Matahari yang belum sepenuhnya menyinari bumi karena terhalang dinginnya musim gugur. Sebuah mobil berwarna hitam mengkilap menembus angin dingin di jalanan yang sepi. Terlihat di pinggir jalanan kota masih banyak toko-toko yang belum buka. Wajar saja, rata-rata toko akan buka pukul sepuluh pagi, itupun sudah tergolong cepat. Serta mereka akan tutup dengan cepat di sore hari. Keadaan ini membuat Gerrit frustasi mencari toko yang sudah buka pada pukul tujuh pagi. Astaga, pria muda ini harus menemukan sesuatu untuk di bawa menemui calon istrinya.
Gerrit sudah berkeliling mencari barang yang diinginkan, bahkan ia sudah menyetir sangat jauh mengubek-ubek seisi kota. Kondisinya yang masih sedikit demam kembali merasakan pusing karena sudah hampir setengah jam berkeliling dengan mobilnya. Dia benar-benar frustasi saat ini, menepikan mobil di tepi jalan. Mengotak-atik ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Hey Bram, dimana aku bisa mendapat boneka dan bunga?" Gerrit to the point menanyakan pada Bram yang justru kebingungan di balik sambungan telepon.
"Kenapa kakak tanya hal seperti itu? Tumben sekali, ah aku tahu, kakak pasti ingin memberi hadiah untuk kak Arabella." Dari seberang justru meledeknya dengan nada yang menyebalkan.
"Kau terlalu banyak bicara Bram, cukup beritahu saja tempatnya." Gerrit menggerutu pada adiknya yang selalu meledeknya.
"Baiklah kakak sangat serius, tidak bisa becanda sedikit saja. Memangnya kakak dimana sekarang?" Bram memilih berhenti meledek karena tidak mau menerima amukan kakaknya nanti.
"Aku ada di jalan Van Woustraat di dekat Veloretti toko sepeda." Gerrit hanya menjawab dengan singkat.
"Di dekat situ ada pasar tradisional Albert Cuyp Market. Lebih baik kakak tidak menaiki mobil ke sana, akan susah karena banyak orang berjualan di jalan kak." Bram menjelaskannya dengan sangat jelas dan mampu diterima oleh Gerrit dengan baik. "Kakak bisa memparkirkan mobil kakak di depan toko sebelum memasuki kawasan Albert Cuyp Market." Lanjutnya kembali memberikan informasi pada kakaknya.
"Okay, thanks atas informasinya, kau ingin apa sebagai imbalan?" Gerrit langsung menanyakan imbalan yang diinginkan Bram atas informasi yang bagus.
"Apa kau bisa mencarikanku pacar kak? Hahahaha." Bram tertawa lepas di seberang, terdengar suara riuh di sekitar suara Bram, mungkin teman-temannya sedang meledek adiknya Gerrit satu ini.
"Terserah kau saja Bram." Gerrit langsung menutup sambungan telepon tanpa menungg Bram menyelesaikan ketawanya.
Gerrit dengan cepat meluncur ke pasar tradisiona yang dimaksud oleh Bram, mengendarai mobilnya dengan pelan mengikuti petunjuk yang tertera pada layar monitor. Takut ia akan melewatkan tempat tujuannya jika melaju dengan cepat. Begitu di rasa sudah dekat, ia memakirkan mobilnya di depan sebuah toko perlengkapan hewan peliharaan. Gerrit turun dengan mantelnya dan mengenakan kaca mata hitam.
Ia berjalan cukup jauh tapi belum menemukan apapun yang bisa dibeli, jelas saja belum ada toko maupun gerai yang buka sepagi itu. Tekadnya sudah bulat, ia harus menemukan barang yang dicari. Harus, sangat harus bahkan. Ia tetap berjalan di terotoar sepanjang kawasan tersebut sampai melihat seorang pria yang sedang menurunkan sejumlah bunga dari truk kecil. Gerrit langsung menghampiri pria tersebut.
