Ditambah perutnya yang buncit itu, membuatnya bertanya-tanya.
'Apa saat dia meninggal dia juga dalam kondisi hamil?' batinnya.
Seperti rencana sebelumnya, kini Saleh membawa Egy, Raizel, Vano, Diva, Caca, dan Cindy ke rumahnya.
Tok! Tok! Tok!
"Asalammualaikum, Dek!" seru Saleh memberi salam, seraya mengetuk pintu rumah, memanggil istrinya untuk membukakan pintu untuknya.
"Waalaikumsallam ...," Jawab Ningsih dari dalam, kemudian terdengar suara kunci juga terlihat knop pintu yang bergerak menandakan pintu akan segera dibukakan.
"Mas Saleh!" Ningsih yang gembira melihat sosok lelaki yang sangat ia tunggu-tunggu kehadirannya, kini ia begitu kaget, Suami tercintanya sudah pulang secara tiba-tiba tidak mengabarinya terlebih dahulu.
Karena biasanya, Saleh dua atau satu hari sebelum pulang, akan menyempatkan diri mengabari sang istri terlebih dahulu, mengunakan ponsel milik tetangga kos yang juga temannya.
Dengan cepat, Ningsih mencium punggung tangan Saleh.
"Kok, Mas pulang nggak ngabarin dulu?" tanya Ningsih tersenyum bahagia.
"Iya, Mas lupa, maaf" jawab Saleh mengusap sebelah pundak Istrinya.
Lalu, mata Ningsih terjaga melihat enam remaja tampan dan cantik yang memakai pakaian berbeda dari warga desanya, ia dengan cepat langsung tau bahwa mereka dari Kota.
"Hlo ... Mas pulang sama siapa?" tanyanya menengok ke arah belakang suaminya, Raizel dan Egy juga yang lain membalas dengan senyuman manis.
"Ini temen, Mas dari kota" jawab Saleh.
Setelah beberapa obrolan di depan pintu, mereka pun masuk ke dalam rumah Saleh yang terlihat sangat sederhana.
Lantai rumahnya tidak bermatras Keramik, melainkan terbuat dari semen halus dan dindingnya bercat putih kusam yang sudah hampir luntur.
Namun, rumah itu terlihat rapi. Karena Ningsih dan kedua putrinya sangat rajin membersihan rumah.
"Ayo, Den, Neng. Silahkan duduk" ajak Saleh mempersilahkan Raizel dan temannya, untuk duduk di bangku kayu panjang. Di ruang tengahnya.
Kemudian, mereka duduk berderet di bangku panjang yang ada di depan Tv kecil dan jadul, di antara dua bangku panjang yang salah satunya diduduki oleh mereka.
Terdapat satu meja besar di tengahnya yang terbuat dari kayu, namun bagus dan kokoh.
Saking panjangnya bangku di rumah Saleh, ke enam remaja itu bisa duduk bersampingan tanpa merasa sempit.
"Dek, Mana Winda dan Nita?" tanya Saleh yang duduk di sebrang Bangku berhadapan dengan Raizel, Egy dan yang lain.
Dia menanyakan kedua putri remajanya yang sudah beberapa bulan ini, ia tidak berjumpa dengan mereka.
Ningsih yang sibuk di dapur menyiapkan minuman untuk menyambut keenam tamu dan suaminya menjawab.
"Lagi di kamar Mas! ... mungkin sudah tidur, sebentar ya. Adek bangunin."
Ningsih masuk ke dalam sebuah kamar, yang di mana itu adalah kamar Winda dan Nita.
"Winda ... Nita, bangun, Nak. Ayah udah pulang, nggak pengen ketemu sama ayah?" Ningsih mengusap pelan rambut kedua anaknya itu.
Winda yang mendengar bahwa ayahnya sudah pulang, ia membuka mata lalu bangun dan duduk menghadap Ibunya.
"Ayah udah pulang?!" tanyanya dengan binar mata penuh bahagia.
"Iya" jawab Ningsih mengangguk lalu tersenyum.
"Asiik ... Winda kangen banget sama Ayah" Winda sudah beranjak dari kasur dan bersiap berlari menemui ayahnya, namun dengan cepat tangan Winda ditarik oleh Ningsih.
"Tunggu ... Winda, Ibu belum bilang kalo ayah pulang nggak sendiri, sekarang dia pulang sama anak-anak dari Kota" jelas Ningsih.
