Langit senja selalu menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar orang. Warna jingga yang menggambarkan kehangatan mampu menentramkan hati. Namun dibalik ketenangan yang tercipta, akan ada kegelapan yang muncul ketika matahari tenggelam sepenuhnya. Hawa dingin akan menyelimuti bumi ketika kegelapan malam benar-benar datang. Malam akan membawa suasana hampa bahkan menakutkan bagi sebagian orang. Di sisi lain malam, sebenarnya akan ada gemerlap bintang. Kelap-kelipnya akan menemani umat manusia melewati malam yang panjang hingga fajar menyingsing.
Sama seperti mimpi yang akan membawa kehangat dan semangat bagi seluruh manusia. Impian yang tercipta dari angan-angan sederhana yang mungkin kekanakan. Tetapi impian dapat menguatkan seseorang dari derasnya ombak kehidupan. Selama masih dapat berusaha segala impian pasti akan terwujud, meski sangat sulit sekalipun. Sayangnya manusia tak akan pernah bisa melawan takdir. Jika takdir sudah berkehendak segala usaha akan menjadi buku kenangan yang tak terlupakan. Bahkan mimpi hanya dapat terjadi di alam tidur saja. Sebagai manusia hanya bisa menjalani takdir sembari menemukan impian dan tujuan baru. Sehingga semua usaha akan bercahaya kembali mewarnai lembaran kehidupan yang baru.
Mungkin seperti itu yang dirasakan oleh seorang gadis yang ceria dan terkenal akan kecantikannya. Arabela Gusmant, gadis yang memiliki impian menjadi seorang aktris teaterikal terkenal. Sedari kecil, ia jatuh cinta dengan keindahan teater yang sangat megah di matanya. Masih tersimpan rapi memori ingatannya tentang pertama kali ia menonton tetaer musikal bersama keluarganya. Teater musikal itu menceritakan tantang kisah cinta sejati yang terjadi antara Odysseus dan Penelope, sepasang suami istri dari Yunani yang harus terpisah selama 20 tahun akibat perang. Keduanya saling berkorban dan menunggu untuk bisa bersatu kembali, meski banyak lawan jenis yang datang menghampiri mereka. Penantian keduanya berbuah manis ketika Odysseus kembali pada pelukan Penelope dan putranya. Kisah mengharukan itu dapat membentuk keyakinan Arabella mengenai cinta sejati yang diinginkannya. Dan membangun angan-angan agar bisa berperan dalam salah satu teater musikal semacam itu di masa depan nanti.
Gadis dengan tubuh mungil ini terlahir dari keluarga yang hangat dan harmonis. Tuan dan Nyonya Gusmant selalu mengajarkan cinta dan kasih sayang pada putri mereka. Tak ketinggalan pula mengajarkan kemandirian dan tanggung jawab. Tidak hanya pada putri mereka satu-satunya, tapi juga pada putra mereka. Ya, Arabella memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Hanson Gusmant. Walaupun mereka kakak beradik, sifat dan karakter mereka sangat berbeda jauh. Hanson memang pria yang lembut namun lebih kekanakan dibanding dengan Arabella. Hanson kerap meledek dan mengerjai Arabella, padahal adik manisnya tak melakukan apapun. Pria yang memiliki kebiasaan jail bukan hanya kepada adiknya, tapi juga di kalangan teman-temannya. Dia terkenal dengan sosok jail dan mampu menaklukan gadis dengan mudah karena ketampanannya.
Keluarga Gusmant memiliki penghasilan dari omset café yang mereka kelola. Lebih tepatnya café yang dikelola secara turun-temurun. Café tersebut sudah berdiri selama puluhan tahun yang dirintis oleh kakek Tuan Gusmant. La Yucca Café dirawat oleh Tuan Gusmant agar tetap berdiri kokoh di tengah perkembangan jaman yang semakin cepat. Karena itu, Hanson menyukai dunia kuliner sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Tuan Gusmant sudah memperkenalkan pengelolaan café sejak dini pada Hanson, mengingat dialah yang akan meneruskan pengelolaan café tersebut. Untung saja Hanson menyukainya dan mau menggeluti dunia kuliner seperti dadynya. Sehingga Hanson memilih menempuh pendidikan di institut kuliner yang tak kalah tersohor dengan kampus adiknya. Dan dia sudah menyelesaikan pendidikannya dua tahun lalu.