"Permisi tuan, apa anda akan membuka toko?" Gerrit bertanya pada pria itu dengan sopan dan melepas kaca mata hitamnya.
"Ah, kami belum membuka toko, biasanya kami membukanya pukul sembilan. Apa ada yang bisa saya bantu tuan?" Pria muda tersebut menghampiri Gerrit yang memasang wajah agak kecewa. Pria itu mungkin sedikit lebih tua dari Gerrit.
"Saya ingin membeli sebuah buket bunga untuk calon mertua saya." Nada yang dilontarkan Gerrit dapat terbaca oleh si pelayan toko itu.
"Baik tuan, anda bisa membeli buket bunganya, bunga apa yang anda inginkan tuan?" Pria tersebut sangat baik mengijinkan Gerrit membeli dagangannya sebelum toko buka.
"Benarkah? Mmm… saya tidak tahu jenis bunga yang cocok, apa anda bisa memberikan rekomendasi tuan?" Gerrit agak menggosok tangannya yang mulai kedinginan. Sang pria pelayan toko bunga tersebut menganggukkan kepalanya mengerti dan sedikit berpikir.
"Mmm… kami tidak hanya memiliki bunga yang akan dijadikan buket, juga ada beberapa tanaman bunga. Menurut saya, tuan bisa memilih tanaman bunga peace lily yang bisa tumbuh di dalam ruangan dan berfungsi membersihkan udara, atau tanaman bunga anggrek yang memiliki corak yang indah, mana yang anda inginkan tuan?" Pria pelayan toko bunga menjelaskan panjang lebar, membuat Gerrit sedikit bingung. Namun dia tetap memilih salah satu dari pilihan yang direkomendasikan.
"Saya akan membeli tanaman bunga peace lily saja, sepertinya lebih cocok." Gerrit memilih Peace lily yang mungkin cocok dengan pribadi Nyonya Gusmant yang tenang dan lembut.
"Baik tuan akan saya bungkus dahulu."
Gerrit menyerahkan kartu kreditnya dan menunggu sebentar sambil melihat sekeliling mencari toko boneka yang sudah buka. Tapi sayang, tidak terlihat dimanapun, membuat Gerrit frustasi.
"Silahkan tuan, apa ada yang ingin saya bantu lagi?" Tanya pria penjaga toko sambil menyerahkan pot keranjang yang berisi tanaman bunga peace lily kartu kredit Gerrit.
"Saya mencari toko boneka, tapi belum ada yang buka." Gerrit menyiman kembali kartu kreditnya dalam saku.
"Ada tuan, anda dapat menemukannya setelah melewati dua toko dari sini." Pria penjaga toko buka menunjukan arahnya pada Gerrit.
Gerrit berterima kasih dan meninggalkan toko bunga tersebut menuju toko boneka yang sudah ditunjukkan. Tidak jauh dari toko bunga, Garrit menemukan sebuah toko yang memajang boneka-boneka lucu dengan berbagai karakter. Di pintu toko tersebut terdapat tulisan 'close' yang membuatnya agak kecewa. Hendak ia meninggalkan toko boneka tersebut, seorang perempuan yang mungkin lebih muda darinya keluar dari toko. Mungkin perempuan itu sempat melihat Gerrit dari dalam toko yang hanya dihalangi dinding kaca.
"Tunggu tuan, apa anda sedang mencari boneka?" perempuan itu langsung bertanya setelah keluar dari toko.
"Iya saya sedang mencari boneka karakter kucing, apa ada nona?" Gerrit to the point sekali ketika mendapat kesempatan.
"Silahkan masuk dulu tuan, kami memiliki beberapa boneka yang tuan inginkan." Gerrit mengangguk dan mengikuti langkah perempuan itu ke dalam toko boneka tersebut.
