Chereads / Dialog Rasa / Chapter 7 - Aku dan Kamu ; Kita Sama

Chapter 7 - Aku dan Kamu ; Kita Sama

"Pram. Terimakasih yaaa. Semua yang telah kamu beri untukku. Sudah banyak yang kamu berikan, dan aku tak mampu membalasnya satu persatu. Doakan aku ya Pram, semoga aku bisa jauh lebih baik dari keadaan ini".

"Tenang saja Ann. Jangan risau, tetap semangat yah. Pasti kamu bisa melewati ini semua, dan menjadikannya lebih baik lagi".

Di taman kampus, aku dan Pram bertemu. Kami banyak melalui hari-hari, entah dengan suka maupun duka. Sampai waktu tak terasa, kami sudah berada di penghujung kuliah. Sebentar lagi mungkin akan usai, dan menjalani hidup lebih panjang lagi.

Aku tau Pram banyak juga memiliki banyak beban yang harus diselesaikan. Saat kita pertama kenal, Pram menceritakan bahwa ia seorang anak pertama dan Ayahnya telah tiada. Adiknya berusia 10 tahun dan masih membutuhkan banyak biaya untuk menghidupinya.

"Ann. Aku juga bingung bagaimana aku harus menghidupi Ibu dan Adik. Akhir-akhir ini mereka banyak membicarakan finansial, masa depan dan kehidupannya sekarang. Aku juga baru sadar, biaya semesterku masih kosong. Yah, mau gimana Ann".

Aku diam, lalu hening sesaat. Mungkin satu sama lain dari kita mengalami hal yang sama. Menjadi seseorang yang harus menemani Pram di saat berada di fase yang sama denganku tentu memerlukan banyak hal. Terutama rasa sabar dan ikhlas yang panjang.

"Akupun demikian Pram. Pada akhirnya kita menemukan hal yang sama. Menjadi pribadi yang harus berjuang lagi untuk diri kita, pun untuk keluarga kita. Aku hanya bisa yakin bahwa kamu pasti bisa melewatinya, seperti aku yang terus mendapatkan support itu darimu. Nanti kita sama-sama cari solusinya yah Pram".

"Sepertinya kita butuh kerja deh Ann. Syukur-syukur kita bisa cari part time, aku masih pengen lanjut kuliah, jangan sampai putus di sini".

Mau tak mau, perjalanan hidup terus berjalan. Makin keras dan makin terasa. Termasuk, pada akhirnya harus mengambil keputusan untuk bekerja sembari kuliah. Demi untuk keberlangsungan, dan untuk meringankan Ibu.

"Iya Pram. Akupun sempat memikirkan itu, apalagi di kondisi yang semakin mendesak. Pusing sih Pram, mau bayar kuliah uang darimana, kita tuh kaya orang tua yah Pram. Hahahaa".

"Hihi kamu ini, masih aja lucu. Tapi emang sih Ann. Terkadang hidup perlu diketawain".

Pram mengelus kepalaku. Lalu memberiku air minum. Di kondisi itu, kami benar-benar menghemat uang, aku dan Pram sudah jarang pergi ke tempat-tempat makan, coffe shop, atau melakukan perjalanan jauh hanya untuk sekedar bersenang-senang.

"See you Ann. Baik-baik di rumah yah".

"Thanks yah Pram. Kamupun, baik-baik yaa. See you".

Selama aku di masa-masa itu, Pram banyak membantuku. Ia rela mengantarkanku setiap aku pulang kuliah. Sampai Ibuku mengatahui kedekatanku dengannya.

"Ann. Lelaki yang sedang dekat denganmu itu siapa? Pacarmu? Jadi selama ini kamu jarang di rumah dan tidak mau mendengar nasihat Ibu, karena kamu sudah memiliki kedekatan dengannya?".

Malam itu selepas aku diantar Pram pulang, Ibu memergokiku di depan pintu. Langsung saja ia menegurku. Sebenarnya, aku selalu merasa kesal dan terbawa emosi jika Ibu menegurku seperti itu. Mengapa Ibu tak pernah memikirkan kewarasan seorang anaknya ketika berada di posisi seperti ini. Tapi, segala emosiku hanya bisa kupendam, lalu hanya tangisan saja yang mewakilinya.

"Itu Pram Bu. Teman Ann satu kampus. Yaa, Ann hanya diantarkan pulang, kan Ann nggak bawa motor. Untung Ada Pram yang mau nganterin, jadi Ann bisa lebih tenang".