Sayangnya, kepercayaan tentang cinta sejati yang dipikirkan oleh kakak beradik ini sangat berbeda. Hanson tidak pernah memikirkan tentang cinta sejati seperti Arabella. Mungkin, karena Hanson lebih menyukai berpikir secara rasional dibanding mengutamakan perasaannya. Begitulah ia tumbuh dengan cinta yang diberikan oleh keluarganya, tapi tidak dengan seorang kekasih. Perlu diingat Hanson adalah sosok pemuda playboy yang banyak digandrungi gadis-gadis disekelilingnya. Sedangkan adik manisnya, sosok anak perempuan yang setia dan hanya akan mencintai seorang saja untuk menjadi kekasihnya.
Tentu saja mereka sudah dewasa, wajar saja memiliki kekasih. Orang tua mereka juga tak keberatan dengan keputusan mereka, selama tak meninggalkan pendidikan. Arabella sudah lama menyimpan perasaannya pada seorang pemuda yang tak lain kakak kelasnya saat di bangku sekolah menengah pertama. Mereka menjalin hubungan hingga memasuki bangku sekolah menengah atas. Namun, kisah mereka harus diistirahatkan sementara waktu ketika sang kekasih harus pindah ke Prancis karena pekerjaan orang tuanya. Pemuda itu berjanji untuk kembali setelah menyelesaikan pendidikannya. Tetapi tak kunjung kembali sampai sekarang, membuat Arabella menunggu tanpa kepastian. Walaupun begitu, Arabella tetap menunggu dengan keyakinan atas cinta Odysseus dan Penelope yang akan terjadi juga padanya suatu saat nanti.
Hingga takdir menunjukkan jalan lain dalam hidup Arabella, yang mengharuskannya melepas keyakinan atas cinta sejati yang ia miliki selama ini. Entah dapat disebut sebuah peristiwa atau tragedi, tetap saja membuat hati Arabella menjadi hancur dan kacau. Keinginannya memiliki pernikahan yang sakral dan suci atas cinta sejati harus digantikan dengan pernikahan atas dasar keterpaksaan dan bisnis. Terutama di usia mudanya dan saat ia masih menempuh pendidikan untuk meraih impiannya. Dengan kata lain, ia harus merelakan impiannya. Mana mungkin ia masih bisa meneruskan impiannya ketika sudah menikah. Terlebih lagi ia harus melahirkan anak suatu hari nanti.
Sosok pria yang menghancurkan angan-angan Arabella adalah Gerrit Hangelman. Putra tertua dari keluarga konglomerat Hangelman yang sangat terkenal di negeri kincir angin. Keluarga pemilik GH Group Compagnie yang didirikan oleh kakek buyut Tuan Hangelman, Gotthard Hangelman, sejak puluhan tahun lalu. GH Group Compagnie mampu merajai sebagian besar sektor bisnis di negeri ini. Bidang food and beverage, real estate and property, serta automotive industry and manufacturing dapat dikuasai dengan kerja keras. Hal tersebut membuat Tuan Hangelman mendidik putra-putrinya dengan sangat keras. Terutama pada Gerrit Hangelman, selaku penerus perusahaan yang sah.