Pelayan toko tersebut menunjukkan beberapa boneka karakter kartun kucing dari yang berukuran kecil hingga berukuran sebesar manusia. Boneka karakter kucing tersebut memiliki warna yang beraneka ragam, mereka juga memiliki nama yang berbeda. Gerrit kebingungan melihat semua boneka-boneka itu, dia seoarang laki-laki yang tidak pernah menyentuh barang perempuan, melihat saja malas.
Ia menimbang-nimbang ingin membeli boneka yang mana, takut kalau Arabella tidak menyukai karakter yang dipilihnya. Selama sepuluh menit ia memilih salah satu boneka itu, boneka karakter kartun kucing yang bernama Marie di film The Aristocats dengan warna putih bersih. Gerrit memilih ukuran besar yang dapat dipeluk dengan mudah.
"Saya pilih yang ini saja, tolong bungkus dengan rapih nona." Gerrit menunjuk pada boneka yang dia inginkan.
"Baik tuan, tolong tunggu sebentar." Gerrit kembali menyerahkan kartu kreditnya dan menunggu boneka yang sedang dibungkus. "Anda pasti sangat menyayangi putri anda tuan, sampai mencari pada jam segini." Kalimat itu muncul dari si pelayan toko sambil meneruskan membungkus boneka. Sebenarnya, Gerrit ingin marah ketika pelayan toko itu mengatakannya. Tapi ia berusaha menahan rasa marah, hanya tersenyum simpul membalas kalimat itu.
Setelah selesai, dia meninggalkan toko tersebut menuju tempat mobilnya terparkir. Gerrit merasa sedikit kesusahan dengan membawa boneka yang berukuran besar dan tanaman bunga. Terlebih kondisinya yang kurang sehat dipaksa berjalan di tengah udara yang semakin dingin dari hari ke hari. Namun ada sedikit masalah, ia salah membawa mobil yang tidak memiliki bagasi. Ia meletakkan dua barang tersebut di bangku penumpang, tentu saja sempit terutama dengan ukuran boneka yang besar. Sedikit ada rasa penyesalan.
Mobil sport tersebut langsung meluncur ke tujuan yang sesungguhnya. Hanya memerlukan sedikit waktu tempuh menuju kediaman keluarga Gusmant yang berada di salah satu kawasan perumahan di Amsterdam. Tidak terlalu rapat, tapi tidak terlalu sepi juga. Mobil hitam ini melewati beberapa persimpangan dan taman yang cukup besar berisi mainan anak-anak. Pepohonan tinggi menjadi kanopi alam yang menjatuhkan dedaunannya seolah ada hujan daun yang terhempas angin.
Gerrit memarkirkan mobilnya di depan rumah keluarga Gusmant, kebetulan gerbang rumah tersebut terbuka lebar sehingga Gerrit langsung saja memasuki gerbang bersama mobilnya. Gerrit turun dari mobil sembari mengamati rumah yang tampak sunyi, mobil Tuan Gusmant tidak ada di tempat tapi ada mobil Hanson di sana. Ia memastikan ada orang yang masih tinggal dalam rumah tersebut. Ia mengambil boneka dan tanaman bunga yang tadi dibeli, sedikit sulit dikeluarkan karena tersankut.
Setelah kedua barang ada dalam genggamannya, ia langsung berjalan menuju pintu utama rumah tersebut yang sederhana. Sebenarnya tiba-tiba Gerrit merasa gugup, tapi ia tepis begitu saja. Ia memencet bel rumah yang terdengar nyaring.
Ting Tong ~
Butuh beberapa saat sampai pintu cokelat tersebut terbuka, menyembul sosok Hanson yang muncul dari balik pintu. Wajah lelaki ini menampakkan kekesalan dan keheranan yang dapat dilihat oleh Gerrit.
"Ternyata kau, kenapa kau datang sepagi ini Gerrit?" Hanson mengeluarkan suara yang ketus didengar Gerrit yang tersenyum kikuk.
