Chereads / Siren Soul. / Chapter 22 - Kelly's Body Reaction

Chapter 22 - Kelly's Body Reaction

"Aku bilang juga apa. Kamu, sih. Tidak pandai memakai sepeda. Kita jatuh, 'kan?" kata Kelly. Kemudian mengusap-usap kakinya. 

"Loh? Kok, aku, sih? Kamu tadi menggelitik, tahu!" kata Peter menyalahkan pelaku sebenarnya. 

"Ish, menyebalkan!" ungkapnya. 

Peter menghela nafas sabar. "Kelly, kamu tidak apa-apa, 'kan?" tanya Peter menghampiri gadis itu. 

Peter melihat luka yang memeluk kaki Kelly. "Maaf, ya. Aku jadi membuatmu jatuh," kata Peter menyesali perbuatannya. 

"Kenapa kamu minta maaf? Tadi itu salahku. Sudah, jangan di usap terus kakiku. Aku bisa berdiri, tuh. Kalau kamu, mana yang sakit?" tanya Kelly meneliti tangan, kaki dan wajahnya. 

Saat sampai, mata indah Kelly menatap wajah Peter,  dia berhenti saat melihat luka yang kecil di pelipis Peter. "I-ini, sakit, 'kan?" tanya Kelly ragu-ragu. 

Deg!

Jantung Peter berdebar hebat, saat tangan mungil dan lembut itu menyentuh pelipisnya. 

Peter membalikan pandangannya. "Kelly, ayo, kita harus cepat-cepat," ajak Peter dengan cepat. 

"Kamu yakin? Lukamu?" tanya Kelly yang terpotong oleh Peter. 

"I-iya. Kita lanjutkan saja perjalanan kita," jawabnya.

Waktu suka begitu, jika kita sudah puas tertawa, entah bersama teman, kerabat ataupun orang tua, selalu saja berganti suasana menjadi cepat. 

Dua orang remaja yang tadinya tertawa lepas, kini dua-duanya membisu. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka. Seakan-akan, energi habis begitu saja. 

Kini kita percaya, bahwa sesuatu tidak ada yang abadi. Siang dan malam saja dengan mudah berganti. Begitupun dengan suasana hati mereka, tingkah mereka juga, pasti tidak selalu tetap. 

"Kelly, ini tempat yang aku maksud," kata Peter sembari menunjuk papan orang yang sedang berenang. 

Kelly memegang dadanya pelan. 'Apa yang kulihat ini? Kenapa ada manusia yang berenang? Tempat seperti apa ini?' batinnya menanyakan sesuatu yang  membuat bingung. 'Aku tidak akan tahu jika tidak masuk. Sebaiknya, aku ikuti Peter terlebih dahulu,' batinnya kembali. 

"Kenapa melamun? Ayo, akan aku tunjukan sesuatu yang hebat," ajaknya. 

Kini, mereka memasuki pembayaran tiket masuk. 

"Silakan nikmati permainannya. Selamat bersenang-senang," ucap salah seorang pelayan tersebut. 

"Terima kasih," jawab Peter tersenyum. "Kelly, kamu pernah ke tempat seperti ini?" tanya Peter pada gadis itu. 

Kelly memasang wajah takut. Dia tidak sadar bahwa Peter melihatnya sedari tadi. "Kelly, apakah kamu sakit? Tubuhmu bergetar," kata Peter yang panik. 

Pertanyaan itu terpotong oleh gadis yang memanggil Peter. "Peter, kemarilah," panggil Maisha yang kebetulan mereka bertemu di sana. 

Peter menoleh Maisha cepat. "Maisha? Kamu ada di sini?" tanya Peter terhadap Maisha yang menghampirinya. 

"Kamu datang bersama dia? Aku pikir dia kurang sehat, Peter," kata Maisha. Dia melihat-lihat wajah Kelly sesekali. 

"Ah, benar. Kalau begitu, lain kali kita bermain, ya. Aku harus mengantarkan Kelly sekarang. Kelly, sebaiknya kita pulang, ya," kata Peter yang dijawab dengan anggukan Kelly. 

Sementara itu, Maisha tampak mengepal tangannya kuat di samping kakinya. Matanya menatap dalam dua orang yang meninggalkannya, dengan penuh kebencian. 

"Maisha, siapa wanita itu?" tanya salah seorang teman Maisha. 

Maisha menoleh dengan senyum ramahnya. "Ah, dia Kelly. Temannya Peter," jawabnya. 

"Apakah kamu tidak cemburu? Peter tampak perhatian padanya," katanya sembari melihat dua orang yang masih berjalan dengan pelan itu. 

"Hah? Untuk apa aku cemburu? Aku dan Peter hanya sahabat dari kecil. Aku tidak mungkin memiliki perasaan semacam itu," jawabnya dengan penuh rendah hati. 