Sejak kecil Gerrit sudah diperlakukan selayaknya orang dewasa oleh beberapa orang, terutama oleh para dewan direksi perusahaan. Mereka memiliki tujuan agar anak laki-laki ini mampu memimpin kerajaan perusahaan dengan baik di masa depan. Membuang masa kanak-kanak, membuat Gerrit tak memiliki banyak teman kecuali dari kalangan konglomerat sama sepeti dirinya. Dia menempuh pendidikan di sekolah yang sangat bergengsi. Dengan jadwal yang sangat padat, ditambah ia harus belajar mengenai perusahaan juga, membuat Gerrit tak memiliki waktu bermain. Dan sekarang kepribadian Gerrit telah terbentuk dengan sempurna. Justru saking sempurnanya, dia di juluki pangeran es. Dia memiliki karakter yang sangat dingin, keras dan angkuh. Mencintai pekerjaan melebihi apapun, bahkan tak berkeinginan untuk memiliki kekasih.
Jauh berbeda dengan adik laki-lakinya yang terkenal sebagai pangeran baik hati di kalangan teman-temannya. Wajah mereka berdua tak bisa dibandingkan, karena keduanya sama tampannya. Hanya kepribadian yang sangat bertolak belakang itu yang menjadi tolak ukur. Bram Hangelman dibesarkan dengan cara yang sama dengan kakaknya, namun ia mewarisi sisi lembut dari Nyonya Hangelman. Kebaikan hatinya sangat disukai karyawan perusahaan dibanding dengan kepemimpinan kakaknya yang tegas dan sempurna. Karena banyak orang yang membanding-bandingkan mereka, membuat Bram menjauh dari dunia bisnis dan memilih jalur teknik arsitektur. Ia mencintai keindahan bangunan air yang berdiri kokoh di tengah derasnya aliran air.
Mereka memiliki adik bungsu perempuan yang cantik dan menggemaskan. Gretta Hangelman juga mewarisi kehangatan sang ibu terkasih. Pandai memasak dan terampil dalam berkebun sama seperti Nyonya Hangelman. Berkat mereka berdua, kediaman keluarga Hangelman memiliki taman dengan warna-warni bunga yang indah. Membuat seluruh anggota keluarga betah lama-lama tinggal di rumah, kecuali Gerrit yang lebih banyak menghabiskan waktu di kampus dan kantor. Sebenarnya, perangai Gerrit membuat Nyonya Hangelman dan Gretta sedih. Namun tidak untuk Tuan Hangelman yang menganggap itu wajar saja.
Lama-kelamaan perangai Gerrit semakin manjadi, bahkan ia seringkali bersitegang dengan adik dan papanya sendiri. Hanya karena pendapatnya tak diterima, ia melampiaskan rasa kesalnya pada seluruh karyawan yang ia pimpin. Keputusan yang tidak bijaksana dibuat oleh Gerrit beberapa kali, membuat Tuan Hangelman marah besar. Karena kejadian itu Tuan Hangelman merasa Gerrit sudah melewati batas. Sehingga ide sebuah pernikahan dapat melunakkan hati Gerrit yang telah lama membeku seperti es. Melalui perjodohan, Tuan Hangelman berharap mendapat menantu yang sempurna untuk merubah Gerrit.
-----
Rutinitas pagi hari di kediaman keluarga Gusmant pasti akan dipenuhi keributan, tersangkanya siapa lagi jika bukan Hanson dan Arabella. Nyonya Gusmant akan selalu membangunkan mereka setiap pagi, jika tidak mereka akan selalu terlambat.
"Arabella bangunlah ini sudah pagi, kau tahu semua burung di luar sudah mulai bersiul. Oh ayolah nak bangun, apa kau tak malu dengan burung-burung itu?" Nyonya Gusmant berteriak dan sesekali mengetuk pintu saat membangunkan putri kecilnya.
"Hhooooaaaaaammmm… Iya mom ini aku sudah bangun, momy teriaknya keras sekali. Bisa-bisa burung yang bersiul takut dengan teriakan momy." Arabella menyahut dari dalam kamar yang membuat Nyonya Gusmant menggeleng heran.
Arabella segera mandi dan bersiap untuk berangkat kuliah. Setiap pagi seperti itulah keseharian Arabella yang dimulai dengan teriakan momynya. Ara tak membutuhkan waktu lama untuk bersiap dan mulai berjalan menuju ke ruang makan. Di sana telah siap anggota keluarganya untuk sarapan.