"Selamat pagi kak, maaf saya sudah mengganggu sepagi ini. Apakah bibi dan Arabella ada?" Gerrit menjawab dengan suara yang agak serak, mungkin efek dari flu dan dinginnya udara.
"Hey santai saja, kedatanganmu tidak mengganggu dan selalu diterima kok. Ayo masuk momy ada di dalam." Raut wajah calon kakak iparnya seketika berubah ceria, mempersilahkan Gerrit masuk ke dalam rumah.
Gerrit langsung dituntun menuju ruang keluarga. Matanya tertuju pada sosok perempuan mungil yang sedang menonton film kartun dalam televisi, tapi yang membuatnya sedikit heran. Arabella dipeluk dengan mesra oleh seorang laki-laki yang mungkin seusia dengan Hanson. Tanpa sadar Gerrit meremat genggaman pada gagang pot tanaman yang dibawa.
"Gerrit, kamu datang nak? Kenapa tidak memberitahu jika akan datang? Momy bisa menyiapkan sarapan untukmu." Nyonya menghampiri calon menantunya yang sedang memperhatikan Arabella. Gerrit seketika menengok ke arah suara.
"Ah, iya bi, kebetulan saya ada kepentingan di daerah sini, jadi sekalian mampir. Saya tadi tidak sengaja melihat bunga peace lily ini, kata penjualannya bagus untuk hiasan dalam ruangan dan bisa membersihkan udara bi." Gerrit dengan sopan menyambut kalimat calon mertuanya, tidak ketinggalan senyuman yang membuatnya makin tampan. Meski wajahnya terlihat agak pucat akibat flunya.
"Wah, ini buat momy? Indah sekali, terima kasih ya momy sangat menyukainya. Kamu jangan panggil bibi terus, panggil momy yah. Ayo duduk dulu." Nyonya Gusmant sangat senang dengan buah tangan yang didapat dari Gerrit. "Arabella, jangan seperti itu nak, Gerrit datang ini loh." Lanjutnya yang menegur putrinya.
"Kau bilang ada kepentingan di daerah sini, memangnya kepentingan apa sepagi ini?" Hanson ikut duduk di sebelah Gerrit yang berhadapan dengan sofa yang diduduki oleh Arabella dan Ray.
"Iya ka, saya harus bertemu dengan rekan bisnis di dekat sini." Gerrit berkata demikian sambil memangku boneka yang tingginya hampir sedagunya.
"Benarkah? Apa kamu membeli boneka ini untuk Arabella?" Hanson menanyakan tentang boneka kucing yang masih terbungkus rapi dalam pangkuan Gerrit.
"Iya ka, kemarin saya membuat kesalahan, jadi saya membelinya sebagai tanda maaf." Gerrit tersenyum kikuk membuatnya lelah.
"Hey, kau lumayan romantis juga sampai membelikan boneka kesukaan Ara, kalian nampak sangat dekat. Apa kau yang bernama Willem?" tiba-tiba Ray menyambar omongan Gerrit, semua orang tertegun dengan ucapan Ray dan akhirnya tertawa kecuali Gerrit yang masih diam.
"Kau salah Ray, namanya Gerrit Hangelman bukan Willem Van Espen, calon suami Arabella. Putra pemilik GH Group Compagnie yang sudah aku ceritakan lewat email." Hanson menjelaskan pada Ray yang salah mengira Gerrit sebagai Willem.
Gerrit tersenyum pada Ray yang diacuhkan, membuatnya kesal bukan main. Punya dendam apa dia padaku? Harus sabar, sabar rrggh. Gerrit menggeram dalam hatinya.
"Oh jadi ini toh calon suamimu Ra, tidak setampan aku ternyata." Ray berucap sambil sedikit menyenggol lengan Arabella dengan lengannya, mencoba untuk menggoda gadis mungil ini.
"Apa sih ka? Jangan menggodaku seperti itu, kakak menyebalkan." Arabella memanyunkan bibirnya dan menampakkan rona merah muda di pipi gembilnya.
