Li Yong menatap orang tua yang baru datang itu. Begitu juga sebaliknya. Orang tua berjubah kuning tersebut menatap ke arahnya. Bahkan sambil melemparkan senyuman hangat pula.
Entah, apakah ini suatu kebetulan? Atau apa?
Li Yong terus memperhatikan orang tua tersebut. Dia mempunyai perasaan berbeda terhadapnya.
Ternyata orang tua itu berjalan ke arahnya!
"Sobat, bolehkah aku duduk bersamamu?" tanyanya sambil tersenyum ramah.
"Boleh, silahkan," jawab Li Yong singkat sambil sedikit tersenyum pula.
Orang tua itu langsung duduk. Tidak berapa lama kemudian, seorang pelayan datang membawa satu guci arak yang sangat wangi.
"Terimakasih," kata si orang tua itu sambil tersenyum pula.
Sepertinya dia adalah orang yang sangat murah senyum. Sebab kepada siapapun, dia selalu tampak tersenyum.
Orang tua itu lalu membuka segel arak kemudian menuangkannya ke dalam cawan. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk Li Yong.
"Mari kita bersulang," ujarnya.
Mau tak mau, Li Yong harus melayaninya minum. Pemuda itu hanya tersenyum simpul, lalu langsung menegak arak sampa habis.
"Sobat, apakah kau bukan asli orang sini?" tanyanya memulai percakapan.
"Ya, aku orang dari jauh," ucap Li Yong.
"Oh, pantas saja wajahmu sedikit berbeda dari yang lain,"
Si orang tua kembali menuangkan arak lalu meminumnya sampai habis. Setelah itu, dia kembali melanjutkan bicaranya.
"Ngomong-ngomong, apakah kau sedang menghadapi suatu urusan penting?"
"Bagaimana kau bisa tahu?" tanya Li Yong seolah terkejut.
"Hahaha, semua orang pasti tahu. Sebab tidak mungkin kau sudi datang dari tempat jauh kalau tidak ada urusan yang sangat penting,"
Li Yong mengangguk-anggukkan kepalanya. "Masuk akal," jawabnya setuju.
"Jadi, urusan apakah yang membawamu kemari? Apakah kau sedang mencari seseorang?"
"Bagaimana kau tahu lagi?"
Li Yong mulai merasa curiga terhadap orang tua berjubah kuning itu. Tapi dia tidak menunjukkan perasaan tersebut. Dirinya berusaha untuk tetap tenang dan dingin.
"Hahaha, hanya orang yang sedang mencari orang lain, yang selalu memasang mata setajam dirimu,"
"Apakah ada yang salah? Mataku memang seperti ini,"
"Bagi orang lain memang tidak. Tapi bagiku, ya,"
Sepanjang bicara, orang tua itu selalu menyelipkan senyuman di akhir katanya. Hal tersebut membuat Li Yong canggung. Dia ingin tampil dingin, tapi orang yang mengajaknya bicara sangat ramah.
Bagaimana mungkin dia bisa melakukannya?
Mau tak mau, pemuda itu sesekali harus membalas senyuman tersebut.
Li Yong tidak bicara untuk beberapa saat. Dia sedang memikirkan apakah harus dirinya memberitahu masalah yang sedang dihadapi kepada orang tua itu, atau tidak?
Namun setelah berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk memberitahukannya. Siapa tahu, dari orang tua itu, dirinya bisa mendapatkan informasi yang jauh lebih banyak lagi.
"Ya, aku memang sedang mencari seseorang," ujarnya setelah diam cukup lama.
"Ngomong-ngomong, siapa yang kau cari itu?"
"Lin Dong,"
"Oh, jadi kau mencari orang itu," jawab si orang tua sambil manggut-manggut.
"Kau tahu siapa dia?" tanya Li Yong penasaran.
"Di sini, siapa yang tidak tahu kepadanya? Tentu saja aku pun tahu. Bahkan sangat tahu,"
Wajah Li Yong mulai berseri. Dia ingin bicara lebih jauh, tapi pada saat itu, kebetulan seorang pelayan datang menghampiri sambil membawa pesanannya.
"Silahkan, Tuan Muda,"
Pelayan itu menyimpan pesanan di atas meja. Setelah selesai, dia langsung pergi kembali.
"Makan saja dulu, habiskan makananmu. Bicaranya nanti saja," ujar orang berjubah kuning.
Li Yong mengangguk. Dia menuruti perkataan orang tersebut.