"Selamat pagi dad, mom, kak Hans." Sapanya sembari menciumi pipi mereka satu per satu.
Tuan Gusmant merupakan sosok pria yang ramah dan santai. Beliau selalu mengenakan pakaian casual menginat pekerjaannya sebagai owner La Yucca Café yang terkenal di kawasan Amsterdam. Sejujurnya, terkadang penampilan Tuan Gusmant membuat Ara malu, karena dadynya ini seperti melupakan usianya.
"Pagi sayang. Oh ya, bisakah kau pulang lebih cepat hari ini?" tanya Tuan Gusmant setelah membalas sapaan putrinya.
"Why dady? Apakah akan ada acara keluarga lagi seperti minggu lalu?"
"Yes baby, ini pertemuan yang sangat penting. Bisakan nak?"
"No dady, aku akan ada latihan untuk penampilanku. Bulan depan akan diadakan terater musikal pertamaku di luar kampus dad. Apa dady lupa?"
"Tentu saja tidak, dady tidak melupakan itu. Ayolah nak, ini jauh lebih penting, kau bisa latihan di rumah untuk sementara. Lagi pula Hanson bisa membantumu." Kata Tuan Gusmant sambil mengejek Hanson.
"Dad berhentilah mengejekku. Sungguh perempuan itu bukan pacarku dad. Mom lihat dady selalu mengejekku." Hanson merengek pada Nyonya Gusmant seperti balita.
Ya memang seperti ini perangai Hanson Gusmant, sikapnya sangat kekanakan di depan orang tuanya. Meskipun begitu Hanson tetaplah pria dewasa yang manly di luar sana, membuat hati para perempuan tertaut padanya. Karisma yang terpancar merupakan warisan dari Tuan Gusmant.
"Sayang, sudahlah jangan membuat putra kita malu begitu. Cepat habiskan sarapan kalian dan segera berangkat ke café. Ingat jangan biarkan pelanggan menunggu." Nyonya Gusmant berkata demikian dengan senyuman yang sangat lembut.
"Okay mom, aku selalu cepak kok, nih aku sudah selesai sarapan. Aku kan memanaskan mobil dulu. Dan kau makanlah dengan cepat, aku akan mengantarmu." Hans beranjak dari kursinya sambil menunjuk ke arah Arabella, yang dihadiahi tepisan oleh adik kecilnya. Segera pria chubby itu meninggalkan ruang makan.
"Lihatlah anakmu itu dad, dia persis sama sepertimu." Nyonya Gusmant berkata sembari menyesap tehnya.
"Hm kau benar, tapi aku yang paling tampan, bukan?" Tuan Gusmant berpose membentuk tanda centang dengan jarinya di bawah dagu.
"Dady narsis sekali, membuatku merinding hahah. Aku sudah selesai sarapan, aku berangkat dulu ya dad, mom." Arabela segera beranjak juga dari kursinya setelah mengucapkan kalimat tersebut.
"Iya sayang hati-hati ya."
Arabella meninggalkan keduanya dengan lambaian tangan. Sesungguhnya ia tak ingin menimpali pembicaraan kedua orang tuanya. Namun dia sudah bosan melihat tingkah mereka yang seperti anak muda. Huh, mereka selalu begitu, lupa sama umur. Begitulah kata hatinya.
-----
Suasana kampus memang selalu ramai saat semua mahasiswa sudah berkumpul di kelas masing-masing. Tak terkecuali salah satu kelas teater di Academy of Theatre and Dance, salah satu fakultas Amsterdam University of the Arts yang tersohor di negeri kincir angin. Di kelas tersebut Arabella mengikuti perkuliahannya bersama dengan dua orang sahabatnya. Dael Geertruida, seorang gadis yang pendiam dan pintar di kelasnya. Sedangkan Belinda Rozamond adalah sosok gadis yang lincah dan bisa dibilang centil, ia seringkali membuat keributan karena tingkahnya.
