Chereads / Candlelight In My Life / Chapter 6 - DISAPPOINTING MISTAKES

Chapter 6 - DISAPPOINTING MISTAKES

*Pukul tujuh malam sebelumnya*

Sinar bulan tidak bisa menerangi bumi seperti matahari, jadi manusia menciptakan lampu yang dapat membantu melihat dalam gelap. Kelap-kelip lampu perkotaan pasti nampak mewah dan indah. Menjadi pemandangan tersendiri pada malam hari, terlihat seperti bintang-bintang yang dilihat dari tempat yang tinggi. Termasuk gedung-gedung perkantoran yang cukup tinggi atau gedung pencakar langit yang sangat tinggi.

GH Group Compagnie salah satu perusahaan yang memiliki gedung yang cukup tinggi, 32 lantai pada gedung utama perusahaan yang berbasis di kota Amsterdam. Memiliki desan mewah dan megah baik secara eksterior dan interior, memiliki taman yang luas di rooftop, serta memiliki cafetaria yang menyediakan makanan secara geratis untuk semua karyawan. Bahkan gedung ini memiliki teknologi terbaru yang mampu memfasilitasi seluruh kegiatan seluruh karyawan..

Kantor pribadi wakil Chief Executive Officer juga memiliki interior mewah dengan dinding kaca di salah satu bagian. Memperlihatkan gemerlap lampu perkotaan yang sangat ramai, tapi sayang tidak ada seorangpun yang dapat melihat isi ruangan dari luar. Termasuk melihat seorang pria tampan dengan wajah sangarnya, Gerrit Hangelman. Ia masih membaca sejumlah berkas yang sudah menumpuk di meja kerjanya. Sesekali mencorat-coret kertas berisi desain bangunan yang sedang ia perbaiki dengan keterangan di sana-sini.

Di dalam ruang kerjanya, Gerrit ditemani oleh sekertaris tampan berkulit eksotis, Keinan Van Theodorus juga sibuk dengan berkas-berkas berisi angka yang membingungkan. Mereka bekerja secara terpisah terlebih dahulu agar lebih teliti dalam menyelesaikan masalah. Setelah itu baru akan mendiskusikannya bersama.

"Gerro, bagaimana jika biaya bahan kita tekan?" Kei masih saja menggaruk kepalanya dengan bolpoin miliknya, pusing karena hasil perhitungannya terlalu besar.

Gerrit malah membanting berkas-berkas yang dipegang di atas meja. Amarahnya kembali menyala, kalau dia adalah karakter anime mungkin sudah ada efek api di sekitar tubuhnya. Lelah dengan kesalahan yang ada dalam berkas-berkas itu, ia menyandar pada sandaran kursi. Kei sudah terbiasa dengan emosi Gerrit yang suka meletup-letup dan tahu alsan Gerrit marah seperti itu.

Gerrit memencet tombol telepon kantor yang terhubung dengan sekertaris yang berjaga di ruang lain. "Panggilkan pimpinan divisi Human Resources Development, Real Estate And Property, dan tim yang mengurus proyek real estate di Noordwijk." Tidak menunggu jawaban dari karyawannya, ia langusng memutuskan sambungan.

Kei yang mendengar titah sang atasan ketar-ketir, bagaimana tidak? Gerrit pasti akan memarahi orang-orang yang diminta datang barusan. Apalagi dengan permasalahan yang ada membuatnya sangat emosi. Sebagai sekertaris, Kei tidak bisa membantah perintah atasannya, hanya bisa mengingatkan meski diacuhkan.

Hanya perlu beberapa menit membuat orang-orang yang diperitahkan datang sudah berjejer rapi di depan meja sang wakil Chief Executive Officer. Gerrit menampilkan wajah yang memerah, amarahnya sudah mencapai puncak ketika melihat orang-orang tersebut.

"Bagaimana kalian bekerja selama ini? Kenapa bisa biaya proyek ini jauh lebih besar dari desain yang buruk ini?" Gerrit masih bicara dengan nada yang biasa saja, mencoba menahan marahnya pada delapan orang tim yang mengurus proyek real estate. Ia berjalan menuju ke depan delapan orang tersebut.

