Saleh dan keenam remaja itu kembali ke halte untuk menunggu bus bemberangkatan. Tapi sudah jam 4 bus itu belum saja datang.
"Pak, apa bener kita bakal naik bus Efensi yang warna kuning?" tanya Egy.
"Bener, Den. Biasanya jam segini bus itu sudah di sini, tapi ini kok belum dateng ya" jawab Saleh bingung.
Raizel berdiam duduk di bangku halte, dan ia mulai mengantuk, karena sudah duduk terlalu lama.
Lalu, Saleh tidak sengaja mengagetkan Raizel. Dengan cara memanggilnya.
"Den."
"Oh iya Pak, ada apa?" jawab Raizel, sedikit terkejut.
"Itu ... Aden pake tato apa di sini?" tanya Saleh kepada Raizel, sambil mengusap kulit di antara kedua alisnya.
Oh ternyata, Saleh mulai menyadari tanda itu, yang membuat semua temannya menoleh kearah Raizel, untuk kedua kalinya.
"Oh ini?" Raizel menyentuh tanda itu dengan telunjuk "Ini saya juga nggak tau, Pak. Udah saya gosok tapi nggak ilang-ilang, jadi saya biarin aja yang penting nggak sakit hehe" Lanjutnya sedikit terkekeh.
"Tapi bagus ya, Den warnanya biru-biru mengkilat kaya kristal" Puji Saleh.
"Iya Pak? Makasih" jawabnya.
Sebenarnya Raizel sendiri juga tidak tahu, tanda apa itu, dari tinta apa itu. Muncul begitu saja entah sejak kapan munculnya. Ia juga tidak sadar, ia hanya menebak mungkin malam hari saat dirinya bertemu kakek berjenggot dan berbaju putih itu.
Sudah jam 5 sore, tapi bus belum saja datang. Mereka hampir cemas, dan bingung.
Tiba-tiba Saleh menunjuk satu bus bobrok, kaca depannya saja sudah pecah. Dan bus itu berwarna kuning.
"Nah itu, Den. Akhirnya dateng juga busnya" ucap Saleh.
Egy dan semua temannya pun gembira, terkecuali Raizel.
Ia hanya berfikir, benarkah bus ini?
Saleh melambaikan tangannya memberi tanda kepada supir untuk berhenti.
Bus itu benar-benar dalam keadaan buruk, dan hancur.
Tapi anehnya, Saleh dan Egy seakan melihat bus itu dalam kondisi baik.
Pintu masuk terbuka.
"Ayo masuk" Ajak Saleh.
Tentu Mereka masuk, terkecuali Raizel. Raizel takut, mereka salah bus. Jadi Ia melirik kesamping bus untuk memastikan, mereka salah naik bus atau tidak. Tetapi memang ada tulisan Efensi.
Yang berarti, mereka tidak salah menaiki bus ini.
'Jadi bener ini bus Efensi? tapi keadaanya kaya nggak layak buat dinaiki' batin Raizel
"Rai ... ayo!" Seru Egy yang sudah ada di dalam bus. Dengan ragu Raizel tetap masuk. Di dalam bus, benar-benar banyak pecahan kaca dan tanah.
Kok bisa, ada tanah dan pecahan kaca di dalam bus?
Saat mereka masuk bus masih kosong, hanya ada mereka bertujuh termasuk Saleh.
Tanpa melihat kearah supirnya Raizel duduk bersama Vano lagi. Saleh duduk sendiri, di kursi belakang tepat di belakang kursi yang di duduki Raizel dan Vano.
Raizel masih dalam kondisi bingung dan ragu, benarkan bus yang sudah rusak parah seperti itu masih bisa untuk mengantar penumpang sampai tujuan?
Kursi yang Ia duduki sebernarnya banyak sekali remah-remah tanah, tentu sebelum Raizel mendudukinya, ia mengusapnya dulu dengan tangan. Menyingkirkan kotoran di atas kursi, supaya celana dan pakaianya tidak kotor.
Dengan penasaran, Ia berdiri dan menoleh ke arah Saleh, yang duduk tepat di belakang kursinya.
"Pak ...? Bener ini busnya?" tanya Raizel dengan suara pelan.
"Iya, Den. Ini busnya, bapak juga kalo berangkat dan pulang, naik bus ini" jawab Saleh meyakinkan.
"Oh gitu Pak, ya udah saya duduk lagi ya." Izinnya pada Saleh.