"Oh ya, nanti jadikan kita latihan untuk teater musikal?" Dael mulai membuka suaranya di sela-sela riuh kelas yang telah usai.
"Ish kau benar-benar menyebalkan. Kenapa kau malah mengingatkan latihan itu? Aku tak ingin mengikutinyaaaaaaaaa." Belinda justru merengek seperti anak kecil, bahkan agak meninggikan nada di akhir kalimat.
Arabella dan Dael benar-benar jengah dengan tingkah sahabatnya ini. Belinda memang satu-satunya yang paling unik diantara mereka bertiga. Tingkahnya membuat suasana hidup dan terkadang sedikit memalukan. Tetap saja mereka akan tertawa pada ujungnya.
"Halah kau ini, biasanya juga kau akan bersama pacarmu dan pergi meninggalkan kami." Ucap Ara sambil mengejek.
"Kau ini, aku sudah putus dengan Gregor…"
"HHAAAAAA!!"
Seluruh penghuni kelas seketika berbalik menatap heran atas teriakan yang diciptakan dua sekawan ini. Dengan segera mereka menutup mulut begitu menyadari banyak pasang mata memperhatikan.
"Kau yang benar saja, baru juga satu minggu pacaran kok putus?" Ara benar-benar heran dengan Belinda yang mudah berganti pacar.
"Apa kau membuat masalah Bel?" Dael juga tak kalah kebingungan.
"Tidak, tapi dia membosankan ya aku putuskan saja." Belinda sangat santai menjawab dua sahabatnya.
"Ooh ayolah Bel, kau sungguh… Ah entahlah, aku tak bisa berkata-kata lagi. Sudah berapa banyak laki-laki yang menjadi mantanmu? Koleksi kok mantan." Dael sebenarnya muak dengan Belinda yang selalu bergonta-ganti pacar, tapi ia tetap menyayangi sahabatnya. Menginat gaya pacaran Belinda yang cukup "liar".
"Berhentilah menceramahiku Dael, kau sudah seperti ibu-ibu saja."
Perkataan Belinda dihadiahi pukulan tepat dibelakang kepalanya. Dael memang sering melakukannya ketika Belinda bersikap membuat dia geram dan gemas seperti sekarang.
"Auw… Dael, kau sungguh jahat. Kau selalu memukul kepalaku." Keluhan Belinda tak dihiraukan oleh Ara yang hanya menyaksikan keributan di depannya.
"Biar saja kau menjadi semakin bodoh. Sebanyak apapun aku memukul kepalamu, kau tetap tidak berubah." Dael hanya bisa mengomel berharap sahabatnya berubah jadi lebih baik. Tidak centil dan bersikap lebih anggun lagi.
"Sudahlah kalian ini selalu bertengkar. Astaga sudah jam berapa ini?" Ara segera melihat ke arah jam tangan yang berada di tangan kirinya. Di sana sudah menunjukkan pukul 02:00 PM. Sudah saatnya ia pulang, ia terburu-buru membereskan seluruh alat tulisnya.
"Ara, kenapa kau buru-buru begitu? Latihannya masih lama." Dael menghentikan aktivitas Ara sejenak.
"Astaga aku lupa bilang, kalau hari ini aku tak bisa ikut latihan. Ada acara keluarga lagi, jadi aku harus pulang sekarang." Ara kembali terburu-buru meninggalkan kelas dengan setengah berlari. Tak lupa berpamitan dengan dua sahabatnya yang hanya melongo melihat kepergiannya.
Dia berlari menuruni tangga dari lantai tiga tempat kelas yang tadi digunakan. Untunglah di tangga tak banyak orang, jadi dia tak menabrak seorangpun. Dia harus bergegas takut sang kakak sudah menunggu di depan gedung kampusnya. Bukan takut akan dimarahi karena terlalu lama, lebih tepatnya takut akan rasa malu ketika sang kakak dikerumuni gadis-gadis dari kampusnya ini. Mungkin saking tampannya.