"Desain tersebut sudah disetujui saat rapat pak, kami harus menyiapkan lahan agar kuat menopang gedung yang akan dibangun dan kami juga menggunakan bahan-bahan yang terbaik pak." Jawab salah satu dari mereka yang merupakan ketua tim.

"Kau pikir saya tidak bisa mengingat desain yang saya setujui saat rapat? Apa kau berpikir saya bodoh tidak tahu apa-apa soal bahan-bahan yang digunakan?" Gerrit kembali bertanya dengan suara huskynya yang menyeramkan.

"Mohon maaf pak, kami tidak pernah berpikir demikian." Si ketua tim mulai bicara dengan suara yang bergetar.

"Lalu siapa yang meminta mengganti seluruh isi proposal ini?!" suara Gerrit mempu membuat nyali seluruh orang yang ada di rungan itu ciut, termasuk Kei. Kedelapan orang tim hanya bisa terdiam tidak bisa menjawab pertanyaan atasannya. "Kenapa kalian diam? JAWAB PERTANYAAN SAYA!!!" lanjutnya dengan bentakan yang mempu membuat semua orang bergetar.

"Mo-mohon maaf pak, ka-kami diminta mengganti desainnya oleh o-oleh… pim-pimpinan di-divisi pak." Ketua tim merasa takut yang teramat sangat, meski dia seorang laki-laki rasanya ingin menangis saja.

Gerrit menghela napasnya dengan penuh kekesalan mendengar jawaban dari ketua tim. Tidak habis pikir dengan bawahannya yang mencoba mengkhianatinya. Ia tahu betul setiap proyek yang dijalankan perusahaan ini, tidak ada seorangpun yang mampu mempermainkannya.

"Sekertaris Keinan, apa besok ada jadwal saya yang masih kosong?" Keinan terperanjat dan segera mengecek jadwal atasannya dalam ipadnya.

"Anda tidak memiliki jadwal pada pagi hari hingga pukul satu siang pak." Keinan menjawab tepat di samping Gerrit.

"Jadwalkan pukul sepuluh hingga sebelas pagi untuk rapat ulang tentang proyek ini." Gerrit memang sibuk, bahkan sangat sibuk. Setiap kegiatannya harus terjadwal dengan baik agar tidak berantakan.

"Baik pak saya akan menyiapkannya." Keinan berjalan menjauh setelah membungkuk pada Gerrit dan menghubungi sekertaris lain yang berjaga di ruang lain.

Gerrit melempar proposal yang dipegang ke dada si ketua tim dengan keras. "Perbaiki proposal ini dengan baik dan persiapkan presentasinya, ganti semua isi proposal itu termasuk desainnya, dan jangan pakai desain sebelumnya. Saya ingin benar-benar diganti, jika tidak kalian semua akan saya pecat! Kalian paham?!!" suara bentakan terdengar lagi diakhir titahnya.

"Baik pak, akan kami siapkan." jawab si ketua tim dengan wajah takutnya.

"Kalian boleh bermalam di kantor untuk lembur, pergilah." Gerrit kembali menormalkan suaranya yang masih menakutkan.

"Baik pak, kami permisi." Semua anggota tim serempak membungkuk dan berlalu pergi meninggalkan ruangan yang serasa ruang eksekusi.

Gerrit kembali melangkah kedepan dua pimpinan divisi yang sudah menampilkan wajah ketakutan mereka. Padahal mereka berusia jauh di atas Gerrit, ya tentu saja mereka hanya karyawan bukan bos.

"Apa ada yang ingin kalian katakan?" hanya pertanyaan itu yang muncul dari mulut Gerit, tapi mampu membuat kedua pimpinan mematung. "Kenapa kalian diam? Kalau kalian diam saja, okay. Sekertaris Keinan, tunjukkan pada mereka berdua." Lanjutnya setelah tidak mendengar respon dua orang di depannya.

"Baik pak." Keinan memberikan beberapa lembar foto yang menunjukkan dua orang ini berinteraksi dengan Hanna Roosevelt, putri dari pemilik Louise Universe Group.

"Kalian bisa menjelaskan foto-foto itu?" Gerrit kembali duduk di kursinya.

