Raizel hanya terus terdiam.
Kalau Kuntilanak berseragam SMA itu tidak memukul Haikal. Mungkin ia akan membiarkan Haikal untuk memukulnya sekali saja.
"Satu." ucap Haikal mulai menghitung
"Dua."
"Tiga!"
Haikal sudah selesai menghitung, namun kuntilanak itu masih tetap diam tidak memukul Haikal.
"Ok ... nggak ada pukulan apapun ....
Itu artinya, pukulanku yang akan mendarat di wajah kamu" ancam Haikal.
Egy dan Vano juga semua temannya menunjukan wajah geram dan kesal ke pada Haikal, bahkan Egy saja sudah berulang kali ingin menghajarnya.
Namun, dia selalu saja ditahan oleh Caca.
Haikal memutar lengannya, berniat meregangkan otot-ototnya untuk bersiap memukul Raizel.
Ya, Raizel membiarkannya. Walau sebenarnya ia sedikit berharap pada Kuntilanak berseragam SMA itu supaya memukul Haikal satu kali lagi.
Agar dia tidak dituduh, mengarang cerita.
Raizel dan Haikal kini berdiri berhadapan lumayan dekat, Raizel sama sekali tidak berniat untuk mundur atau menangkis tinjunya nanti, di dalam pikirannya ia hanya berfikir, lebam sedikit itu tidak masalah.
"Oke, siap ya," kata Haikal menggeretakan jari-jarinya hingga bunyi tulangnya saja bisa didengar oleh semua orang di sana.
"Oke pukul aja" jawab Raizel, yang membuat Haikal jengkel.
"Hahaha ... udah mau bonyok aja masih sok!" remeh Haikal pada Raizel.
Saat haikal sudah bersiap memukulnya, Raizel melirik hantu berseragam SMA tersebut mengangkat sebelah tangannya ke arah Haikal.
Ia melihat ada sebuah gumpalan cahaya hitam di tangannya. Apakah itu sihir atau apapun itu, Raizel juga tidak tahu, ia hanya berasumsi bahwa Hantu itu akan menolongnya.
Dan benar saja, saat Haikal sudah bersiap meluncurkan bogem, tinjunya pun sudah menuju ke arah wajah Raizel dengan cepat sihir yang ada di tangan Kuntilanak SMA itu melesat mengenai Haikal dari belakang.
Membuat pukulan Haikal meleset, dan sama sekali tidak menyentuhnya wajah Raizel
Dia tersungkur kembali di dekat Raizel, tak ingin rasanya Raizel menolongnya Haikal.
"Uhuk! ... Uhuk! Uhukk!" Haikal terbatuk-batuk dan memuntahkan darah dari mulutnya.
Tangannya terus saja menyentuh bagian dadanya, ya mungkin itu sakit.
Semua orang di situ terkejut menyaksikan apa yang sudah terjadi kepada Haikal.
Reza dan Bondan yang jaraknya sedari tadi lumayan dekat dengan Haikal, kini mereka terperangah akan darah yang keluar dari mulut Haikal.
Mereka bergindik gemetaran dan mulai menjauh dari dekat Haikal untuk bergabung bersama Egy dan teman-temanya.
Para warga Desa termasuk Saleh, melototi darah yang keluar dari mulut Haikal, mereka percaya, bahwa yang memukul Haikal itu memang benar adanya mahluk tak kasat mata, bukan Raizel yang melukainya.
Karena mereka juga melihat, bahwa. Raizel sama sekali tidak menyentuh sediki pun ujung rambut milik Haikal.
Andri dan temannya yang lain melihat Haikal yang sudah kesakitan itu. Mereka memutuskan bersamaan memapah Haikal dan berniat membawanya pergi dari sana.
Saat Andri sudah memapahnya. Haikal tiba-tiba menyuruh dan satu temannya yang juga ikut membantu memapah dirinya untuk berhenti.
"Berhenti" ucapnya.
Kemudian dengan susah ia memutar tubuhnya menghadap Raizel.
"Kamu ... Inget! urusan kita belum selesai!" ucapnya sembari memperlihatkan jari tengah pada Raizel, dan berlalu pergi diiringi semua temannya yang mengikuti di belakang.
Raizel dan Egy, Vano juga semua orang di sana hanya terdiam sambil terus menatapnya meninggalkan tempat itu.
"Jangan ditanggepin, Den.