Napas yang tersengal-sengal tak terhindarkan ketika ia meraih posisi kakaknya berdiri. "Hei, kenapa kau berlari begitu sih? Kalau kau jatuh bisa-bisa aku yang diomeli dady." Ara justru menghadiahi dengan tatapan tajam ke arah Hanson. "Habisnya kakak selalu tebar pesona, jadi aku akan malu nanti." Hanson hanya bisa menghela napasnya agak kesal.
"Okay, ayo masuk, dady dan momy sudah menunggu di rumah."
"Iya bawel banget."
Mobil Lamborghini Veneno hitam melaju dengan cepat menuju kediaman keluarga Gusmant. Entah bagaimana keadaan Arabella yang selalu ketakutan ketika kakaknya mengendarai mobil kesayangannya itu.
-----
Di sisi lain kota Amsterdam, terdapat mansion mewah yang menjadi tempat tinggal keluarga Hangelman. Tak heran, keluarga Hangelman merupakan salah satu keluarga konglomerat terkaya di Netherland. Banyak pemberitaan yang membahas tentang mereka, terlebih ada banyak paparazi yang ingin tahu rahasia keluarga ini. Namun, Tuan Hangelman tidak akan membiarkan keluarganya diusik oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab. Terutama jika mengganggu ketiga anaknya yang berharga. Tentu saja, beliau tetaplah seorang ayah meski tak mampu mengekspresikan kasih sayangnya secara gamblang pada putra-putrinya.
Untunglah ia menikah dengan wanita yang selembut dan sebaik Nyonya Hangelman. Beliau mampu menaklukkan suaminya yang dulu jauh lebih es dibanding saat ini. Coba bayangkan saja bagaimana dinginnya Tuan Hangelman dahulu, jika sekarang juga masih sedingin es. Dan warisan itulah yang justru terwaris pada anak sulungnya. Gerrit Hangelman memang terkenal sangat mirip dengan papanya. Sampai-sampai, seluruh karyawan perusahaan berkidik ngeri jika mendengar kedua nama tersebut. Sebegitunya mereka takut pada dua pimpinan perusahaan.
Nuansa hitam putih memenuhi kamar Gerrit Hangelman, sangat mencerminkan sifat kaku yang dimilikinya. Dia memang pria yang perfectionis, seluruh isi kamarnya sangat tertata sesuai dengan kelompok-kelompok yang ia inginkan. Bahkan semua pelayan yang ada di sana sangat takut jika tidak mampu melayani sifat perfectionis yang dimiliki Gerrit. Sikapnya yang diam cukup berbeda dengan adiknya yang sedikit cerewet, ceria, selalu mengumbar senyum, serta baik pada siapapun. Meski Bram Hangelman sama tampan dengan kakaknya, penampilan Bram tak segagah kakaknya.
Bram merupakan mahasiswa yang berprestasi dalam kuliahnya di Academy of Architecture yang merupakan salah satu fakultas Amsterdam University of the Arts. Berbeda dengan Gerrit yang membagi waktunya antara mengurus pekerjaannya sebagai wakil Chief Executive Officer dan melakukan kuliah dalam bidang Business Administration di Amsterdam University. Mereka memang kuliah di Universitas yang sama, hanya saja tingkat dan fakultas mereka berbeda. Bram berada di tingkat tiga, sedangkan Gerrit di tingkat 4 masa perkuliahan mereka.
"Hei kak, kau bisa merusak cerminnya, jika kau terus mematut penampilanmu." Bram berseru sambil bersandar pada daun pintu kamar Gerrit yang terbuka lebar.
"Diamlah kau, aku sangat stress sekarang. Sebaiknya kau mengurusi urusanmu sendiri." Gerrit menggerutu kesal dengan kedatangan adiknya.
"Stress kenapa?" tanya Bram yang terkesan meledek.