Kedua pimpinan divisi ini hanya bisa memandang satu sama lain, ternyata rencana busuk mereka terbongkar juga. Tentu saja, Gerrit memiliki sekertaris yang hebat. Keinan yang selalu bisa membongkar rencana busuk para karyawan. Tidak ada yang bisa menyembunyikan kebusukan apapun. Ia memberikan sejumlah berkas lagi pada Gerrit.

"Kenapa kalian diam? Takut rencana kalian untuk berkhianat terbongkar?" Gerrit kembali bertanya dengan melihat berkas yang diterima.

"Mohon maaf pak, saya tidak ada hubungan apapun dengan nona Hanna. Beliau hanya bertanya tentang anda pak." jawab pimpinan divisi Human Resources Development.

"Benarkah? Bagaimana rasanya mendapat uang darinya?" Gerrit memandang tajam ke arah keduanya.

Dua pimpinan divisi ini tampak sangat gelisah, seperti perampok yang tertangkap basah oleh warga. Mereka merasa atasannya bisa melenyapkan nyawa mereka kapanun dia mau. Hening ruangan itu beberapa saat.

"Baiklah, tidak usah menjawab jika kalian tidak bisa. Kalian berdua resmi dipecat detik ini, bawa semua barang kalian dan angkat kaki dari perusahaan ini." Final keputusan yang sudah dibuat Gerrit. Wajah terkejut tidak bisa dihindarkan dari kedua pimpinan divisi ini.

"Anda tidak bisa memecat kami begitu saja pak, kami sudah bekerja di perusahaan ini selama bertahun-tahun. Memangnya apa salah kami yang bertemu dengan nona Hanna?" mereka berdua memprotes atas keputusang sang atasan.

Gerrit tidak menjawab apapun, hanya memencet tombol telepon kantornya. "Masuklah, kalian bisa membawa dua orang busuk ini." Kembali memutuskan panggilan tanpa mendengar jawaban di seberang.

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka lebar, beberapa orang berseragam masuk. "Tuan Jan dan Tuan Elmo, kalian ditangkap atas tuduhan korupsi dan membocorkan rahasia perusahaan, kalian diperbolehkan meminta bantuan pada pengacara dan memiliki hak untuk diam." Beberapa polisi memborgol dan menahan tubuh kedua pimpinan yang memberontak. Mendadak suasana dalam ruangan itu ricuh penuh dengan teriakan tak terima. Gerrit menyerahkan berkas-berkas yang tadi dipegang dan sebuah flashdisk pada seorang kapten polisi.

"Ini adalah bukti-bukti yang sudah kami kumpulkan, anda bisa menggeledah ruang kerja mereka kapten Larzo. Tolong usut tuntas kasus ini." ucap Gerrit pada kapten dari gerombolan polisi itu.

"Baik tuan Gerrit, kami akan menangani kasus ini dengan teliti." Kapten Larzo sebenarnya kawan lama Gerrit semasa sekolah menengah atas, sosok polisi yang cerdas, tangkas dan jujur. Sehingga Gerrit mempercayakan kasus perusahaannya pada Larzo. "Bawa mereka." Lanjutnya pada para anak buahnya.

"Hey Larzo, sepertinya kau sangat sibuk, apa aku mengganggumu?" Gerrit merangkul tubuh Larzo yang tingginya sama dengannya setelah semua orang pergi hanya meninggalkan tiga orang saja.

"Tidak, kasus ini juga tanggung jawabku sebagai polisi. Akhir-akhir ini, aku tidak mendapat kasus besar. Lega rasanya mendapat kasus darimu Gerro." Larzo menjawab dengan senyum sumringah mendapat pekerjaan yang besar.

"Berterimakasihlah pada Keinan yang membongkar kebusukkan karyawan perusahaanku." Mereka bertiga tertawa lepas karena ucapan Gerrit.

"Thanks Kei, kau sudah merekomendasikanku pada Gerro." Larzo mengangguk dan berucap pada Keinan

"Okay-okay, bagaimana kalau kita minum?" tanya Keinan yang sudah suntuk dengan tumpukkan pekerjaan.

"Ah, maaf kawan, sepertinya aku tak bisa ikut. Aku harus segera membuat laporan atas kasus ini, aku pamit dulu ya." Larzo segera pergi meninggalkan kedua kawannya dan melambaikan tangan dengan gagah.

