Chereads / Dialog Rasa / Chapter 4 - Luka dan Bahagia

Chapter 4 - Luka dan Bahagia

Luka dan bahagia layaknya cuaca yang datang silih berganti. Hal itu pun tidak bisa kita sangkal, tolak, maupun hilangkan. Ia bisa datang kapan saja, dari mana saja, dan dalam bentuk apa saja.

Di usiaku 20 tahun. Aku terpaksa harus melihat ibuku menyandang gelar janda. Ya, ayahku melakukan KDRT dan mereka mengalami kondisi bangkrut total. Sehingga hal itu menjadikan mereka berantakan.

"Maafkan mamah ya Ann. Mamah banyak menyakiti hatimu".

"Nggak masalah kok mah. Asal mamah bahagia, Ann pun bahagia".

Hari itu pula dunia seakan runtuh. Semesta tak berpihak kepadaku.

Aku tidak memiliki kakak, pun tidak memiliki adik. Aku anak tunggal dari orang tuaku. Hari-hariku sepi, dan berantakan ketika aku hanya diam diri saja di rumah. Mungkin hal itulah yang menjadikanku mencari hal baru di luar, demi ketenangan dan kebahagiaanku.

"Pram. Hari ini aku ingin menemuimu, dan aku butuh kamu"

Aku mengirimkan pesan untuk Pram. Hanya ada Pram di otakku saat itu. Aku yakin, Pram lah orang yang tepat untuk membuka ruang atas semuanya.

"Ann, ada apa? Oke kamu diam di rumah, aku jemput kamu".

Tangisan menjadi hal rutin sejak saat itu. Menangis, tanpa tahu tangisan itu akan berhenti, sampai terkadang air mata bisa saja jatuh di luar kendaliku.

Pram membawaku ke tempat yang sama, dimana aku bisa mendapatkan tenang dan senang. Sampai di tempat tujuan, aku sama sekali tidak sanggup lagi untuk menahan tangis.

Pram memelukku, mengelus-elus kepalaku, tanpa disadari mata Pram pun membendung air mata. Mungkin, luka yang aku rasakan juga dirasakan Pram tanpa aku harus menceritakannya.

"Ann. Tenanglah, ada aku untukmu".

Pram membiarkanku menangis di pelukannya. Ia tidak memintaku untuk berhenti menangis.

Setelah kami terdiam beberapa menit. Pram menatapku dan tersenyum. Ia berusaha memberikanku energi positif, karena selama ini yang ia bangun adalah hal-hal baik.

"Ann, bisakah kau memulai untuk bercerita?"

Aku mengangguk pelan, sembari berusaha tegar.

"Pram. Setelah berlalu dalam kondisi rumah dan keluarga yang kacau. Hari ini semesta tidak berpihak kepadaku. Orang tuaku resmi bercerai, akibat KDRT dan turunnya ekonomi mereka nggak sanggup lagi untuk bersama. Berat Pram, sakit. Dan aku nggak tahu lagi, bagaimana duniaku akan berwarna".

Pram mengerucutkan dahinya. Tapi tidak lama, lalu ia menghembuskan nafas. Pram memegang tanganku erat.

"Kamu percaya Ann. Bahwa tuhan memberimu kebaikan, dan yang terbaik. Bsrangkali hari ini buruk bagimu, tapi baik untuknya. Barangkali, Ibumu selalu berdoa memohon yang terbaik, lalu jalan inilah yang akan membawa kebaikan itu. Jangan seperti yang kamu fikir Ann. Kamu masih punya ibumu, atau kamu bisa berfikir kamu punya aku. Aku janji, akan menghadirkan diriku untukmu. Merawat dan menjagamu. Ann. Tersenyumlah".

Aku mendengarnya dengan penuh ketulusan. Aku hanya bisa terdiam dan mata terpejam. Berusaha memupuk semangat dan memberi yang terbaik untuk diri.

Pram tidak memberi banyak dialog lebih, mungkin ia tahu saat itu yang aku butuhkan bukan hanya dialog, tapi lebih dari itu.

"Ann. Terus tumbuh yah, malam ini untuk istirahat. Besok, semangatnya lebih baik lagi. See you Ann"

"Makasih banyak Pram. Maaf bila aku terlalu merepotkan".

"It's okey Ann. Baik-baik yah".

Pram mengantarkanku pulang, dan ia kembali ke rumahnya.