Melihat interaksi antara Ray dan Arabella membuat Gerrit kesal tanpa sadar. Ia tak tahu alasannya rasa kesal yang muncul dalam dirinya.
"Oh ya Gerrit, laki-laki ini adalah sahabatku yang bernama Rainart Gamelberto, biasa dipanggil Ray. Dia seusia denganku, jadi bersikap baiklah padanya. Arabella jadi punya dua kakak laki-laki, aku dan Ray. Tolong maafkan sikapnya, dia memang begitu." Hanson menjelaskan setelah melihat ekspresi Gerrit agak masam melihat tingkah sahabatnya yang kurang menyenangkan untuk Gerrit.
"Iya kak tidak masalah, saya akan menghormatinya seperti saya menghormati kakak." jawaban Gerrit membuat Hanson tersenyum puas. Namun dalam hati Gerrit terus menggurutu dan merutuki dirinya sendiri.
Untuk apa aku susah-susah mencari hadiah untuk bocah manja ini. Jika aku tahu akan seperti ini, lebih baik pergi ke kantor.
Gerrit membatin dengan penuh kekesalan yang ditahan. Wajahnya yang tadinya putih pucat lama-kelamaan memunculkan semburat kemerahan akibat menahan kesal. Tangannya meremat plastik yang membungkus boneka yang dipangkunya.
"Nah, momy buatkan verse munt thee untuk menghangatkan tubuhmu, Gerrit." Nyonya Gusmant meletakkan secangkir teh mint untuk Gerrit yang dibalas ucapan terima kasih.
"Kenapa momy membuat minum untuk dia? Momy suruh saja dia pulang!" Arabella berucap pada momynya yang sedang menaruh minuman di atas meja.
"Astaga, kamu tidak boleh bersikap tidak sopan seperti itu. Gerrit sudah datang kemari sebagai tamu, kamu harus bersikap sopan padanya." Nyonya Gusmant tidak menyangka putrinya akan bertindak tidak sopan, bukan karakter putrinya.
"Tapi aku tidak mau bertemu dengannya mom." Arabella segera bangkit dan meninggalkan ruang keluarga ke taman lagi. Dia merasa tidak adil, momynya lebih memihak pada Gerrit.
"Astaga, anak itu sangat sensitif sejak semalam. Gerrit, tolong maafkan sikap Arabella ya, momy akan membujuk Arabella." ujar Nyonya Gusmant dengan senyuman.
"Baik bi, ah maksud saya mom." Gerrit kembali menampakkan senyum kikuk di wajahnya.
"Hanson, Ray, bukannya kalian mau ke café?"
"Iya mom, apa tidak masalah jika kami pergi sekarang?" Hanson balik bertanya pada Nyonya Gusmant, dia masih memegang titah Tuan Gusmant untuk mengawasi adiknya.
"Tidak masalah biar momy yang berada di rumah, urusan kalian jauh lebih penting. Hati-hatilah di jalan ya."
"Iya mom, kami pergi dulu."
Setelah percakapan itu berakhir, Nyonya Gusmant menyusul Arabella yang duduk di bangku taman, meninggalkan Gerrit yang masih berada di ruang keluarga. Gerrit melihat-lihat beberapa foto yang terpajang, nampak jelas Arabella sangat dekat dengan keluarganya.
"Kak Gerrit, jujur saja, mau apa kakak kemari?" tiba-tiba suara Arabella memecah perhatian Gerrit terhadap foto-foto itu. Arabella masih sangat sebal dan melipat tangannya.
"Arabella, tidak sopan berbicara seperti itu. Ganti baju dulu sana, masa menemui calon suami dengan baju seperti itu? Astaga."
"Momy, dia bukan calon suamiku lagi. Aku tidak mau menikah dengannya!"
Telinga Gerrit mendadak terasa sakit endengar suara Arabella yang melengking. Gerrit tetap berusaha stay cool tentunya.