Pemuda itu segera menyantap makanan dengan lahap. Kebetulan dia sudah merasa sangat lapar. Sedangkan orang tua itu sendiri, dia terus minum arak tanpa berhenti.
Lewat beberapa waktu kemudian, Li Yong sudah menyelesaikan kegiatannya. Sekarang, pemuda itu sudah merasa kenyang dan siap untuk bicara kembali.
"Sudah?" tanya si orang tua.
"Sudah,"
"Bagus. Sekarang baru boleh bicara lagi," katanya sambil tertawa. "Kalau ada yang ingin ditanyakan, tanyakan saja," lanjutnya.
Waktu semakin larut malam. Para pengunjung di rumah makan semakin sepi. Yang tersisa hanya tinggal beberapa orang saja.
"Seberapa jauh kau tahu informasi tentang Lin Dong?"
"Aku sulit menjelaskan seberapa jauhnya. Tapi kalau kau bertanya tentang orang tersebut, aku pasti tahu jawabannya,"
"Hemm, baiklah. Seberapa hebat orang itu?"
"Menurutku tidak terlalu hebat. Dia masih sama seperti orang lain,"
"Bagaimana dengan kemampuannya?"
"Sama saja. Dibandingkan dengan dirimu, aku yakin kau masih unggul di atasnya,"
"Benarkah?"
"Aku tidak berbohong,"
"Bagaimana dengan sisi materinya?"
"Kalau soal itu, Lin Dong bisa dibilang cukup sukses. Dia mempunyai perusahaan pengawalan barang yang bernama Perusahaan Keluarga Lin. Itu adalah salah satu bisnis utama keluarga tersebut,"
Li Yong manggut-manggut. Dia kembali mengerti satu persoalan lainnya. Sekarang dirinya tahu, kenapa Hartawan To menyuruhnya untuk membunuh orang tersebut.
Kemungkinan besar, alasannya terkait dengan saingan bisnis.
"Ternyata Lin Dong adalah orang hebat," puji pemuda itu.
"Ah, dia tidak terlalu hebat. Hanya saja memang, di mata orang lain, dirinya selalu dipandang tinggi. Padahal hakikatnya sama saja. Dia manusia seperti pada umumnya," jawab orang tua berjubah kuning itu.
"Tahukah kau di mana kediamannya?"
"Di ujung jalan sini ada rumah mewah. Itulah perkampungan Keluarga Lin,"
"Bagaimana dengan penjagaannya?"
"Walaupun ketat, tapi aku yakin kau mampu melewatinya,"
"Maksudmu?"
"Bukankah maksudku sudah jelas?"
Mulut Li Yong terkancing seketika. Dia baru sadar kalau dirinya sudah bertanya terlalu jauh dan mendalam. Kalau terus dilanjutkan, bisa jadi tujuannya ke Kota Lok Yang akan terbongkar di hadapan orang tua itu.
"Baiklah. Terimakasih atas informasi yang telah kau berikan ini,"
"Tidak perlu sungkan,"
Li Yong bangkit dari posisinya. Setelah itu, dia pamit undur diri. Selain karena tidak mau melanjutkan bicaranya, dia pun mulai mengantuk. Tubuhnya terasa kelelahan.
Si oang tua berjubah kuning tidak menghalanginya. Bahkan dia pun tidak bicara apa-apa lagi, kecuali hanya memandangnya dengan sebuah senyuman.
Senyuman hangat. Senyuman ramah seperti senyumannya seorang sahabat.
Kentongan pertama sudah terdengar di kejauhan sana. Li Yong telah berada di kamar sederhana yang dia pesan.
Percakapan di rumah makan tadi masih diingatnya dengan jelas. Wajah orang tua berjubah kuning pun masih melekat dalam benaknya.
Tiba-tiba hatinya merasa gundah ketika teringat kejadian tadi.
Siapa orang tua itu sebenarnya? apa pula tujuannya duduk dan menemaninya bicara?
Apakah dia adalah orang-orangnya Lin Dong? Mungkinkah dia seorang mata-mata?
Li Yong tidak tahu. Dia hanya tahu bahwa saat ini dirinya mulai mengantuk. Rasa kantuk telah menyerangnya dengan hebat.
Walaupun dia berusaha membuka mata, tetap saja, usahanya percuma. Semakin dibuka matanya, malah semakin ngantuk dirinya.
Lewat sesaat kemudian, pemuda dingin itu akhirnya tertidur pulas.
Di bawah kamar yang gelap. Di bawah suasana yang sepi hening, Li Yong tertidur lelap sampai hari berganti pagi.