"Iya, Den. Eh tunggu sebentar Den!" Seraya memegang tangan Raizel.
"Apa Pak?"
"Bapak belum tau nama Aden siapa?" tanyanya tersenyum.
"Oh nama saya, Raizel Pak ini Vano dan Itu Egy" jelas Raizel.
"Oh, Den Egy ya namanya" gumam Saleh, melihat ke arah Egy.
"Iya Pak, saya Egy" imbuh Egy meringis tersenyum.
Lalu Caca pun berdiri menoleh ke arah Saleh, dan Raizel yang masih berdiri bersandar pada kursinya.
"Saya Caca, Pak" ungkapnya tersenyum.
"Saya Diva" imbuh Diva.
"Kalo saya Cindy, Pak" tambah Cindy.
Vano yang mungkin merasa lelah karena menunggu bus seharian, ia sudah terlelap tidur.
"Oh iya iya" ucap Saleh sambil mengangguk, dan tersenyum.
Dalam beberapa menit, Saleh langsung bisa mengingat semua nama.
Mereka kembali duduk. Di kursi masing-masing.
Raizel masih saja tidak habis pikir, bus yang mereka naiki adalah bus dengan kondisi tidak layak pakai.
Ia masih saja menatap sekeliling, setiap sudut bus. Memang buruk benar benar buruk.
Lalu tak terasa ia mulai tertidur.
Diing ...
Terdengar bunyi nyaring pesan masuk dari handpone Raizel, membuatnya terbangun. Dengan mata yang menutup masih menahan kantuk, ia mencoba meraih ponsel yang ada di saku jaketnya. Lalu, perlahan membuka mata untuk melihatnya.
Mungkin ia tidur hanya dalam waktu satu jam, ia terbangun karena Sarah mengiriminya pesan whatsApp.
Di dalam pesannya itu, Sarah bertanya, bahwa Raizel sudah sampai apa belum. Lalu Raizel menjawabnya, belum.
Setelahnya, Raizel sedikit menengadahkan kepalanya, dan melirik, memutar pandangan ke arah semua kursi. Yang tadinya kosong, kini sudah ramai sekali orang duduk.
Termasuk sudah ada kondektur bus, padahal tadi tidak ada. Tapi anehnya lagi, mereka sama sekali tidak ditariki uang pembayaran bus, seperti pada bus sebelumnya.
Raizel mulai bertanya-tanya masih lama atau tidakkah perjalanannya ini? Kerena penasaran. Ia mulai berdiri lagi, dan menoleh ke arah Saleh.
Nampak Saleh tengah diam menghadap kearah samping kaca, memperhatikan setiap obyek yang sudah dilewati bus.
"Pak?" Raizel memanggil pelan.
Tentu secara respon Saleh menoleh kearah Raizel, yang ada di depannya.
"Ada apa, Den?" tanyanya.
"Ini masih lama lagi nggak?" tanyanya lagi.
"Oh, enggak, Den. Setengah jam lagi sampe. Jadi tolong aden Raizel, bangunin Den Egy dan yang lainnya ya ... kalo bapak yang bangunin nggak enak"
"Oh iya, Pak" Balas Raizel
Lalu Raizel membangunkan Vano.
"Van ... bangun! Udah mau sampe"
"Hah? Lo serius?" tanyanya mencoba membuka matanya.
"Iya, buru bangunin Egy dan yang lain" suruhnya.
Lalu, Vano membangunkan Egy, Egy membangunkan Caca, dan Caca membangunkan Cindy juga Diva.
Mereka dengan lemas sudah bersiap-siap untuk turun.
Raizel kembali fokus pada ponselnya.
Membaca dan membalas pesan dari Ibunya, hingga ketika sarah meminta foto selfi pada Raizel saat dia berada dibus.
Tentu Raizel menurutinya. Dengan malas ia berselfie di dalam bus, setelah diambilnya jepretan pertama dan diamati fotonya. Ada yang aneh, perasaan tadi di dalam foto ia tidak sengaja mengambil beberapa gambar penumpang lain, tapi di dalam ponselnya semua kursi itu tampak kosong.
Ia mencoba memutar kepalanya, menoleh ke seluruh kursi untuk kedua kalinya, termasuk bagian kursi penumpang yang tadi tak sengaja dia foto, tetapi saat matanya melihat masih ada orangnya.