Untunglah pada saat itu, Lin Dong lebih dulu menghindarkan dirinya dari serangan lawan. Coba kalau tidak, mungkin sekarang dia telah babak belur karena dihajar habis-habisan.
Pertarungan dalam ruangan itu sudah memasuki jurus kelima. Ketegangan dan keseruan semakin menjadi. Lin Dong masih tidak percaya dengan kemampuan pemuda misterius itu.
Kalau saja dirinya tidak punya banyak pengalaman bertarung, niscaya sudah sejak tadi dia harus kalah di tangannya. Semua gerakan pemuda itu, baginya sangat aneh. Selama ini, sepanjang berkelana dalam dunia persilatan, rasanya dia belum pernah melihat gerakan-gerakan seperti yang diperagakan oleh Li Yong.
Gerakannya sederhana. Tapi kecepatannya sulit dibayangkan. Di sisi lain, setiap gerakan yang dilakukan oleh pemuda itu pastinya mengandung tipuan yang sulit dibaca oleh musuh.
Lin Dong merasa ini bagaikan mimpi.
Di hadapan anak muda misterius itu, semua jurus yang selama ini disegani dan mengangkat namanya, ternyata tidak mampu berbuat apa-apa.
Sekarang, pertarungan telah dilanjutkan kembali. Semua jurus yang dimiliki oleh Lin Dong mulai dikeluarkan dengan sempurna.
Gerakan orang itu berubah menjadi lebih cepat. Pukulan dan tendangan yang dilayangkan olehnya semakin ganas.
Di posisi lain, Li Yong tetap bersikap tenang seperti air. Walaupun dia tahu bahwa serangan lawan makin lama makin hebat, namun dirinya tetap seperti biasa.
Tetap dingin dan tetap misterius.
Kedua kaki pemuda itu tiba-tiba bergeser ketika menyaksikan ada serangan yang mengarah ke titik penting di tubuhnya. Disusul kemudian dengan gerakan tangan yang berusaha menangkis serangan.
Wushh!!! Wutt!!! Wutt!!!
Sepertinya Lin Dong semakin berlaku serius. Dia terus menyerang Li Yong tanpa memberikan waktu jeda untuk mengambil nafas dengan tenang. Kalau serangan pertamanya gagal, maka dia akan meneruskannya dengan serangan kedua. Kalau yang kedua masih gagal, maka dia akan langsung melancarkan serangan ketiga.
Begitu seterusnya sampai Li Yong dibuat benar-benar terdesak.
Posisi pemuda itu makin di bawah angin. Dia telah terpojok. Semua gerakan ditutup oleh lawan. Jalan keluar sudah tidak ada lagi.
Dalam keadaan seperti itu, apa lagi yang bisa dia lakukan?
Sementara di lain sisi, Lin Dong tiba-tiba mengulum senyuman hangat. Dia yakin, sekarang serangannya akan mengenai sasaran dengan telak.
Wushh!!!
Orang itu mengeluarkan salah satu jurus andalannya yang bernama Dua Tangan Menangkap Rembulan.
Sepasang tangannya bergerak seolah-olah hendak menangkap sesuatu. Tapi begitu jaraknya sudah dekat dengan target, gerakan itu mendadak berubah menjadi sebuah serangan telapak tangan.
Kedua telapak tangannya seketika dihantamkan ke depan! Kecepatannya sulit untuk dijelaskan!
Wushh!!! Wutt!!!
Plakk!!!
Suara benturan terjadi. Satu sosok langsung terlempar mundur sejauh dua langkah ke belakang. Sosok itu seketika jatuh terduduk. Dari sudut bibirnya keluar sejalur darah segar.
Lin Dong!
Sosok yang terlempar barusan ternyata memang dia.
Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Bukankah yang tadi berada di bawah angin adalah Li Yong? Lalu kenapa yang terjadi selanjutnya, malah sebaliknya?
Ternyata sewaktu tadi Lin Dong melancarkan serangan terakhir, secara tidak sengaja dia telah memperlihatkan satu titik kelemahannya.
Li Yong melihat titik tersebut!
Meskipun hanya satu titik, tapi baginya hal itu saja sudah lebih daripada cukup. Walaupun cuma setitik kecil, tapi ada kalanya yang kecil itu bisa berubah menjadi besar.
Lin Dong masih berada di posisinya tadi. Dia masih jatuh terduduk. Orang tersebut tetap diam tanpa bergerak.
"Aku mengaku kalah," katanya dengan tenang.