"Hai…" Gerrit memutuskan menyapa Arabella yang mencampakannya sedari tadi.
"Aku tanya, untuk apa kakak kemari lagi?"
"Ah, ini untukmu." Gerrit memberikan sebuah boneka kucing untuk Arabella. Boneka yang tidak dipandang Arabella sebelumnya.
Arabella sedikit berbinar, tapi dia menahan diri untuk tidak terlalu senang. Berpura-pura tidak tertarik meski tetap mengambil boneka dari tangan Gerrit. Nyonya Gusmant hanya menggelengkan kepala heran dengan tingkah putrinya.
"Terimakasih." ucapan Arabella terdengar masih kesal.
"Sebenarnya, kedatangan saya kemari untuk meminta maaf sama kamu Ara."
"Minta maaf untuk apa Gerrit?" Nyonya Gusmant nampak bingung dengan pengakuan Gerrit.
"Ish momy, kemarin aku sudah bilang kalau dia membentak aku di depan umum." Arabella merengut sambil memanyunkan bibirnya.
"Iya momy tahu, perbuatan Gerrit memang sedikit kasar dan momy tidak menyukainya. Tapi bukankah Gerrit sudah meminta maaf kemarin?"
"Iya bi, ah maksud saya momy. Saya memang sudah meminta maaf, tapi saya rasa Arabella belum memaafkan saya."
Gerrit menceritakan keseluruhan cerita dari versinya dan berusaha meyakinkan Nyonya Gusmant. Gerrit benar-benar menyesali perbuatannya. Akhirnya, Nyonya Gusmant luluh, walapu sebenarnya masih tidak bisa mempercayakan Arabella padanya. Yah, dengan catatan tidak boleh menyakiti Arabella atau tidak boleh bertemu dengan Arabella selamanya.
Gerrit hanya bisa pasrah, kalau bukan karena ancaman papanya, dia tidak akan mau mengurus gadis manja seperti ini. Dia harus mencoba membujuk Arabella kembali agar tidak menyebalkan seperti sekarang. Padahal momynya sudah meminta tapi masih saja keras kepala.
"Hei, kenapa kau begitu keras kepala? Tinggal jalani saja perjodohan ini dengan mudah bisa, bukan?" Gerrit menarik tangan Arabella yang akan meninggalkan ruang keluarga setelah momynya pergi. Nyonya Gusmant meninggalkan mereka untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri.
"Aku punya nama, dan namaku bukan hei!!" Arabella membentak dengan melepas tangan Gerrit.
"Okay, Arabella, kenapa kau begitu keras kepala?"
"Karena aku tidak mau menikah denganmu. Kau jahat, angkuh, kasar dan suka membentak. Aku tidak suka dengan perlakuanmu."
Gerrit menahan emosinya agar tidak mencapai batas akhir. "Baiklah, saya minta maaf dan tidak akan melakukannya lagi." Ia menghela napas panjang.
"Maafmu tidak tulus."
Gerrit menarik nafas dalam dan meredam emosinya. "Arabella Gusmant, maukah kau memaafkan saya? Saya benar-benar menyesal telah menyakitimu kemarin, Saya sama sekali tidak bermaksud untuk membentakmu. Saya janji tidak akan mengulanginya, saya juga sudah berjanji pada momymu. Saya akan memegang janji itu." Gerrit memaksakan senyumannya.
Arabella menatap mata hitam Gerrit dalam waktu yang lama. Ada ketulusan dan kesungguhan dalam permintaan maaf itu. Lagi pula Arabella terpikir dengan kondisi keluarganya saat ini. Dia membutuhkan pertolongan meski melalui perjodohan.
"Baiklah, aku akan memaafkan kakak." ujar Arabella pelan, sambil memeluk erat boneka kucinnya.
"Kita jadi menikah, bukan?" Gerrit tersenyum senang, akhirnya setelah menurunkan egonya tidak sia-sia.