"Wah, dia benar-benar sibuk ya. Tidak asik sekali, setiap diajak bersenang-senang pasti dia menolak." Keinan mengeluh dengan penolakan Larzo.

"Dia adalah polisi yang bertanggung jawab Kei, sudahlah ayo kita pulang." Gerrit membereskan berkas yang masih berserakan di atas meja kerjanya.

"Bagaimana kalau kita minum-minum sebelum pulang?" Keinan berusaha membujuk sahabatnya ini yang akhirnya diiyakan ajakannya.

"Okay, aku juga ingin bersenang-senang dengan wanita-wanita cantik." smirk Gerrit muncul sebagai pertanda bagus untuk acara bersenang-senangnya.

"Nah ini baru sahabatku, kau yang terbaik Gerro."

Mereka langsung meluncur ke salah satu bar terkenal di Amsterdam tanpa membuang banyak waktu. Semua tamu yang datang ke bar tersebut adalah orang-orang kalangan atas seperti para pemilik perusahaan besar, artis terkenal hingga pejabat yang memesan ruang VIP. Gerrit dan Keinan juga berada di jajaran tamu penting di bar itu.

Suara bising yang khas terdengar di seluruh penjuru bar, namun hanya terdengar samar-samar di ruangan VIP yang dipesan Gerrit. Di dalam ruangan itu terdapat beberapa wanita berpakaian minim dan bertubuh seksi yang melayani Gerrit dan Keinan. Paras cantik mereka mampu menjerat laki-laki hidung belang yang mau membayar mereka dengan mahal. Termasuk dua sahabat ini yang tengah menikmati 'servis' wanita-wanita yang merayu mereka.

Gerrit dan Keinan hanyut dalam kegiatan bersenang-senang, hingga salah satu wanita penggoda merayu Gerrit dengan mengelus dadanya.

"Tuan, apa anda tidak merasa gerah melihat saya?" wanita itu membuat suaranya mendayu agar Gerrit tergoda padanya.

"Memangnya kau apa bisa membuatku gerah hm?" Gerrit memegang tangan lembut wanita itu yang mengelus dadanya. Ia menatap wanita itu dengan tatapan sensual.

"Saya adalah gairah yang ada dalam tubuh anda tuan." Wanita itu kembali mengelus dada bidang Gerrit, benar memang gairah dalam tubuh Gerrit meningkat.

Gerrit menundukkan kepalanya ingin mencium bibir wanita yang ada di depannya. Wanita itu memang cantik dengan kulit putih mulusnya. Sebenarnya, aksi ini kali pertamanya bersenang-senang bersama wanita penggoda. Berbeda dengan Keinan yang selalu melampiaskan hasratnya pada banyak wanita.

Wajahnya semakin dekat dengan wajah si wanita, namun saat bibirnya akan menempel tiba-tiba terlintas jelas wajah Hanna. Karena rasa kekecewaan dalam dirinya, dengan cepat ia melumat bibir wanita penggoda itu. Melepaskan segala ingatan tentang Hanna yang ada di dalam pikirannya. Keinan yang melihat aksi sahabatnya hanya tersenyum membiarkan Gerrit mencumbu wanita itu.

Gerrit hanyut dalam hasratnya yang semakin meninggi menembus batas kesadarannya. Dan lagi-lagi kesadarannya yang semakin hilang di dobrak oleh bayangan samar yang tiba-tiba terlintas. Arabella yang tiba-tiba muncul pada pikiran Gerrit. Awalnya pria tampan ini mengacuhkan bayangan tersebut, tapi lama-kelamaan bayangan itu semakin jelas terutama menampilkan ekspresi Arabella yang sedang menangis.

Ia menyangkal bayangan Arabella yang terlintas dengan alasan mabuk akibat terlalu banyak minum wine yang dipesan. Meneruskan cumbuannya menuju leher si wanita penggoda. Namun ia terhenti karena usikkan bayangan Arabella yang selalu muncul. Membuat gairahnya yang tadinya menggebu seketika terjun bebas bersama sosok Arabella yang muncul dipikirannya.