Pada saat berkata demikian, bibirnya masih memberikan senyuman hangat.
Li Yong dibuat kaget. Dia benar-benar kaget.
Bagi orang persilatan, mengaku kalah dari lawan adalah sesuatu yang pantang untuk dikatakan. Kebanyakan dari mereka lebih memilih mampus daripada harus mengaku kalah.
Tapi ternyata, Kepala Keluarga Lin itu mampu mengucapkan kata-kata tersebut dengan tenang dan santai. Bahkan dia masih sempat memberikan sekulum senyuman.
Kejadian ini, bagi orang awam mungkin terbilang biasa saja. Tetapi, bagi orang persilatan seperti Li Yong, justru sangat luar biasa. Bahkan jauh luar biasa dari apapun.
Mau tak mau Li Yong harus mengakui keberanian dan kejujuran Lin Dong. Karena hal tersebut, timbul simpati yang lebih mendalam di lubuk hatinya.
Pemuda itu kemudian berjalan menghampiri. Dia membantu Lin Dong berdiri.
"Maafkan aku," katanya tulus.
Maafkan aku!
Tak disangka, kata-kata itu ternyata mampu keluar dari mulut manusia sepertinya. Padahal dia terlihat seperti tidak mempunyai perasaan. Tapi jelas, kata-kata itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa dia sebenarnya masih punya perasaan.
Perlu diketahui, Li Yong termasuk ke dalam jajaran orang yang paling jarang mengucapkan perkataan maaf.
Sekarang kalau sampai dia berkata seperti itu, maka hal tersebut sungguh luar biasa. Malah lebih luar biasa daripada pengakuan kalah Lin Dong sebelumnya.
"Kau tidak perlu meminta maaf. Kekalahanku murni, kau sudah melakukan yang seharusnya," Jawa Lin Dong sambil tersenyum.
Setelah berhenti beberapa saat, kembali dia melanjutkan ucapanya, "Sekarang aku tahu kenapa kau mengajakku berduel di ruangan ini," katanya.
"Kenapa?" tanya Li Yong.
"Karena kau tidak mau aku harus menanggung malu," ujarnya sambil tersenyum getir.
Memang benar, alasan itu sangat masuk akal. Dalam sebuah pertarungan, kalah menang itu sudah biasa. Tapi bagi sebagian orang, keklahan adalah hal yang luar biasa. Mereka kadang-kadang mengartikan bahwa kalah berarti hina.
Lin Dong adalah Kepala Keluarga Lin, sebuah keluarga besar yang disegani dan dihormati oleh semua orang. Kalau tadi dia berduel di depan umum dan sampai kalah, maka hal tersebut sama saja dengan menjatuhkan harga dirinya.
Bahkan sama artinya pula dengan menjatuhkan harga diri Keluarga Lin.
Sementara di sisi lain, ketika mendengar perkataan tersebut, Li Yong sama sekali tidak bicara. Dia hanya menundukkan kepalanya, lalu memandang sepatunya sendiri.
Melihat sikap itu, Lin Dong sealin yakin bahwa dugaannya memang benar. Sebab pada dasarnya, diam bisa diartikan iya.
"Terimakasih," lanjutnya sambil menepuk pundak pemuda itu.
"Terimakasih?"
"Ya, terimakasih karena kau telah menjaga harga diriku dan keluargaku,"
Li Yong kembali diam. Dia tidak bicara lagi. Malah selanjutnya, pemuda itu segera membalikkan badan lalu langsung pergi dari ruangan tersebut.
Lin Dong tidak menghalangi. Dia membiarkan saja pemuda itu keluar dari ruanganya.
Setelah jarak di antara mereka cukup jauh, tiba-tiba orang tua itu berkata dengan ilmu mengirimkan suara jarak jauh.
"Aku tidak akan melupakan budi baik ini. Semoga, kelak aku bisa membalasnya,"
Li Yong mendengar ucapannya. Tapi dia tidak punya niat untuk membalasnya.
Pemuda itu terus berjalan tanpa henti. Kepalanya tetap tertunduk ke bawah. Walaupun banyak orang yang memandangnya, tapi dia tetap tidak peduli. Pemuda itu tetap bertahan di posisinya.
Seolah-olah dia memang sengaja melakukannya. Seakan-akan dia membiarkan orang lain memandangnya seperti itu.
Lewat beberapa saat kemudian, Li Yong sudah tiba di pintu keluar. Dua penjaga tadi masih ada di sana. Bahkan mereka memberikan hormat kepadanya.