Meski sudah tenang, namun aku belum bisa menerima semuanya. Termasuk menerima perpisahan orang tua. Malam itu juga aku berusaha menyelesaikannya, mencatat bait demi bait tentang hal apa yang ada, menjadikan kenangan baik sebagai bumbu, dan menghilangkan kenangan buruk layaknya sampah saja.

"Aku sudah sampai Ann. Kamu harus jujur, kalo ada apa-apa sama dirimu jangan segan untuk ngomong. Yah, Ann".

"Iya Pram. Terimakasih banyak yah".

Memang benar, aku merasa begitu terjaga dengan kehadiran Pram. Sejak saat itu, hidupku serasa banyak yang berubah. Walaupun sudah terisi dengan kehadiran Pram, tapi perpisahan orang tau menjadi salah satu perubahan.

"Pagi Ann. Jangan lupa sarapan sebelum kuliah ya. Semangat buat hari ini".

"Pagi Pram. See you".

Aku duduk di taman kampus, melihat bunga dan dedaunan yang sedang mekar. Aku membayangkan hal itu pada diriku sendiri, dimana aku sedang mekar menuju dewasa. Namun, sesuatu yang sedang mekar juga bisa saja layu.

"Ann. Lagi ngapain?"

Pram tiba-tiba duduk di sampingku. Ia terlihat membawa satu kotak berwarna coklat, dan aku tidak tahu isi dari kotak itu.

"Emmm Pram. Tiba-tiba banget sih kalo dateng".

"Liat nih aku bawa apa buat kamu?"

"Emang apa Pram?"

"Nih, buka aja sendiri".

Pram memberikan kotak itu kepadaku. Lalu aku membukanya. Pram memberiku cake yang sudah dihias, di lapisan atas cake itu dituliskan "Ann. Anak yang cantik".

Pram dengan segala kejutannya. Aku memang seorang gadis yang menyukai makanan manis, di beberapa waktu aku membeli makanan manis yang akhirnya diketahui Pram. Dan saat itu, aku menyukai pemberian Pram.

"Praaaaam. Makasih, warna dan desainnya lucu".

Pram tersenyum, dan seperti biasanya, ia mengelus kepalaku.

"Sembuh yah Ann. Jangan sampai kamu kehilangan dirimu sendiri. Akhir-akhir ini aku melihatmu masih dalam kondisi berat. Kamu kehilangan kecerianmu, kehilangan kesenanganmu, dan kamu kehilangan prosesmu untuk mencari dirimu sendiri. Jangan berlarut yah Ann, hari baik masih panjang".

"Iya Pram, thanks yah".

Ia mengambil cake itu dan memotongnya, lalu ia menyuapiku dengan penuh ketulusan. Ia bernyanyi dan mengajakku untuk menikmatinya.

Pram hadir, dengan bentuk keindahan. Keindahan-keindahan kecil, yang bagiku sulit untuk didapatkan. Aku menyaksikan Pram dan Pram juga menyaksikanku. Bersama-sama menjadi saksi untuk luka dan bahagia.

"Pram, cake nya lembut, manis. Aku suka".

"Thanks Ann. Kalo kamu menyukai apa yang aku beri".

"Kok kamu bisa tau, kalo aku suka makanan yang manis, termasuk cake".

Pram tertawa, dan melakukan hal yang sama. Ia mengelus kepalaku.

"Ann. Bagaimana aku nggak faham? Berkali-kali aku yang menemanimu membeli makanan. Aku melihatmu membeli makanan manis, dari mulai roti, cake sampai gulali"

Kami berdua hanya tertawa, lalu menghabiskan cake itu bersama.

Perpisahan di keluargaku itu, menjadi latar belakangku untuk banyak menghabiskan waktu di luar. Mencari ketenangan dan kesenanganku dengan duniaku sendiri. Mau bagaimanapun, aku belum bisa untuk ikhlas dan damai atas hal itu. Aku banyak menyesali, dan mencari cara lagi untuk merubahnya.

Pagi dan malam, Pram menjadi sosok mengiringi.

"Malam Ann. Jangan lupa istirahat tepat waktu. See you".

Pram rutin mengirim pesan. Ia sebenarnya merupakan lelaki yang cuek, dingin, dan tidak begitu perhatian. Namun Pram memiliki prinsipnya tersendiri. Ia akan memberikan apa yang pantas ia berikan, termasuk memberikan perhatian dan ketulusan tanpa diminta.

Pram, semoga apa yang sudah hilang bisa digantikan denganmu.