"Iya mmm tapi.... Tidak deh, kita menikah sesuai rencana awal saja."
"Kamu yakin?"
"Ya aku sangat yakin kak."
"Syukurlah."
Senyuman semakin mengembang di wajah pucat Gerrit. Kini wajah itu sedikit terlihat segar dari sebelumnya. Terlihat imut dan merona, Arabella baru pertamakali melihat ekspresi wajah Gerrit yang seperti itu di depannya. Kenapa kak Gerrit sangat tampan jika tersenyum? Ah, tidak tidak, dia manusia kejam. Arabella menggelengkan kepalanya pelan.
"Tapi kak… bisakah kita akhiri semuanya ketika tujuan pernikahan ini tercapai?" nada lirih terlontar begitu saja dari mulut Arabella.
Terkejut, tentu saja Gerrit sangat terkejut dengan penuturan gadis di depannya. Bukan karena dia tidak rela, tapi ekspektasinya di luar dugaan. Dia tahu betul Arabella memang tidak mencintainya, dia juga tahu pernikahan merupakan hal sakral bagi gadis manis ini. Dia mengira akan sulit membujuk Arabella menyetujui kesepakatan tersebut, berpisah alias bercerai setelah menikah. Mood yang tadinya rusak mulai membaik mendengar penuturan Arabella. Namun, ada sedikit segelintir rasa aneh dalam hati Gerrit. Seolah ingin melawan rasional dalam otaknya, tapi ditepis begitu saja.
Anak manja ini benar-benar di luar dugaanku. Kebetulan sekali jika dia menyetujui tanpa paksaan. Dia membuat jalanku menjadi lebih mudah. Yah, aku tidak perlu kesulitan di masa depan. Tinggal menunggu informasi lebih, dengan begitu aku bisa terbebas." Gerrit bermonolog dalam hatinya.
"Kamu yakin menyetujui kesepakatan itu?" Gerrit balik bertanya dengan tampang dinginnya.
"Tentu saja kak. Aku tidak ingin menikah dengan kakak."
"Baiklah."
Gerrit menyesap teh mint yang disajikan oleh Nyonya Gusmant untuknya. Rasa hangat mulai merasuki dadanya yang terasa sesak. Tak dihiraukan perasaan aneh itu, dia menganggap wajar jika teh hangat memunculkan perasaan hangat dalam dirinya.
Kenapa jantungku berdegub kencang begini? Rasanya sesak dan sakit. Apa ini efek samping obat yang aku makan? Batinnya tetap bergejolak menanggapi perasaan aneh yang merasukinya.
Dia meremat dadanya dengan keras hingga kemeja yang dikenakan sedikit berkerut. Tiba-tiba rasa pusing yang ia rasakan semalam kembali datang. Udara dingin mulai menyentuh tubuhnya di tengah suasana hangat dalam rumah keluarga Gusmant. Pening, sangat pening, bahkan telinganya berdenging merespon dinginnya udara yang berhembus. Ia merepa keningnya yang mulai mengeluarkan keringat dingin.
Bagian tengkuk juga memunculkan buliran keringat dingin yang membuat tubuh Gerrit melemas. Matanya sempat melihat Arabella menghampirinya dengan wajah yang panik. Tapi ia tidak bisa mendengar apapun di sekelilingnya. Seolah ia telah dihipnotis oleh seseorang. Pandangannya semakin buram dari detik ke detik berikutnya. Menjadikan tubuhnya tergolek lemah di atas sofa dalam ruang keluarga kediaman keluarga Gusmant.
To Be Continued…
Author's note
Terimakasih atas dukungan dan antusias teman-teman pembaca. Terus ikuti perjalanan cerita ini, jangan lupa sertakan saran dan kritikan, serta like cerita ini ya. Agar autor dapat meneruskan menulis cerita ini dengan semangat....
Love you guys...