"Bukankah menyebalkan Peter membawa gadis sakit itu? Dia harusnya pulang sendiri, dan Peter bersama kamu sekarang," ucap temannya sengaja mengompori suasana. 

Maisha menarik nafas dan membuangnya pelan-pelan. "Jangan berbicara seperti itu. Jelas-jelas dia sakit. Peter anak baik. Dia hanya senang membantu orang, walaupun dia sedikit dingin," jawabnya. 

"Ah, Maisha, kamu sangat baik sekali. Apa, sih yang kurang darimu? Kamu sudah cantik, dari keluarga terpandang, kaya raya, pintar dan terlebih lagi, kamu sangat baik sekali, Maisha. Kamu benar-benar  malaikat," puji temannya. 

Maisha mengangkat senyumnya. "Hey, jangan memujiku seperti itu. Sudahlah, kita berenang lagi, ya," ajaknya. 

***

"Hah! Hah! Peter, kenapa kamu tidak membawa sepedamu?" tanya Kelly sembari memegang dadanya erat. 

"Kita harus naik bus, Kel. Kamu sepertinya kurang sehat. Jika kita menaiki sepedaku, kamu bisa-bisa pingsan di jalan karena angin kali ini benar-benar besar," jawabnya khawatir. 

Peter mengusap pelipis gadis itu pelan. 'Baru saja kami bersenang-senang. Kenapa tidak lama, sih?' batin Peter. 

Bus sudah datang. 

"Kelly, ayo! Biar aku memapahmu," kata Peter. Dia membuat tangan kelly mengalungkan ke punggung Peter. 

Setelah Peter membawa gadis itu duduk, Peter hanya menatap lalu membuang wajahnya sesekali. Tapi tidak dengan gadis itu. Dia menatap laut yang terlihat di atas jalan ini. Matanya menatap dalam, seakan dia memiliki banyak kenangan indah di dalamnya. Jelas sekali. Kini, Kelly ingin kembali untuk menyapa neneknya, memeluknya. Dan juga ingin bertemu para temannya. 

Menurutnya, orang di daratan begitu baik padanya. Namun rasa senang yang diciptakan oleh makhluk lautan, membuatnya rindu dan ingin kembali ke kampung halamannya. 

Entah mengapa, Kelly sangat nyaman di sini. Seakan-akan, ada seseorang yang akan membuatnya semakin menyatu dengan daratan. Kelly menatap Peter yang sedang tidur. 'Apakah dia orangnya? Peter, aku sangat takut jika aku jatuh cinta padamu,' batinnya. 

Perjalanan terasa sangat amat jauh. Kelly menghabiskan waktunya dengan melamunkan masa lalu yang tidak akan dia lupakan. Namun entah mengapa, ingatan dia beberapa tiba-tiba ada yang hilang. Dia ingin mengutuk dirinya saat itu. 'Ada apa denganku? Harusnya aku tidak membiarkan ingatanku menghilang, sedikitpun. Apakah ini hukuman dari Poseidon untukku? Jika benar, harusnya aku tidak terkejut. Aku memang jahat di sini. Harusnya aku mencari Anna saja. Bukan malah menikmati kehidupan di sini. Namun aku tidak bisa membohongi diri, kehidupan di daratan terasa sempurna. Apalagi jika orang-orang yang aku sayangi ikut hidup di sini. Aish, memikirkannya sudah tidak mungkin! Sadarlah, Kelly! Kamu sudah mengkhianati mereka!' batinnya frustasi. 

Kreet! 

Seseorang masuk. Kelly yang ikut menutup matanya, menatap lambat orang yang masuk di bus tersebut. Orang tersebut membuang wajahnya saat Kelly memutar kepala untuk melihat orang di belakangnya. 'Hm, sepertinya tidak asing. Siapa, ya?' tanya Kelly dalam hatinya. 'Sudahlah. Aku lanjutkan tidur dulu,' ucapnya kembali. 

Dan orang tadi, menatap Kelly dengan intens. Tanpa senyuman. Orang tersebut terus menatap Kelly yang sedang tertidur dan menatap orang di sebelahnya. 

"Ck, kamu bersenang-senang ternyata, Kelly," ucap orang itu dengan menggertakan giginya. Matanya setajam elang. 

Kreet!

Bus berhenti menandakan pemberhentian selanjutnya. Peter membuka matanya pelan. 

"Bangun, Kelly, kita sudah sampai," kata Peter membangunkan Kelly dengan menggerak-gerakan bahunya. 

"Hm? Sudah sampai, ya?" tanya Kelly. Saat dia berusaha berdiri, kepalanya kembali sakit. "Aw," ucap Kelly meringis. 

"Kelly? Kamu masih sakit? Sebentar, biar aku menggendongmu,," kata Peter. Dia memperbaiki tas milik Kelly, kemudian mengais Kelly di punggungnya. 

"Peter, aku sangat berat, ya?" tanya Kelly lemas.

"Jangan berbicara," jawabnya cepat dan turun dari dari bus itu.