"Jangan sampe kedekatan itu membuat hubunganmu dengan Ibu rusak yah Ann, dari kemaren Ibu menasehatimu nggak pernah didengar. Hati-hati loh Ann".

"Iya Bu".

Aku menuju kamar dan merebahkan badan. Langit-langit rumah seakan menjadi saksi duka yang aku rasakan. Aku banyak menatap, berharap dan berfikir. Masih sama dengan hari-hari biasanya, aku hidup bersama tanda tanya. Banyak memunculkan pertanyaan, apa, mengapa sampai bagaimana. Namun di akhirnya, aku tak kunjung juga menemukan jawabannya.

"Ann. Selamat tidur. Semangat melalui hari-hari esok. Semoga, aku masih bisa menemanimu".

Pesan dari Pram selalu memudarkan apa yangbada di fikiranku. Setelah membacanya, aku merasakan energi positif yang Pram berikan.

"Mungkin memang benar. Aku hanya butuh waktu untuk menemukan kesembuhanku. Waktu untuk pulih, dan merefresh ulang semua perkara buruk yang sudah kualami".

Aku berbicara pada diriku sendiri, aku ingin merasakan semangat yang penuh, dan kembali lagi pada diriku sendiri secara utuh.

Malam sudah berlarut. Tetap sama seperti malam sebelumnya, aku kerapkali sulit tidur. Mata yang terus terbuka lebar dan otak yang terus berjalan untuk berfikir. Lambat laun pun merasakan lelah, tapi kelelahan itu sudah tak lagi menjadi hal yang begitu nampak. Seperti sudah bersahabat dengan kelelahan.

"Krrrriiiiiinggggg, waktu sudah pagi".

Notifikasi alarm berbunyi, aku sengaja mengatur nada yang tinggi agar aku bisa terbangun tepat waktu. Yah, aku sadar tidurku terlalu malam dan aku tetap harus bangun pagi. Mungkin nada alarm yang tinggi bisa membantuku.

Aku membuka jendela kamar dan menyaksikan matahari terbit, warnanya cerah, tidak begitu terik pun tidak juga terlalu redup.

"Ann. Barangkali mau sarapan, sudah Ibu siapin di depan. Ibu pamitan pergi dulu".

"Ibu mau kemana?"

Belum juga Ibu menjawabnya, Ibu sudah bergegas keluar rumah. Menutup pintunya, dan berjalan cepat. Aku hanya melihat dari depan pintu, dan membiarkannya pergi.

Aku menikmati sarapan pagi seorang diri. Menyantap makanan sembari berfikir tentang kehidupan. Tanda tanya pagi itu muncul lagi, sebenarnya Ibu mau pergi kemana? Tapi, ya sudahlah.

Pagi itu, aku tiba-tiba berfikir untuk menemui Bapak. Sudah beberapa bulan aku berpisah dan tidak bertemu Bapak. Hari itu juga aku memutuskan untuk mengajak Pram mencari alamat Bapak dan menemuinya.

"Pram. Kamu senggang nggak? Aku mau bicara"

"Ada apa Ann. Aku baru saja bangun".

"Gini sih Pram. Tiba-tiba aku kepikiran buat menemui Bapak. Jadi, aku ingin mengajakmu mencari alamat Bapak lalu menemuinya. Sudah lama kan aku nggak ketemu Bapak, dan mungkin aku bisa menemukan hal baru ketika aku bertemu dengannya".

Aku menjelaskan tujuanku ke Pram. Beberapa menit aku memandangi layar handpone, namun Pram belum membalasnya.

"Kamu yakin Ann?"

"Iya Pram. Emang kenapa?".

"Nggakpapa, aku cuma khawatir ketika kamu bertemu Bapak. Banyak hal yang dulu melukaimu dan itu nampak lagi di depan matamu".

"Semoga saja tidak, Pram".

Memang banyak hal yang harus dipertimbangkan ketika aku menemui Bapak. Namun, kata hatiku berkata iya untuk bertemu Bapak.

"Baiklah Ann. Kalau kamu menginginkan begitu, aku akan menemanimu. Siap-siap dulu yah Ann. Nanti aku datang menjemputmu".

"Iya Pram, aku tunggu ya".

"See you Ann".

Aku menyiapkan diri untuk menemui Bapak. Hari itu juga, aku menguntai harapan dan semangat baru untuk melanjutkan kehidupan.