"Jangan ikut campur jika kau tak tahu apapun Bram." Wajah tampan Gerrit memang sangat dingin. Memasang wajah datar dengan membetulkan jasnya.
"Astaga kak, kalau kau tak mau dijodohkan tinggal bilang saja sama papa. Toh papa selalu mendukungmu." Bram berkata santai yang membuat Gerrit naik pitam. Tapi tetap sabar menghadapi adiknya.
"Sepertinya kau benar-benar masih bocah, kau tak tahu apapun bahkan tentang perusahaan ya." Gerrit tak mau kalah menyindir adiknya.
"Wah wah… Sebegitunya kau "mencintai " perusahaan kak? Aku sudah menyerahkan hak yang kumiliki di perusahaan. Lagi pula, aku tak tertarik dengan bisnis. Atau kau masih takut aku merebut tahta mu sebagai putra mahkota?" Bram memang suka menggoda kakaknya yang sangat mudah tersulut emosi.
"Kau ini mau aku pukul hah?!!" bentak Gerrit membuat Bram tertawa terpingkal-pingkal.
"Huh, kau sungguh membuatku tertawa hingga menangis. Sudahlah kak, ayo kita turun, papa dan mama sudah menunggu di bawah." Ujar Bram yang mengajak Gerrit menemui anggota keluarga yang lain.
Saat mereka sampai di ruang keluarga, ternyata Tuan dan Nyonya Hangelman sudah duduk manis menunggu kedatangan kedua putra tercintanya. Tak lupa di sana juga ada Gretta Hangelman, putri bungsu keluarga Hangelman, yang juga duduk manis di samping mamanya. Dia memakai gaun yang manis sesuai dengan tubuhnya yang mungil.
"Hey boy ada apa dengan wajahmu hem?" tanya Tuan Hangelman pada putra tertuanya.
"Pa, bisakah aku tak melakukan perjodohan ini. Aku tidak mengenal gadis itu, aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku suka." Jawab Gerrit seraya mendekat dan duduk disamping papanya, diikuti adik laki-lakinya.
"Papa sudah bilang beberapa kali, apa kau lupa? Kau sudah sangat matang, meski kau masih di tingkat empat masa perkuliahanmu. Kau sangat sibuk dengan rutinitas kuliah dan juga kerja. Lalu, bagaimana kau bisa menemukan gadis?" Tuan Hangelman agak marah dengan jawaban yang diberikan Gerrit.
"Aku sudah memiliki orang yang kusukai…" omongan Gerrit terpotong oleh papanya.
"Papa tidak akan setuju jika kau berhubungan dengan Hanna Roosevelt. Dia sudah meninggalkanmu bertahun-tahun lalu. Apa yang kau lihat dari perempuan itu? Lagi pula kita membutuhkan pernikahan ini."
Wajah Tuan Hangelman seperti sedang merendahkan entah Gerrit atau perempuan yang beliau sebut. Gerrit dibuat emosi oleh perkataan papanya. Namun ia tak bisa melawan perkataan papanya itu, karena ada benarnya juga. Perusahaan sangat membutuhkan pengembangan bisnis dalam bidang food and beverage. Dengan penuh keterpaksaan menerima keputusan mutlak Tuan Hangelman.
"Baiklah pa, aku akan melakukannya. Demi perusahaan aku akan melakukannya." Gerrit menjawab dengan wajah masam yang dipaksakan tersenyum.
"Okay, labih baik kita pergi sekarang." seru Tuan Hangelman seraya berjalan dengan sang istri menuju mobil mewah yang sudah siap di depan pintu utama mension mereka.
Selang beberapa waktu, mereka sampai di sebuah gedung restoran bintang lima dan langsung memasuki ruang VVIP yang sudah di reservasi. Setelah memasuki ruang VVIP yang ternyata masih kosong itu, mereka memutuskan untuk duduk dan memesan minuman sambil menunggu seseorang atau lebih tepatnya keluarga Gusmant.