Haikal emang orangnya kaya gitu" kata salah satu warga yang tengah mengopi bersama Talam di sana, membuat pandangan Raizel teralihkan dari Haikal.
Raizel pun menoleh kearahnya
"Iya, Pak."
"Ya udah ayo kita pulang aja" ajak Saleh pada Raizel dan semua temannya.
Akan tetapi, bagaimana bisa mereka pergi begitu saja. Sedangkan puluhan mahluk astral di situ saja masih setia tidak beranjak pergi. Raizel sendiri juga tidak tau bagaimana cara untuk mengusir mereka, jadi. Ia katakan saja pada Saleh dan penduduk di situ.
"Pak, Tunggu. Tapi, mereka yang datang belum pergi. Kemungkinan mereka akan terus mengikuti anak-anak ini." ucapnya menoleh kearah Reza, Bondan dan ketiga teman-temannya.
Mereka lagi lagi menatap Raizel dengan tatapan yang sudah tidak asing, ya tatapan orang kaget.
Apa lagi Reza dan Bondan. Mereka justru sedikit menjauh dari mainan jalangkung itu.
Egy, Vano, Saleh dan semua orang yang ada di situ. Kemudian mengajak mata mereka berkeliling meninjau semua tempat, ada juga yang hanya diam tapi bisa dilihat pori pori kulit di tangannya membesar, yang artinya mereka mulai merinding takut.
"Den, Aden beneran bisa lihat mereka?" Talam bertanya.
"Iya, Pak" jawab Raizel.
"Lalu, gimana caranya supaya mereka pergi?" tanya Talam lagi.
"Saya juga kurang tau, Pak. Mungkin mereka minta hidangan karena telah diundang" jelas Raizel.
"Hidangan ...? Maksud lo ...." kini giliran Egy bertanya padanya.
Belum sempat Raizel menjawab.
"Iya mereka minta tumbal atau sesajen."
Tiba-tiba satu orang laki laki mungkin usianya 40 tahunan datang, ia berpakaian layaknya dukun. Banyak sekali cincin batu kalimaya dan kalung yang tergantung di lehernya, ada juga gelang yang terbuat dari tulang burung.
Ternyata dia adalah orang yang diyakini oleh orang Bagaharuni sebagai orang pintar yang bernama Daweh.
"Ki Daweh!" Serentak warga di sana mengucapkan namanya, termasuk Saleh dan Talam.
"Iya mereka minta tumbal atau sesajen karena sudah datang," jelas Daweh, seperti perkataan Raizel tadi.
Dia berjalan menghampiri mereka lalu diam berdiri di samping Raizel, awalnya ia biasa saja sampai hingga saat Daweh menepuk punggungnya dan berkata.
"Kamu hebat ya, bisa lihat mereka, mungkin kita bisa berhubungan baik" ujarnya "perkenalkan nama saya Daweh, panggil saja ki Daweh" Lanjutnya mengulurkan tangannya dari samping. Mengajak Raizel berkenalan.
Tentu Raizel memutar tubuhnya sedikit untuk berhadapan dengan Daweh dan menggenggam tangannya berjabat tangan perkenalan.
"Nama saya Raizel, Ki."
"Hem ... hem ... hem ...." Dia mengangguk sembari menatap tanah, seperti akan mengatakan sesuatu.
"Ambil 7 kelapa, dan satu kantung penuh bunga 7 rupa juga 7 lilin ke sini untuk mereka" ucapnya memberikan titah pada warga Bagaharuni, beberapa dari mereka yang mendengar itu langsung pergi untuk mencari apa yang disebutkan oleh Daweh.
Namun, ada satu kejanggalan yang membuat Raizel merasa tidak nyaman bahkan sakit.
Dia merasakan punggungnya seakan dengan perlahan seperti ditempeli oleh sesuatu yang panas.
Hingga ia bisa merasakan sakit di kulit punggungnya seperti sedang terbakar.
Raizel tetap bertahan, berusaha seperti tidak terjadi apapun. Hanya aneh saja kenapa tiba tiba seperti itu, padahal sebelum Daweh datang dirinya tidak merasakan apapun.
Saking panas dan sakitnya, hingga tubuhnya basah, rambut dan pelipisnya pun basah. Keringat membasahi semua tubuhnya dan sakit itu pun masih tetap ia rasakan. Bayangkan saja, jika satu setrika panas ditempelkan di belakang baju dan didiamkan terus, pasti rasa panasnya akan menyiksa tubuh.Dan itulah yang dirasakan Raizel saat ini.