"Tuan, kenapa anda menghentikannya? Apa anda baik-baik saja?" si wanita penghibur menunjukkan raut wajah khawati palsunya.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit pusing. Sepertinya saya sudah terlalu mabuk." Gerrit memijat pelipisnya yang mulai berdenyut pening.

"Hey Gerro, are you okay?" Keinan memindahkan duduknya tepat di samping Gerrit, mengguncang sedikit tubuh sahabatnya yang mulai lunglai.

"Entahlah, tiba-tiba aku merasa pusing Kei, sepertinya aku akan pulang sekarang." Gerrit melepaskan genggaman Kei pada kedua lengannya.

"Biar aku mengantarmu." Inisiatif dari Kei dicegah oleh Gerit.

"Tidak masalah, aku akan memanggil supirku. Kau tidak perlu mengkhawatirkanku, aku hanya pusing saja tidak berbahaya. Lanjutkan saja pestamu bersama wanita-wanita ini, aku pergi dulu." Gerrit mengenakan kembali jasnya yang sempat terlepas akibat cumbuan sebelumnya.

"Baiklah jika kau baik-baik saja, berhati-hatilah saat pulang. Hubungi aku jika membutuhkan bantuan."

Gerrit hanya mengangguk dan mengatakan 'iya' berulang kali menanggapi perkataan Kei. Ia masih bisa berjalan tegak meninggalkan ruangan tersebut dengan kondisinya. Dan berhasil pulang bersama supir pribadinya yang menjemput dengan selamat.

Selama perjalanan menuju ke mansion keluarganya, Gerrit sempat tertidur dalam mobil. Melewatkan indahnya malam yang bertahtakan bintang yang bersinar terang, tidak mau kalah dengan gemerlap lampu perkotaan.

"Tuan muda besar, sekarang sudah sampai di mansion." Supir pribadi Gerrit merasa heran dengan orang yang ada di bangku belakang, biasanya setelah mobil berhenti akan langsung turun. Ia menoleh memastikan, dan benar saja sang tuan muda besarnya tengah terlelap.

"Tuan muda besar, kita sudah sampai."

Gerrit terbangun dari tidurnya, merasa sangat lelah dan pusing menjadi satu. "Eghhh… kita sudah sampai?" ia malah bertanya pada supir pribadinya dengan suara yang lirih.

"Iya tuan muda besar, kita sudah sampai di mansion. Apa anda baik-baik saja tuan muda besar?" Supir pribadinya ini kembali menjelaskan dan bertanya melihat keadaan tuannya yang berantakan.

Gerrit hanya mengangguk dan turun dari mobil dengan tubuh yang melemas. Ia merasa tubuhnya seolah melayang-layang di udara. Berjalan agak terseok memasuki mansion yang besar dan megah. Saat ia baru saja masuk sudah dihadang oleh Tuan Hangelman yang duduk dengan menatap tajam ke arah Gerrit.

"Papa…" Gerrit tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya.

"Dari mana saja kau jam segini baru pulang?" Tuan Hangelman adalah satu-satunya yang mampu membuat nyali Gerrit menciut dengan tatapannya. Beliau bangkit dan mendekati Gerrit. By the way waktu menunjukkan pukul dua dini hari, terlalu larut untuk pulang.

"Aku dari kantor pa, ada banyak pekerjaan yang harus dikerjakan pa." Gerrit menjawab sekenanya saja menanggapi papanya.

"Benarkah? Sejak kapan kau bermain dengan perempuan-perempuan rendahan?" Tuan Hangelman sudah tahu informasi mengenai Gerrit yang mendatangi bar bersama Keinan dari salah satu pesuruhnya.

"Ternyata papa sudah tahu, aku hanya melepas lelah saja di bar itu. Aku sudah dewasa, terserah padaku mau apa." Gerrit menjawab seperti bukan dirinya, kesadarannya benar-benar sudah dikuasai oleh minuman haram.

PLAK!

Suara tamparan menggema di seluruh penjuru ruang tamu mansion. Tercetak jelas warna merah di pipi tirus Gerrit. Tuan Hangelman sudah mencapai batas kemarahannya karena putra kebanggaannya justru berbuat ceroboh seperti ini. Saking nyaringnya beberapa pelayan dan pengawal datang hingga Nyonya Hangelman, Bram dan Gretta juga ikut keluar dari kamar masing-masing.