"Jadi ... ada cowok kota, Bu?" Mata Winda membulat penasaran, ia sangat membayangkan betapa tampannya pria-pria kota itu.
"Iya ada 3 cowok dan ada 3 cewek" jelas Ningsih lagi.
Lalu, Winda menoleh ke arah pintu kamar kemudian, sedikit membuka pintunya dan mengintip seperti apakah remaja kota itu?
Namun, lagi-lagi Ningsih menarik tangan putrinya
"Jangan ngintip, nggak sopan .... Bangunin Kak Nita dan bantuin Ibu nyiapin minum dan makanan" ujar Ningsih kemudian berlalu keluar dari kamar.
Winda yang berdiri menatap Ibunya sudah pergi, kemudian menoleh ke arah Kakak perempuannya yang bernama Nita
"Kak, bangun, Ayah udah pulang" kata Winda menguncang tubuh Nita.
Nita pun terbangun dengan malas, karena tidak terlalu jelas mendengar perkataan adiknya.
"Apa sih Win! Kakak lagi tidur juga, ih!" Nita dengan kantuk mencoba duduk dan membuka mata dengan berat.
"Kak ... ih bangun, Ayah pulang sama anak kota loh" jelas Winda dengan cengengesan
"Ayah pulang?" Nita melebarkan matanya, kaget bahwa ayahnya telah pulang.
"Iya ... Ayo cepet keluar bantuin Ibu nyiapin minum dan makan" ajak Winda menarik tangan Nita.
***
Di ruang tamu.
Raizel sudah merasa tidak nyaman dengan pakaiannya yang basah, karena tumpahan air minum Cindy tadi.
"Pak, saya mau izin ke kamar mandi buat ganti baju." Raizel melepaskan jaket basahnya yang sedari tadi masih ia kenakan.
"Oh iya, Den. Silahkan, itu ke belakang aja deket dapur kok. Kalo bingung tanya istri saya aja, Den" ucap Saleh.
Raizel mengangguk, berdiri membuka resleting tasnya untuk mengambil baju ganti, saat ia sudah menemukan baju berwarna putih ia kembali menutup tasnya dan mulai berjalan ke arah dapur.
Untuk bertanya di mana letak kamar mandinya kepada istri Saleh, Ningsih.
Tampak di dapur Ningsih telah menghangatkan sayur dan nasi di atas kompor, untuk makan malam Suami dan tamunya.
"Bu, permisi saya mau numpang ke kamar mandi, buat ganti baju. Soalnya baju saya basah" ujar Raizel yang diam memperhatikan Ningsih.
"Eh, Aden. Itu di situ silahkan." Tunjuk Ningsih kepada pintu kamar mandi yang berwarna biru muda.
"Oh iya, Bu. Makasih."
Ningsih tersenyum memberikan jawaban.
Di samping dapur atau tepatnya di samping kamar mandi, ada sebuah kolam atau balong yang berisi ikan di sana, ikan-ikan itu akan menjadi lauk ketika Ningsih dan kedua putrinya tidak punya uang untuk membeli sayuran.
Raizel berjalan ke arah kamar mandi kecil, sambil memandangi kolam tersebut.
"Ibu ...." panggil gadis yang lebih tua satu tahun dari Winda bernama Nita.
"Nak, bantu Ibu bawa ini ke dalam ya, buat makan Ayah dan tamu kita" ucap Ningsih sibuk mengelap piring, yang akan digunakan untuk alas makan.
"Iya." Nita adalah gadis yang sedikit cuek, tapi dia juga sewaktu-waktu bisa ramah.
Berbeda dengan Winda yang selalu manja dan polos.
Ningsih dan Nita membawa beberapa piring kosong dan sayur juga nasi ke ruang tamu untuk makan.
Di saat mereka membawa itu. Mereka berpapasan dengan Winda yang baru keluar kamar, padahal Winda lebih dulu bangun dari Nita, tapi entah kenapa justru malah Nita yang lebih awal keluar kamar membantu Ibunya.
"Winda, bawa gelas sama teko yang udah Ibu siapin ya" titah Ibunya yang lewat di depan Winda, bersama piring berisi sayur dan lauk lengkap di kedua tangannya.
"Oke, siap Bu!" jawab Winda semangat.