Chereads / Misi Misteri Sang Indigo / Chapter 28 - 28. Mimpi misteri

Chapter 28 - 28. Mimpi misteri

"Dan ini anak sulung saya Nita" Lanjutnya lagi.

"Oh, saya Diva." Diva tersenyum ramah ke pada Nita dan Winda.

"Ayo salaman ... kenalan dulu" titah Saleh kepada kedua putrinya, yang sedari tadi diam duduk di bangku sebrang.

Yang dimana jarak tengah mereka terdapat satu meja kayu besar, mereka sedari tadi duduk bersama di samping Ibunya—Ningsih.

Langsung dengan cepat Winda dan Nita bersalaman, saling memperkenalkan diri.

Egy, Caca, Vano, Cindy, Diva dan sampailah tangan Winda sersentuhan dengan tangan Raizel.

"Raizel" ucap pemilik nama dengan tersenyum ramah.

"Winda." Setelah beberapa detik, Winda menikmati hangatnya genggaman tangan mereka. Ia akhirnya mengucapkan namanya juga.

"Pak ... makasih, ya. Udah repot-repot ngajak makan kita semua" kata Raizel menatap Saleh.

"Aden ini ngomong apa, nggak repot kok ... justru Bapak yang harus makasih sama Aden dan Neng. Karena gara-gara ketemu kalian, Bapak bisa pulang" jawab Saleh.

Mereka saling mengobrol dan bercanda hingga saat, kantuk sudah menyerang mata.

Diva, Cindy, dan Caca tidur bersama Winda dan Nita di kamar mereka.

Sedangkan Raizel, Egy, dan Vano tidur di kamar tamu.

Rumah Saleh memanglah sederhana, tapi sesederhana rumahnya ia masih punya beberapa ruangan. Meskipun setiap ruangan sangat-sangatlah biasa, tetapi ruangan itu bersih dan sudah ada kasur lantainya berserta bantal dan selimut.

*****

Perjalanan panjang yang sudah mereka lalui, membuat para remaja itu kelelahan. Dengan cepat, saat tubuh berbaring dan kepala mendarat di atas bantal.

Rasa kantuk dan nyaman muncul, yang membuat diri langsung tertidur pulas dengan mudah.

Ketika Raizel sudah memejamkan matanya, ia sudah bersiap akan terlelap dan menuju alam mimpi.

Namun, tiba-tiba angin berhembus dari jendela kamar yang mereka tempati.  Membuat jendela kayu yang lusuh itu terbuka dengan sendirinya.

Kreeeettttt ....

Terdengar suara engsel jendela yang berbunyi ketika dibuka.

"Hemb ... dingin banget" gumam Raizel merangkul lengannya yang terbungkus selimut tebal miliknya.

Matanya melirik kepada jendela kamar yang sudah terbuka itu.

"Kok bisa kebuka sih, padahal tadi masih ketutup" gumamnya, kemudian perlahan duduk dan bangun berjalan menghampiri jendela. Ia berniat akan menutupnya kembali.

Lalu ....

"Ka ... Kak ...." Suara gemma menusuk telinganya, ia sedikit mengorek telinga dengan jari kelingkingnya. Mencoba mengecek apakah tadi ia telah mendengar sesuatu atau tidak.

"Kaaaa ... kaaakkk." Lagi, suara gemma mengisi ruangan kamar tersebut.

Raizel yang tadi mengantuk kini tidak lagi, ia memutar bola mata dan tubuhnya mencari-cari suara gemma yang bergetar di kamar tempat dia dan Egy juga Vano tertidur.

"Kaa ... Aaa ... Kaakkk, hiikss ... Hiikkss..." Kini suara itu terdengar seperti anak kecil yang menangis.

Untuk pertama kalinya, ia bisa mendengar mahluk ghaib berbicara layaknya manusia.

"Siapa?" tanya Raizel yang entah bertanya pada siapa.

Matanya melotot lebar memandangi tiap selah kamar, mencari sumber suara.

Lalu ...  braaakkk!!!

Jendela yang sudah ditutupnya tadi, kini terbuka lagi seperti ada yang mendobraknya.

Perlahan lahan, muncul dari gelapnya malam dari luar. Terlihat sebuah kaki turun mengapung yang sepertinya dari atas atap.

Kaki itu berhenti mengambang di depan jendela dari luar, sehingga membuat  hanya telapak kaki sampai lutut saja yang terlihat dari dalam kamar.

Raizel menelan salivanya, perlahan ia berjalan mendekat ke arah jendela ingin melihat kaki siapa itu.