"Siapa yang mengajarimu tidak sopan?!"

Gerrit hanya diam menatap papanya yang memancarkan kemarahan yang teramat sangat.

PLAK!

Suara tamparan keras kembali bergema di sana, membuat pipi Gerrit semakin merah. Bahkan telapak tangan Tuan Hangelman tercetak di bekas tamparan itu. Nyonya Hangelman dan Gretta hanya menutup mulut mereka karena terkejut.

"Kau tidak punya otak?! Kau tidak punya mulut?! Hah?!" Tuan Hangelman berteriak memarahi Gerrit dihadapan seluruh orang yang berada di sana.

"Maaf pa, aku sudah melakukan kesalahan." Hanya kata maaf saja yang mampu diucapkan Gerrit di hadapan kemarahan papanya.

"Maaf kau bilang? Memangnya dengan kata maaf bisa menyelesaikan masalah? Kau sudah membuat Arabella menangis dan menolak ajakan makan malam keluarga Gusmant dengan alasan pekerjaan. Kau malah mabuk-mabukan bersama gadis-gadis murahan di bar. Keterlaluan!! Mau ditaruh mana muka papa? Hah?!" Tuan Hangelman benar-benar sangat geram dengan kelakuan putranya yang tidak biasa, hingga urat pada lehernya muncul.

"Maaf pa, aku sudah-"

PLAK!

Belum sempat Gerrit menyelesaikan kalimatnya, tamparan yang semakin keras didapatkannya. Tubuh besarnya sampai terjatuh karena ketidakseimbangan tubuhnya yang terdorong tamparan. Semua orang menatap pemandangan ini dengan wajah khawatir, termasuk Nyonya Hangelman. Tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Gerrit dari amukan Tuan Hangelman.

Tuan Hangelman mendekati Gerrit yang tidak kunjung bangun, dan mencengkeram jas yang dikenakan Gerrit. Membuat pemuda ini terbangun dan berdiri tegak kembali. Belum selesai di sana, Tuan Hangelman menyeret putranya menuju kolam renang yang ada di halaman belakang mansion. "Kau perlu diberi pelajaran, ikut papa!" Tuan Hangelman benar-benar marah besar.

"Pa ampun pa, aku minta maaf pa." Gerrit kembali meminta maaf supaya papanya berhenti menghukumnya. Namun papanya tidak mendengar ucapannya, sudah terlambat bagi Gerrit.

BYUR~

Gerrit sudah terjebur dalam kolam renang pada dini hari saat pertengahan musim gugur. Tidak terbayang dinginnya air kolam renang itu membuat tubuh Gerrit menggigil hebat. Rasa pening pada kepala Gerrit semakin menjadi-jadi. Kepalanya semkain terasa berat, seperti ada banyak beban yang ada di atasnya. Ia melihat papanya berkoar-koar padanya tapi tidak bisa didengar suara apapun, hening. Ia berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Pandangannya semakin kabur dan tak ingat apapun lagi.

Tubuh besar Gerrit sudah tergeletak di atas ranjang ukuran king size dalam kamarnya. Pakaiannya yang basah kuyup sudah digantikan oleh Bram, adik laki-lakinya. Gerrit mengalami demam dan sedikit flu, hasil diagnosis dokter pribadi keluarga Hangelman. Cucuran keringat selalu membasahi tubuhnya dan sesekali mengigau memanggil sebuah nama hingga pagi.

"Arabella! Hah hah hah…." Dengan napas terengah-engah Gerrit terbangun menyebut nama gadis yang muncul sejak semalam.

Gerrit segera bangkit dan menuju wastafel kamar mandinya untuk membasuh muka. Ia tidak menyangka akan mengalami mimpi yang berisi Arabella sepanjang tidurnya. Dia berusaha tidak menghiraukan rasa aneh dalam dirinya dengan langsung mandi seperti biasanya.

Setelah menyelesaikan kegiatan rutinitasnya, dia bingung dengan pintu kamarnya yang terkunci dari luar. Dia langsung bisa menebak, pasti papanya yang sudah melakukan ini. Beberapa kali ia berusaha mendobrak pintu kamarnya, namun usahanya sia-sia, pintu kamarnya terbuat dari kayu berkualitas yang tebal dan kuat.