Tak membutuhkan waktu lama, keluarga Gusmant sudah tiba di ruang VVIP dan mulai melangkah masuk mendekati sebuah meja besar yang sudah berisikan 4 orang di sana.
Bram yang melihat beberapa orang memasuki ruangan, langsung menoleh dan tersenyum saat melihat gadis mungil yang sedang berbincang dengan Tuan dan Nyonya Gusmant lalu melenggang pergi menuju toilet. Sementara Gerrit yang duduk di sampingnya, hanya diam memandangi semua orang sambil sesekali meneguk minumannya.
"Kak, apakah kau melihat gadis manis tadi?" tanya Bram penasaran dengan reaksi kakaknya.
"Tentu saja aku melihatnya, aku masih punya mata." Nada datar terdengar keluar dari mulut Gerrit.
"Santai saja kak, kau tak bisa becanda ya. Bukankah dia sangat manis?" tanya Bram kembali.
"No, dia biasa saja. Sangat jauh dari tipeku Bram." Sepertinya Gerrit terus menguarkan aura dingin yang dirasakan oleh Bram.
"Ish kau sungguh tidak asik kak. Hey lihat dia datang." ujar Bram sambil menyiku kakaknya.
'Mooi' pekik Gerrit dalam hati saat melihat seorang gadis mungil dengan dress di atas lutut tanpa lengan berwarna peach dengan kaki mungilnya yang dibalut high heels dengan warna senada, serta rambut panjang hitamnya yang tergerai indah memberi kesan sexy dan imut dalam satu waktu.
"Selamat malam. Maaf kami terlambat jalanan menuju kemari agak padat." ucap Tuan Gusmant pada keluarga Hangelman yang menyambut mereka.
"Tak apa Tuan Gusmant. Tidak perlu terlalu formal." jawab Tuan Hangelman membuat Tuan Gusmant tersenyum getir.
"Ah ya, saya hampir lupa Tuan Gusmant. Kenalkan ini putra sulung saya, Gerrit Hangelman." Tuan Hangelman berseru sambil menepuk pundak Gerrit.
"Iya tentu Tuan Hangelman, saya sudah mendengar banyak tentang putra sulung anda. Dan ini putri saya, Arabella Gusmant. Ara bisakah kalian berkenalan nak?" Tuan Gusmant menuntun Ara agar mau berkenalan dengan Gerrit.
"I-iya dady. Perkenalkan saya Arabella Gusmant, anda bisa memanggil saya Ara, tuan." Sambil tersenyum ke arah Gerrit meski agak gugup.
"Tentu nona Ara. Senang bertemu dengan anda. Perkenalkan saya Gerrit Hangelman." Suara husky khas diikuti nada dingin, membuat Ara agak ngeri.
"Sebaiknya kita ke inti saja Tuan Gusmant. Saya ingin Gerrit dan Arabella menikah minggu depan. Sesuai dengan perjanjian awal kita." Tuan Hangelman berkata dengan nada serius.
'DEG'
"A-APPPAAA! Menikah? Aku? Dady apa-apaan ini? Kenapa dady tidak memberitahuku?"
To Be Continued…
Disclaimer :
Cerita ini asli buatan saya, jika terdapat kesamaan alur, latar belakang, dan kesamaan nama karakter bukan merupakan unsur kesengajaan. Bila tidak menyukai nama karakter dimohon tidak mengaitkan dengan orang atau cerita siapapun, cerita ini sepenuhnya milik saya, sehingga saya memiliki hak atas cerita saya sendiri.
Dimohon untuk tidak memplagiat, orang cerdas pasti menghargai karya orang lain dan tidak menganggap cerita tersebut berasal dari kisah nyata, karena cerita ini berkembang berdasarkan fantasi semata.
Diharapkan saran dan kritik dari teman-teman pembaca, jangan lupa untuk memvote cerita ini. Semoga teman-teman pembaca dapat menikmati cerita ini. Saya sangat membutuhkan dukungan dari teman-teman pembaca.