh hartawan yang ada di sana. Sekarang mereka sadar, sadar sesadar-sadarnya bahwa dua orang pemuda tersebut, ternyata jauh lebih menakutkan dari apa yang mereka bayangkan.
Hawa pembunuhan masih mencekam. Hawa kematian pun makin terasa lebih kental.
Semua orang berdiri mematung di tempatnya masing-masing. Walaupun tujuh hartawan itu merasa sangat marah, tapi untuk melakukan sebuah gerakan, tentunya mereka harus berpikir puluhan bahkan mungkin ratusan kali.
"Orang-orang kalian yang tidak ada gunanya itu sudah mampus. Sekarang, giliran kalian yang harus menyerahkan nyawa," jawab Li Yong sambil menyapu pandang ke arah tujuh orang tersebut.
Kalau saja yang bicara itu adalah orang lain, niscaya mereka tidak akan terima dan langsung menyerangnya.
Sayang sekali, yang bicara itu adalah Li Yong. Sehingga walaupun marah, mereka tetap tidak berani mengambil tindakan gegabah.
"Apa yang kau inginkan?" tanya Hartawan To setelah diam beberapa lama.
"Yang harusnya bertanya seperti itu adalah aku. Sebenarnya, apa yang kau inginkan dariku?" tanya balik Li Yong.
"Apa maksudmu?" tanyanya seolah-olah dia tidak mengerti ucapan pemuda itu.
"Jangan berlagak bodoh. Aku sudah mendengar semua ucapanmu,"
"Oh, jadi kau sudah mendengarnya?"
Li Yong hanya mengangguk. Dia tidak menjawab sekali pun.
"Baiklah, sebenarnya aku tidak menginginkan apa-apa darimu. Apa yang telah aku lakukan kepadamu, sebenarnya hanya ingin memanfaatkanmu saja,"
"Lalu, kenapa pula kau harus melenyapkan kuburan Kakek Li Beng?"
"Karena aku tahu, hanya dengan cara itu saja kau mau melakukan apa yang aku perintahkan," jawab Hartawan To.
Li Yong diam beberapa saat. Setelah itu, dirinya berkata, "Terkait kau memanfaatkanku, itu bisa aku maafkan. Tapi terkait kau melenyapkan kuburan Kakek Li Beng itulah yang tidak bisa aku maafkan,"
Suaranya dingin. Dingin dan mengandung kemarahan mendalam.
Kakek Li Beng adalah satu-satunya orang yang paling berarti dalam hidupnya. Sejak kecil, Li Yong sudah hidup bersamanya. Melewati suka duka kehidupan, melewati beratnya ujian yang diberikan langit kepadanya.
Sekarang, secara tiba-tiba ada orang luar yang berani melenyapkan tempat peristirahatan terakhirnya, bagaimana mungkin dia bisa memaafkan orang tersebut?
Hartawan To dibuat mematung. Mulutnya tidak bicara, seolah-olah mulut itu sudah terkunci rapat.
Jika yang berkata seperti itu adalah orang lain, niscaya dia tidak akan merasa takut sama sekali.
Tapi yang bicara barusan, bukanlah orang lain. Selamanya, Li Yong bukan orang lain.
Percaya tidak percaya, dia tetap harus mempercayainya.
"Jadi, apa yang sekarang kau inginkan dariku?" tanyanya kembali, seolah-olah dia mengulangi pertanyaan yang sebelumnya sudah diajukan.
"Nyawamu. Aku hanya ingin nyawamu," katanya dingin.