"Papa! Tolong keluarkan aku dari kamar pa, aku mohon!" mau tidak mau Gerrit harus berteriak memohon agar papanya mau membukakan kamarnya. Namun tidak ada jawaban dari balik pintu.

"Pa! Papa! Tolong buka pintunya pa!" Gerrit terus-menerus berteriak dan mendobrak pintunya membuat kegaduhan yang terdengar di seluruh mansion.

Namun usahanya tidak menunjukkan hasil apapun hingga ia lelah. Ia terduduk putus asa bersandar pada pintu kamarnya. Ia masih menggedor pintu dengan sisa tenaganya, lebih tepatnya tidak mau mengeluarkan tenaga lagi dan memilih diam menunggu papanya datang.

Selang setengah jam terdengar suara yang sudah ditunggu sejak tadi oleh Gerrit. "Kau sudah sadar dengan kelakuanmu semalam, Gerro?" Tuan Hangelman bersuara dengan amarahnya yang masih bersemayam.

"Iya pa, aku benar-benar minta maaf, aku tidak akan melakukan kesalahan semalam pa, kumohon buka pintunya pa." Gerrit langsung menyahut pertanyaan papanya.

"Memangnya apa yang akan kau lakukan? Hah?! Kau benar-benar membuat papa malu dengan kelakuanmu itu!" dengan kemarahan Tuan Hangelman berteriak.

"Papa kumohon. Aku tahu semalam sudah berbuat salah, tapi kenapa papa melakukan ini padaku? Aku selalu menuruti kemauan papa. Kumohon keluarkan aku pa." Gerrit kembali menyahut perkataan papanya.

"Tidak!! Papa tidak akan mengeluakanmu! Apa kau tidak ingat dengan perlakuanmu pada Arabella dan keluarganya?! Kau sungguh keterlaluan! Bagaimana jika mereka membatalkan pernikahan kalian?! Mau ditaruh mana muka papa?!" kemarahan Tuan Hangelman semakin membumbung ketika mendengar kata-kata Gerrit dari balik pintu.

"Pa kumohon buka pintunya, aku akan melakukan apapun yang papa inginkan. Kumohon pa." Gerrit kembali memelas pada papanya sendiri, padahal ia tidak pernah melakukannya sebelumnya. Bahkan dulu ia pernah dipukul dengan rotan dan tidak pernah memelas seperti ini.

"Okay, papa akan mengeluarkanmu, tapi berjanjilah akan membawa Arabella sebagai menantu papa ke rumah ini atau kau yang akan papa coret dari anggota keluarga!!" final Tuan Hangelman mengeluarkan ultimatumnya.

"Baik pa, aku janji akan membawa Arabella sebagai menantu papa."

Setelah mendengar ucapan Gerrit, Tuan Hangelman segera membuka pintu kamar Gerrit. Terlihat jelas tubuh Gerrit yang masih lemah dan wajahnya masih pucat dengan bibir yang berwarna putih. Sedangkan, Tuan Hangelman masih menampilkan wajah marah.

Tuan Hangelman hanya memandangi tubuh putranya sesaat dan meninggalkan sang putra menuju ruang makan diikuti beberapa pengawal. Gerrit juga hanya mengekor langkah papanya menuju ruang makan, di sana sudah ada Nyonya Hangelman, Bram dan Gretta yang hanya terdiam. Tuan Hangelman memang sangat keras dan sedikit diktaktor sebagai kepala keluarga. Tidak hanya pada keluarga sendiri, juga pada semua bawahannya.

Mereka memulai sarapan dengan suasana yang senyap, sunyi dan hening. Bahkan bunyi benturan barang saat makan juga tidak terdengar sama sekali. Beberapa waktu suasana tegang tersebut dilalui Gerrit dengan menahan rasa pusing yang mulai melanda. Tidak masalah, paling tidak ia bisa makan sebagai dasar minum obat. Dari pada berdiam di kamar dan takutnya tidak diizinkan makan.