Namun, ketika dirinya akan sampai di wajah jendela. Kaki itu melesat ke atas dengan cepatnya, seperti ada seseorang yang menariknya keatas atap.

Dengan cepat Raizel menutup jendela.

Saat berbalik, tepat di depan matanya.

Ada wajah yang tidak asing, kantung mata yang hitam dan besar, rambut yang dipotong acak ada yang pendek dan ada yang panjang. Hingga kulit kepalanya nampak,  tengah berdiri di depan wajahnya, dia adalah Ega.

Ega berdiri mengambang, mengimbangi tinggi badannya.

"Glek." Terdengar bunyi tegukan Saliva dari dalam tenggorokan Raizel.

Jantung berdegub begitu kencangnya, mata yang terus fokus menatap sosok itu.

Bulu matanya yang panjang, terangkat, karena matanya yang menatap lebar paras mengerikan itu.

Lebih tepatnya, di depan wajahnya.

"Eg-ga? ...." Kakinya ia paksakan dengan perlahan untuk satu langkah mundur, supaya wajahnya tidak terlalu dekat dengan wajah Ega.

Kini mereka berhadap-hadapan, saling menatap, saling melihat pupil mata, tanpa ada kata tanpa ada pergerakan sedikit pun.

Lalu, perlahan tubuh Ega berubah menjadi asap, matanya menyaksikan Ega hilang bersama asap itu.

"Huuufhh ...." Raizel menghela nafasnya, merasa lega karena Ega sudah menghilang.

Ia kembali membaringkan tubuhnya di samping Egy, dan Vano yang sudah terlelap lebih dulu darinya.

Saat akan menutup mata, ia memandangi langit-langit rumah Saleh yang kusam.

Karena merasa sudah nyaman dalam posisinya berbaring, ia memejamkan mata untuk tidur.

Lalu ... bruuukkk!

Sebuah tubuh menimpanya, membuat ia tersentak mendelik dan tidak bisa bergerak sedikit pun. Nafasnya sesak, matanya melirik pundak kecil di bawah dagunya, yang sejejer dengan lehernya.

Pundak yang pucat dan penuh dengan luka. Siapa lagi kalau bukan, Ega.

Tangannya menggenggam bahu tubuh itu, berniat ingin mengangkatnya tapi ia sangat tidak percaya.

Begitu berat dan sangat berat tubuhnya, bahkan satu cm pun tidak terangkat. Rasanya ia seperti tertimpa patung batu yang besar.

Dadanya benar-benar sesak tidak bisa bernafas.

"Hah ... hah ... hah ...." Ia sudah mulai terengah-engah,  matanya memejam, dahinya mengkerut. Seakan-akan seperti ia tenggelam ke dalam air yang sangat dalam.

Di saat matanya yang tertutup, di pikirannya ia melihat sebuah adegan kejadian, yang di mana di dalam kejadian itu ia melihat seorang pria dewasa, meletakan satu tubuh anak gadis ke dalam  sebuah Freezer panjang yang sudah terisi air.

Mungkin  banyak airnya setengah dari Freezer itu. Tubuh dan perawakannya seperti Ega, ketika tubuh gadis itu sudah orang itu baringkan ke dalam sebuah Frezeer, dan tenggelam kedalam air yang mengisi persegi panjang beku itu.

Orang itu berkata. "Jangan salahkan aku, karena orang tuamulah yang bersalah padaku."

Kemudian, ia menutup Fezeer tersebut dan menguncinya dengan gembok. Di sebuah ruangan tanpa ada satu pun fentilasi udara.

Kemudian, dengan paksa Raizel membuka matanya, tubuhnya sudah basah karena keringat dingin. Juga tubuh yang menindihinya kini juga sudah tidak ada, ia melihat sekeliling tidak ada satupun sosok Ega yang terlihat. Karena begitu lelah, tanpa sadar ia tertidur dalam lemas.

*****

Pada pagi harinya, terlihat Raizel, Egy, Vano, Caca dan Cindy diluar rumah Saleh.

"Ayo, Den" ajak Saleh kepada Egy dan teman-temanya.

Ia sudah berjanji akan mengantar Egy untuk menemui ayahnya yang bernama Gunawan.

Mereka pun berpamitan ke pada Ningsih, Winda dan Nita.

Setelah itu, mereka berlalu pergi berjalan kaki bersama Saleh yang memandu jalan.

Nampak Ningsih, Winda dan Nita yang memandangi punggung mereka dari depan pintu.

'Semoga, kita bisa ketemu lagi dan bisa ngobrol bareng lagi ya kak' hati Winda berbicara sendiri.

Pada siapa lagi ia ingin bertemu, kalau bukan dengan Raizel.