"Bram dan Gretta, kalian pergilah ke sekolah dan kuliah kalian masing-masing setelah selesai langsung datang ke Mode Schoonheid Boutique. Mama kalian juga akan ke sana nanti, setelah menyelesaikan pertemuan kegiatan sosialnya. Kalian mengerti?" Tuan Hangelman berucap setelah seluruh anggota keluarga menyelesaikan makannya, nada beliau sangat tegas.

"Iya pa, Gretta akan langsung ke sana setelah sekolah selesai." jawab Gretta dengan wajah polosnya.

"Iya pa, aku juga akan segera ke sana setelah kuliah selesai. Oh ya pa, besok aku akan ke Noordwijk meninjau langsung lapangan di sana." ucapan Bram membuat kakaknya sedikit bingung, apa maksudnya itu? Dalam benak Gerrit bertanya-tanya.

"Pergilah dengan tim yang sudah papa pilihkan langsung, bisakah kau menggantikan kakakmu dalam rapat pukul sepuluh nanti?" Tuan Hangelman kembali bertanya pada Bram.

"Tentu pa, aku akan ke sana, kalau begitu aku pamit ke kampus dulu." Bram mengatakan itu dilanjutkan dengan kegiatan mencium pipi Gretta dan ibunya sebagai tanda pamit. Serta menunduk hormat pada papa dan kakaknya. Bram berlalu sendirian tanpa pengawalan apapun, berbeda dengan Gretta yang harus di antar sejumlah pengawal.

"Apa maksud papa menyuruh Bram menggantikanku?" Gerrit segera bertanya untuk mengonfirmasi kalimat papanya.

"Bram menggantikanmu hanya untuk proyek real estate di Noordwijk. Dia lebih unggul di bidang itu dibanding dirimu. Jadi pekerjaanmu akan berkurang jika membagi beberapa bidang pada Bram. Kau bisa fokus pada pernikahanmu sekarang dan beberapa proyek lain, terutama proyek food and beverage yang sudah dirapatkan dua minggu lalu." Tuan Hangelman menginstruksikan asisten pribadinya memberi beberapa lembar proposal pada Gerrit.

Gerrit membaca proposal itu dengan mata yang membelalak. Merasa tidak percaya dengan isi proposal. "Papa serius aku harus mengurus proyek ini?" Gerrit berbalik bertanya pada papanya dengan ragu.

"Apa kau takut akan bertemu dengan mantan pacarmu, Gerro?" Mereka malah berbalas pertanyaan yang membuat orang pusing.

"Baiklah pa, aku akan menanganinya." Akhirnya dengan berat hati Gerrit menyetujui keputusan papanya.

"Okay, baguslah kau setuju, kalau tidak ada lagi pembicaraan, papa dan mama harus pergi sekarang. Kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang, jangan buat papa kecewa lagi." ucap Tuang Hnagelman meninggalkan putranya yang berwajah muram dengan menggandeng istrinya. Meninggalkan mansion megahnya dengan mobil yang tidak kalah mewah.

Gerrit masih terduduk di ruang makan sambil menelan beberapa pil pahit yang diberi oleh salah seorang perawat pribadi keluarga Hangelman. Dia masih berfikir yang harus dilakukan.

"Pelayan Jil, biasanya perempuan suka hadiah apa? Saya ingin memberi beberapa hadiah untuk calon istri saya." Tiba-tiba ia bertanya pada salah seorang pelayan wanita yang sudah berusia.

"Perempuan biasanya menginginkan hadiah seperti boneka, bunga, parfum, tas, sepatu atau perhiasan taun muda besar, hanya itu yang saya tahu." Pelayan Jil menjawab dengan membungkukkan tubuhnya di samping Gerrit.

"Terima kasih, masukan anda sangat membantu." Gerrit tersenyum cukup manis kepada pelayan itu. Ia segera bangkit dan mengambil kunci mobil pribadinya.

Beberapa orang penjaga menawarkan diri agar Gerrit bisa diantar, namun pria jangkung ini menolak. Ia ingin datang sendirian mengunjungi kediaman calon istrinya.

To Be Continued…

Author's note

Terimakasih atas dukungan dan antusias teman-teman pembaca. Terus ikuti perjalanan cerita ini, jangan lupa sertakan saran dan kritikan, serta like cerita ini ya. Agar autor dapat meneruskan menulis cerita ini dengan semangat....

Love you guys...